1.O

3.3K 348 27
                                    

Bangchan terbangun dengan rasa pegal di punggung. Tertidur sambil duduk jelas bukanlah hal yang bagus, terlebih jika sebenarnya tubuhnya butuh kasur empuk untuk merilekskan badan. Sayang rasa lelah dan sedikit pusing di kepala membuat dia mengabaikan apapun tempatnya, dia hanya butuh memejamkan mata.

Pria tampan itu mengerang, lalu mengecek jam tangan yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Rasanya ada yang aneh. Tubuhnya menghangat dan terasa berat. Dia mengalihkan pandangan hingga berakhir menemukan sosok kecil tengah bergelung nyaman di dadanya.

Jeongin ternyata. Bagaimana dia bisa berakhir dengan tertidur di dada Bangchan? Dikiranya Bangchan itu kasur?

"Jeongin," Chan menepuk pipi Jeongin cukup keras hingga pada tepukan ke tiga si kecil terbangun dengan menampilkan raut kaget.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya dingin. Manik mata tajam menusuk seakan siap melubangi dan menembus tubuh kecil di depannya.

"D-dad," Balasan hanya berupa gumaman kecil. Jeongin takut untuk menjawab karena memang dia yang salah. Kalau sampai berani jujur mengutarakan alasannya, mungkin saja Bangchan akan menghukumnya dengan tidak main-main.

"Kau berlaku seenaknya lagi huh? Apa kau merindukan hukuman dariku?"

Si kecil menggeleng ribut dengan tubuh bergetar. Pelan-pelan tubuhnya bergeser menjauh.

"Berhenti disitu. Aku tidak memerintahkanmu untuk menjauh."

Tapi Jeongin masih bersikukuh, badannya semakin bergerak mundur hingga kini tersisa celah diantara mereka berdua. Chan menggeram, dia maju dengan cepat. Tangannya mencengram erat kedua tangan kecil Jeongin dan menumbangkan tubuh itu kebawah, mengekungnya dengan tubuh besarnya sendiri.

"Hh-akh!" Suara cicitan itu terdengar. Rasa panas di punggung akibat bersentuhan dengan sofa membuat Jeongin harus menahan air mata. Lukanya belum benar-benar kering dan mungkin sekarang akan menjadi lebih buruk.

Manik matanya bergetar dengan lapisan kristal bening melingkupi nyaris menggenang. Air mata siap tumpah, pasrah ditatapi oleh mata tajam yang lain. Jarak tubuh mereka yang tak ada lagi membuatnya semakin merasa kecil. Belum lagi aura dominan yang menekan itu, membuatnya secara tak sadar pasrah dengan apapun yang akan Bangchan lakukan padanya.

"Aku punya banyak cara untuk menyiksa tubuh kecilmu. Jadi jangan berani-berani bertindak seenak hati. Kau pikir kau siapa huh?"

Air matanya lolos, jatuh kesamping dan menghilang di balik helaian rambut palsunya. Jeongin mati-matian menahan isakan karena ia tak mau membuat Bangchan semakin marah. Bibir bawah dia gigit sebagai pelampiasan, masa bodoh kalau lecet karena digigit terlalu kuat, Jeongin tidak tahu harus apa lagi.

"JAWAB! APA KAU BISU?!"

Teriakan itu membuat Jeongin terkaget. Matanya otomatis terpejam dan ia menolehkan wajah ke samping, tak ingin ditatap dengan pandangan mengerikan dan dingin seperti tadi. Isakan kecil akhirnya lolos dari bibir karena ia sudah tak mampu menahannya.

"hiks.."

"Aku ingin jawaban, bukan isakan sialanmu."

"Mmhh.." Jeongin menggumam pelan kala Bangchan mencengkram tangannya semakin kuat. Rasanya sakit.

"Mungkin aku akan membuat kau benar-benar bisu nanti. Tak ada gunanya berbicara dengan idiot, hanya membuang waktu."

Tubuh tegapnya menjauh, membiarkan Jeongin meringkuk seraya memegangi pergelangan tangan yang terasa sakit.

"Bersiap. 15 menit lagi kita akan berkunjung ke kediaman Junmyeon. Kau harus terlihat sempurna karena posisimu nanti adalah menjadi kekasih dari Christoper. Jangan mengecewakan atau kau akan menerima konsekuensinya."

despacito | chanjeong ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang