"Turun, Lan."
Sepasang mata bulat Milan menyipit. Melempar tatapan tajam pada Liam yang menatapnya dari kaca spion kiri.
"Ngapain sih ke sini?" kesal Milan turun dari motor sembari melepas helm. Mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
Alih-alih langsung menjawab, Liam malah dengan santai membuka helmnya. Lalu membungkuk di depan kaca spion dan menata surai legamnya agar terlihat berantakan.
Sok kegantengan!
"Gue mau beli kado buat Lana. Dia ultah bes--"
Kalimat Liam terputus lantaran lawan bicaranya sudah lebih dulu melengos pergi. Tersenyum geli, ia pun berjalan cepat mengejar langkah Milan.
Seharusnya, siang ini mereka mengantarkan proposal lagi ke calon sponsor. Bahkan mereka sudah tiba di kantornya. Bagian menyebalkannya adalah, mereka baru diberitahu jika yang ingin mereka temui mendadak ada urusan di luar. Dan sekretarisnya meminta mereka datang lagi besok.
Kesal tentu saja. Terutama Milan. Mood cewek itu langsung terjun bebas. Tapi mau bagaimana lagi. Itulah resiko yang harus mereka telan.
Sambil menyelam minum air, Liam pun memanfaatkan keadaan. Kantor calon sponsor mereka kebetulan berdekatan dengan Pondok Indah Mall. Sehingga di sinilah mereka sekarang. Berjalan bersisihan melintasi lantai satu PIM.
Sepuluh menit mereka berkeliling tidak tentu arah lantaran Liam kebingungan memberikan kado apa untuk adiknya. Sampai akhirnya, mereka memasuki toko buku. Atas inisiatif Milan yang lelah berkeliling.
Menurutnya, semakin cepat mendapatkan kado yang diinginkan Liam, makan semakin cepat pula mereka bisa pulang. Milan jadi tidak perlu tejebak lebih lama lagi dengan kadal satu ini. Karena sugguh, mall ini menyimpan banyak nostalgia. Tentang mereka yang sempat sedekat nadi sebelum menjadi sejauh matahari.
Sebab, mall ini adalah tempat kencan pertama mereka setelah resmi berpacaran dulu.
Milan tidak bisa menahan serbuan bayangan masa lalu. Dan sumpah, Milan tidak sudi mengingat-ingat lagi.
"Udah kan?" ujar Milan merujuk pada kantung belajaan Liam sesaat setelah mereka keluar dari toko buku. "Kalau git--"
"Belum, Lan. Gue mau main bentar ke timezone."
Sepasang mata Milan langsung mendelik. "Gak usah aneh-aneh deh! Gue mau langsung pulang."
Seakan tuli, Liam dengan lancang menggenggam tangan Milan dan membawa cewek itu berjalan menuju tempat yang dia mau.
Milan jelas memberontak dengan mencoba melepas paksa genggaman tangan Liam yang berdampak buruk pada jantungnya.
Tapi sia-sia. Milan tidak berhasil lepas dari Liam dan niatnya ingin melarik diri tinggal angan-angan. Malah dengan tanpa dosa cowok kadal itu merangkul bahu Milan. Membuat mata Milan melotot.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy My Ex! [COMPLETED]✔
Roman pour AdolescentsMilan adalah spesies cewek yang pernah ditinggal pacar waktu lagi sayang-sayangnya. Sampai bikin Milan benci setengah mampus pada sang mantan kampret itu. Parahnya, Milan jadi benci pada semua cowok sok cakep yang suka tebar pesona. Hih! Buaya buntu...