Begadang

1.1K 141 15
                                    

KOMEN "NEXT OR LANJUT" BAKALAN GUE APUS.

HAPPY READING...

VOTE 140++ LANGSUNG UPDATE KEMBALI.

🌺🌺🌺🌺🌺

Jam beruang di mejanya sudah meunjukkan angka sebelas malam, tetapi tidak melarutkan semangat gadis cantik itu untuk setia memandang smarthponenya.
Siapa gadis cantik itu? Kalian sudah tahu pasti jawabannya. Siapa lagi kalau bukan gadis yang akrab disapa Quin.

Sedari tadi Quin terus memandang foto sang pacar yang sampai detik ini belum mengabarinya.
Quin memandang foto Al yang dijadikan profil WhatsAppnya, sesekali mengecek apakah pacarnya itu sudah membuka WhatsAppnya.
Nyatanya sampai detik ini Al belum membalas pesannya, jangankan membalas, ditelfonpun tidak diangkat. Layar WhatsAppnya menunjukkan bahwa laki-laki itu aktif jam sembilan pagi tadi.

Mata Quin seketika membulat, melihat keterangan online yang ada di layar ponselnya. Secepat kilat Quin langsung menekan tombol telfon untuk menghubungi pacarnya.
Tepat panggilang pertamanya langsung terangkat, seketika senyum terbit di bibir mungil itu.

"Kak Al,..." suara Quin berubah gugup dan takut-takut.

"Tidur Quin, sudah hampir jam dua belas malam ini," Quin cemberut mendengar balasan dingin yang keluar dari bibir laki-laki di sebrang sana.

"Maaf,..." suara Quin terdengar lirih, membuat Al yang berada di tempatnya menghela nafasnya. Al yakin, sebentar lagi gadisnya akan menangis.

"Kenapa minta maaf?" intonasi itu masi terdengar dingin, dan mengerikan menurut Quin.

"Udah buat kakak sebel, dan bete, sampe kakak bolos sekolah."

Althaf menghela nafasnya entah untuk kali yang keberapa. Ia juga bingung, mau melampiaskan amarahnya pada siapa, tidak mungkin kekasihnya yang menjadi sasaran amarahnya terus menerus, padahal bukan Quin penyebabnya.

Inilah sifat Althaf yang harus kalian ketahui.
Walaupun ia dikenal dengan laki-laki dingin, dan tidak perduli dengan sekelilingnya. Tapi, percayalah, jika ia sudah sayang terhadap seseorang, maka akan ia lindungi, sekuat apapun yang ia bisa. Termaksud keluarganya, ia tidak ingin melihat bunda dan kakak perempuannya terluka, dan disini ia yang harus menjalani peran sebagai sosok laki-laki pelindung bagi kedua perempuannya, walaupun ia yakin, ayahnya juga akan berbuat hal yang sama, namun, berbeda dengan ayah, Al lebih bisa mengekspresikan kemarahannya secara langsung, dan didepan orangnya, tetapi kalau ayah hanya diam, maksudnya diam-diam menusuk. Terbukti, ayah sudah memberikan kesempatan terakhirnya kepada Fahri, jika laki-laki itu masih mengecewakan gadisnya, tetapi Al, tidak ada kesempatan terakhir lagi, karena dialah yang memergokinya secara langsung.

"Tidurlah,... besok kita bicarakan lagi," Al masih belum berniat membalas.

"Tapi,..

"Tidur Quin! Kamu mau merusak mood saya lagi?"

"Hiks,.. hiks,.." benarkan, suara tangisan itu terdengar. "Kenapa kaka semarah itu, aku kan Cuma mau bantu Kak Celi. Kakak engga bisa larang ini itu sama Kak Celi dan Kak Fahri. Kalau kakak melakukan hal yang sama dengan kak Fahri gimana? Kakak mau, engga aku maafin?"

Althaf terdiam sejenak,...
"Quin, kakak benar-benar sedang tidak ingin membahasnya malam ini, lebih baik kamu pejamkan matamu dan tertidur. Besok kita bicara, kakak akan jemput kamu."

"Engga usah! Aku engga mau ketemu kakak besok!" suara Quin berubah ketus.

"Terserah kamu Quinturay, intinya besok kakak jemput kamu, dan kita sama-sama berangkat ke sekolah."

Althafandra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang