1.2

3.1K 332 55
                                    

"Kau suka tempat ini?"

Jeongin yang tengah memejamkan kedua matanya menoleh ke belakang. Tatapannya tak lepas dari sosok pria berpakaian rapih itu, jas putih dan dasi kupu-kupunya terlihat sangat serasi dengan wajah tampannya.

Terang saja dia mengangguk, tidak berusaha menolak perkataan sang pria. Karena demi apapun Jeongin sangat menyukai tempat ini. Hamparan hijau savana yang begitu luas dengan beberapa pohon rindang berjarak belasan meter sungguh cocok digunakan sebagai tempat berteduh. Jeongin bahkan duduk di bawah salah satunya.

"Anda siapa? ㅡeh?!" Si manis terkejut, dia bisa berbicara dengan lancar? Padahal seingatnya untuk mengucapkan terimakasih pun butuh usaha ekstra.

"Jangan kaget begitu. Disini, kau bisa menjadi dan melakukan apapun." Sang pria mengambil tempat disamping Jeongin. Mata gelapnya menatap lurus jauh kedepan.

"Aku masih heran, sebenarnya ini dimana?"

"Kalau kujelaskan sekalipun kau tidak akan percaya." pria itu terkekeh.

"Um." Jeongin menggumam. Tak tahu harus berbicara apa.

"Tinggallah disini." Ujar pria itu lembut, tangannya yang besar meraih tangan kecil Jeongin. Senyumnya menenangkan sampai membuat Jeongin nyaris terlena.

"Tapiㅡtapi Jane mungkin akan mencariku."

"Ah," Raut pria itu terlihat sendu untuk sepersekian detik, "Kau benar, masih ada yang mengharapkanmu kembali. Kalau begitu pulanglah."

"Pulang? Bagaimana? aku bahkan tidak mengenal tempat ini."

"Cukup pejamkan matamu."

Yang lebih kecil patuh. Kedua kelopaknya terpejam lembut.

"Sampai bertemu lagi, Jeongin. Mungkin memang belum saatnya aku membawamu untuk pulang ke rumah."

Bersamaan dengan selesainya kalimat pria itu, Jeongin dapat merasakan udara yang sejuk menerpa kulit wajahnya. Lama-kelamaan udara itu berubah menjadi hangat.






Dan Jeongin membuka mata.





Ada cahaya putih yang menyilaukan.







Sakit sekali, sampai-sampai dia harus menghalau cahaya itu dengan lengan kurusnya.










".....ngin."



"Jeongin..."







"Oh! Astaga! Jeongin! Kau sadar!"





"Akh," Jeongin mengerang pelan saat tubuh kecilnya dipeluk erat oleh sosok wanita. Pandangannya blur, jadi Jeongin tidak tau pasti itu siapa. Namun kalau ditilik dari suaranya, Jeongin 100℅ yakin itu adalah Jane.

"Kukira kau tidak akan selamat! Astaga, Terimakasih banyak Tuhan."

Ocehan-ocehan panjang yang keluar dari mulut Jane tidak Jeongin hiraukan. Matanya yang mulai terbiasa akan cahaya mulai menelisik ke sekeliling ruangan.



Dia sedang berada di rumah sakit.



"J-Jane?" Jeongin menghentikan ucapannya. Baru berbicara sedikit saja tapi lehernya sudah terasa sakit. Perlahan jemari panjangnya meraba daerah leher. Permukaan kasar kasa cukup membuat Jeongin paham akan situasi. Jeongin ingat sekarang. Dia tidak jadi mati di tangan Bangchan.

huh? Bagaimana bisa?

"Sepertinya dia butuh minum."

"Ah, anda benar."

despacito | chanjeong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang