14. Break Up

19.9K 2.2K 1K
                                    

Happy reading!!
*fyi part ini mengandung banyak kata-kata kasar dan umpatan 👉🏻👈🏻
.
.
.
.
.
♤♤♤

“Pagi, Mi, Pi.”

“Pagi sayang.”

Pagi yang hangat di kediaman keluarga Didrika, seperti biasanya nyonya rumah menyiapkan sarapan yang enak dan sehat untuk sang raja dan pangerannya.

“Sa, kapan ujian akhir semester? Kamu harus lebih fokus lagi belajarnya.” Tanya Papi Arsa.

“Masih dua minggu lagi, Pi.” Jawab Arsa seadanya.

“Kamu udah nentuin mau masuk universitas mana?” Tanya Mami Arsa yang baru saja bergabung di meja makan.

“Masih Arsa pikirin, Mi.”

“Pikirin baik-baik ya. Eh udah siang tuh, kamu gak akan telat? Jemput Nara dulu kan?” Mami Arsa terperanjat saat melihat jam di dinding menunjukkan pukul 06:35.

“Enggak, Mi.”

“Enggak yang mana? Gak akan telat atau gak jemput Nara?” Timpa Papinya.

“Dua-duanya.” Jawab Arsa asal.

“Kamu lagi marahan ya sama Nara? Kok Mami perhatiin Nara makin jarang main kesini.”

“......” Arsa bergeming, malah meminum susu full creamnya.

“Terus yang kemarin itu kesini, beneran cuma temen? Gak lebih?” Tanya Mami Arsa -lagi-.

“Saaaa, kok diem aja sih?” Desak Maminya.

“Mi! Hubungan Arsa sama Nara tuh enggak seperti yang kalian kira!” Jawab Arsa akhirnya dengan intonasi tinggi.

“Arsa!” Tegur Juna karena merasa Arsa berlebihan menanggapi pertanyaan Maminya.

Arsa segera meraih tas ranselnya dan beranjak dari meja makan, “maaf Mi, Pi, Arsa berangkat dulu.”

“Sama kayak Papinya kalau lagi begitu, nyebelin.” Sewot Puspa.

“Loh, kok Papi yang kena omel?”

🍁

Bel sekolah berbunyi menandakan semua pelajaran hari ini telah berakhir, begitu pun kelas Nara dan Sheina. Setelah telepon dari Aksel kemarin, Nara benar-benar kehilangan moodnya, terlihat dari raut wajah yang tidak bersahabat ditambah gila-gilaannya ia mengerjakan soal-soal latihan.

“Ra, lo mau coba ngomong sama Arsa?” Tanya Sheina.

“Gak perlu.”

“Beneran deh, Ra. Serius! Gue gak tahan lagi, pengen gue jambak aja itu rambut jagungnya! Kali ini biar gue yang maju buat lo, Ra!” Ucap Sheina berapi-api.

“Pulang yuk, gue capek.” Ajak Nara.

“Ya iyalah, gimana gak capek. Lo tuh.....” bla bla bla Sheina masih saja ngedumel.

“Gue nebeng ya? Tadi pagi bareng Papa soalnya.”

“Iya iya.”

Entah dewi fortuna sedang mendukung siapa, tiba-tiba dilihatnya Sava sedang berjalan berlawanan arah dengan mereka. Masih dengan wajah polos nan lugu, ia menyapa Nara.

“Hai Ra, emm.... Shein.”

Nara menyeringai, menatap muak wajah polos itu.

“Masih berani lo, sok lugu di depan gue?” Tanya Nara dengan tatapan tajamnya.

ANTAGONIS | [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang