Perempuan bersurai dark brown yang di-highlight warna keemasan itu berdiri mamatut diri di depan cermin. Dress warna biru pucat dengan potongan sederhana, tapi terlihat elegan itu memeluk sempurna tubuh perempuan itu. Membuat seulas senyum merekah di bibir ranumnya.
Menarik dan mengembuskan napas, perempuan itu keluar perlahan dari kamar pas. Mandadak ia berdebar. Apalagi saat semua pasang mata yang berada di butik itu menoleh padanya. Menjadikannya pusat atensi dengan binar berpendar dalam mata.
"Milan ... lo cantik banget," ujar seseorang dari sisi kiri. Milan pun menoleh. Lantas mendapati Loveley yang matanya mengerjap berkali-kali juga tak henti menatap Milan dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Makin klepek-klepek deh kesayangan lo, Lan." Anet ikut menyahut. Perut buncitnya membuat perempuan yang tahun lalu menikah itu kesulitan bergerak. Dan lebih banyak duduk sejak mereka tiba tadi.
Dari mereka berlima, Anet adalah yang pertama kali menikah. Di umur dua puluh tiga tahun! Anet memang suka begitu, diam-diam lalu tiba-tiba sebar undangan.
"Mimil makin dewasa auranya makin kelihatan beda ya."
Milan terkekeh. "Sejak kapan coba lo jadi ahli baca aura, Nin."
Tirai di samping Milan tersibak. Menampilkan sosok Indri dengan gaun panjang warna putih gading yang terlihat sangat indah membalut tubuhnya. Dia keluar dari kamar pas dengan dibantu perancang pakaian yang mereka berlima kenakan.
Pujian meluncur dari Milan, Lovely, Nina, dan Anet. Indri tersipu lalu balas memuji mereka. "Mendadak gue insecure deh lihat bridesmaid gue pada cantik-cantik semua."
"Aneh deh lo, Ndri. Cantikkan dan menakjubkan elo kali. Apalagi di mata Nino tuh. Gue yakin, abis ijab langsung dikamarin lo."
Semua mata melotot pada Lovely si princess wanna be yang suka sekali bicara tanpa difilter dahulu.
Lovely santai saja. Mengedikkam bahu acuh tak acuh.
Setelahnya kelima sahabat itu sibuk berfoto. Membuat formasi di mana Indri berada di tengah-tengah. Calon pengantin itu tersenyum paling bahagia.
Minggu depan adalah hari pernikahan Indri dengan Nino. Iya, tujuh tahun bersama, hubungan mereka berlanjut hingga jenjang pernikahan. Milan menjadi saksi hidup sepak terjang hubungan keduanya. Dan bagi Milan, sejoli itu pantas mendapatkan ini semua.
Lalu deringan telpon Milan membuat sesi berfoto mereka terinterupsi. Dengan miringis, Milan berjalan meraih tasnya yang tergeletak di atas sofa. Ditariknya ponsel keluar, dan mencebik kala sebuah nama terpampang di dalam layar tipis tersebut.
"Hal--"
"...."
"Ya gimana gak diem aja kalau kamu nyerocos mulu."
"...."
"Gak usah jemput di butik. Kami habis ini mau ngopi-ngopi cantik dulu."
Wajah cemberut Milan berubah berbinar dan tawanya terdengar mendengar balasan si penelpon.
Lima menit kemudian, acara telponannya selesai. Milan berbalik hendak menaruh ponsel ke dalam tas. Namun tatapan-tatapan maha jahil para sahabatnya membuat Milan melengos. "Iya tahu gue cantik, tapi gak usah segitunya ngelihatin gue."
"Liam ya, Lan?"
"Hmm."
"Masih betah tanpa status?"
"Gak dosa 'kan?"
"Iya tapi kalau tiba-tiba Liam digondol cewek lain yang lebih aduhai gimana?"
"Liam bukan kucing kali pakai digondol-gondol segala." Milan duduk bersandar di sofa. "Lagian, banyak hal yang udah kami lewatin sama-sama. Dan itu, gak mudah. Gue tahu Liam gimana dan gue bersyukur kita bisa sampai di titik ini. Mungkin ini absurd banget buat kalian. Tapi gue sama Liam nyaman kok. Kita saling cinta. Adanya status pacaran gak menjamin kedua belah pihaknya sama-sama cinta. Jadi daripada buang-bunag waktu buat hubungan yang belum jelas berhasil, mending gini aja dulu. Kalau jodoh gak akan ke mana."
"Girls, gini ya, inti dari perkataan Milan yang panjang lebar barusan adalah, Milan gak mau pacar-pacaran. Dia maunya langsung nikah aja sama Liam. Jadi lo pada siap-siap aja nerima undangan dari dia. Oke?"
Di saat keempat sahabatnya sibuk menebak-nebak kapan rupanya Milan akan menebar undangan--yang entah akan terjadi atau tidak. Milan justru mengalihkan tatapan pada kesibukan jalan yang terlihat dari bslik kaca jendela butik yang lebar. Tatapannya menerawang jauh.
Kelabat hari-harinya dengan Liam empat tahun lalu membayang dalam kepala. Membuat Milan tanpa sadar hanyut dalam ingatan masa lalu.
Memutar ulang seluruh kenangan.
○○○○○○○○○○○○
T A M A T
○○○○○○○○○○○○
Pekanbaru
30 Juni 2020
Dengan ini, cerita MEME resmi selesai ya. Maaf kalau gak sesuai ekspektasi kalian. Dan makasih bagi yang menikmati ke-absurd-an Milan, Liam dan kawan-kawan.Tapi....
Di part 12 aku bilang bakal ada kejutan buat kalian kan ya. Nah, jadi aku punya rencana buat SEQUEL cerita ini. Hahaha sengaja di-capslock biar yang kebiasaan gak baca AN keliatan dikit wkwk.
Jalan ceritanya udah ada di kepala. Premisnya juga. Tinggal nyusun karakternya (karena pas nulis MEME aku gak buatin karakter tokoh-tokohku. Murni improvisasi aja😂) habis itu buat outline. Dan yeah, kalau gak ada kendala langsung eksekusi.
Jadi, selama itu jangan hapus dulu yaw MEME dari library kalian. Buat info-info selanjutnya.
Dijamin bakal lebih seru. Memangnya kalian gak penasaran gimana lanjutan hubungan Milan-Liam?
Oke deh. Itu aja. Kebanyakan ngebacot kalian malah enek wkwk.
Bubayyy
See u when i see u
Jangan lupa mampir ke cerita-cerita aku yang lainnya ya.
Sayang kalian💙💙
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy My Ex! [COMPLETED]✔
Fiksi RemajaMilan adalah spesies cewek yang pernah ditinggal pacar waktu lagi sayang-sayangnya. Sampai bikin Milan benci setengah mampus pada sang mantan kampret itu. Parahnya, Milan jadi benci pada semua cowok sok cakep yang suka tebar pesona. Hih! Buaya buntu...