1.7

4.1K 331 28
                                    

Pagi itu Chan terbangun dan tidak menemukan Jeongin disisinya. Berpikir bahwa si kecil itu tidak akan berani melarikan diri, maka Chan memutuskan mengambil beberapa waktu untuk mandi.

Setelah itu Chan turun kedapur, namun tidak juga menemukan tanda-tanda kehidupan. Merasa perutnya keroncongan Chan memilih untuk duduk sendirian dan mulai menyantap makanannya dengan tenang. Hidangan rumahan yang terasa sangat enak dilidahnya sungguh berbeda dengan roti selai yang nyaris setiap hari pria itu konsumsi untuk sarapan. Andaikan jika bisa Chan ingin meninggalkan pekerjaan dan hiruk pikuk kota guna kembali ke desa. Dia suka suasana tenangnya.

Kurang dari setengah jam Chan sudah selesai menyantap makanannya. Pria tampan itu berjalan santai menyusuri isi rumah, berharap bahwa mungkin dia bisa menemukan seseorang disana. Sampai akhirnya tungkainya membawa Chan ke halaman belakang.

Masih sama seperti dulu, halaman belakang rumahnya luas dan dipagar tinggi dengan kayu untuk menghindari hewan-hewan asing masuk. Banyak tanaman sayuran di sisi kanan, sementara sisi kirinya ditanami tumbuhan buah.

Dari kejauhan Chan bisa melihat Jeongin dan ibunya tengah sibuk memanen buah apel. Si kecil terlihat lucu karena tenggelam dalam balutan kemeja berwarna hitam kebesaran dan celana pendek selutut, sementara kepalanya ditutupi oleh topi kain betepian lebar.

Memutuskan untuk menyusul, Chan menggunakan sandalnya dan mulai berjalan mendatangi dua sosok diujung sana.

"Chanie, sudah bangun?" ibu Chan tersenyum ramah, diikuti oleh Jeongin yang sedikit terkejut karena tidak menyadari kehadiran Chan dibelakang mereka.

"Ya. Kalian tidak membangunkanku."

"K-kakak tidur.. s-sangat nyenyak. Jeongin t-tidak mau.. membangunkan k-kak Chan." gumam si kecil seraya mendekap semakin erat keranjang mini berisi apel di dadanya.

"Jeongin benar, kamu pasti kelelahan. Sudah sarapan belum?"

"Sudah. Makanan ibu yang terbaik."

Wanita paruh baya itu tertawa kecil, "Kalau begitu ayo masuk. Kalian bisa kembali duluan karena ibu masih harus memanen beberapa sayuran. Jeongin taruh apelnya di kulkas ya. Dan kalau ingin dimakan, jangan lupa dicuci terlebih dahulu."

"I-iya ibu."

Jeongin mengekori Chan masuk ke dalam rumah. Bahkan saat sampai ke dapur Chan masih tidak juga membuka suara. Si kecil takut Chan marah karena dia tidak membangunkannya.

"D-daddy Chris." jemari lentik Jeongin menarik pelan ujung kemeja sang dominan setelah sebelumnya keranjang apel dan topi yang dia bawa sudah dia letakkan di meja.

"Kenapa?"

"A-apa D-Dad marah?"

Chan menyeringit heran, "Untuk?"

"Anu.. um.. k-karena tidak membangunkan D-Daddy?"

Yang lebih tua nyaris meledakkan tawa melihat bagaimana khawatirnya wajah milik Jeongin. Sepertinya anak itu sudah terbiasa untuk selalu menjadi penakut dihadapan Bangchan.

"Konyol sekali." Ujar Chan seraya melepas pegangan Jeongin pada pakaiannya. Pria itu malah mengambil keranjang berisi apel dan mulai mencuci isinya satu persatu di wastafel.

"J-Jadi Dad tidak m-marah?" tanya si kecil kembali seraya menyusul Chan.

Ketika yang lebih tua menoleh kesamping, pandangan keduanya tepat berhadapan. Wajah bersih dan putih si manis terpampang jelas dengan sedikit mendongak karena badan Chan yang lebih tinggi. Mendadak dunia pria itu seakan berhenti hanya untuk dirinya. Bagaimana mungkin kedua permata cantik berwarna hitam itu bisa terlihat sangat memikat? Chan jelas baru menyadarinya sekarang.

despacito | chanjeong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang