11. Cemburu?

120 18 16
                                    

Bel pulang kampus kini mulai berbunyi. Bintang yang sedang berada di dalam kelas terlihat tergesa-gesa dan terburu-buru. Tanpa pamit, ia segera meninggalkan ruang kelasnya meninggalkan kedua sahabatnya Rio dan Alan.

"Woy! Tang! Lu mau kemana?" Teriak Rio melihat Bintang yang mulai berdiri dari bangkunya dengan mengenakan tas di pundaknya.

Bintang tidak menghiraukan teriakan Rio dan cepat-cepat pergi dari kelasnya. Itu karena ia sudah berjanji kepada Bulan dan inilah kesempatan emas untuk Bintang dan ia tidak boleh sampai gagal.

"Kenapa lagi tuh anak?" Tanya Alan kepada Rio.

"Gw heran deh sama tuh anak. Apa dia kesambet yha pas waktu kemaren di Club?" Candaan Rio melihat kelakuan sahabatnya.

"Azab menggoda tante-tante di club." Tukas Alan seperti orang paling polos sedunia.

Plaaakk

Pukulan kecil tangan Rio tepat mendarat di belakang kepala Alan.
"Nggacok lu"

"Lah kan bener, dia abis main ama si tante cantik itu. Eh, malah dia tinggalin gitu aja. Nggak tanggungjawab banget dia."

"Dah lah, capek gua ngomong Ama lu kan." Rio segera berdiri dan menyangklung tasnya meninggalkan Alan yang terus mengoceh.

"Ehh, tungguin gw woy. Jangan tinggalin gw dulu. Gw aduin ke emak lu ntar. Bangsat! Anying! Tungguin!" Alan segera memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan segera berlari menyusul Rio yang kini mulai menjauh dan keluar dari ruang kelas.

.

.

.

.

.

Di dalam ruang rawat Bulan sedang berbincang dengan Arka. Arka sudah hampir lama menemani Bulan di sana. Ini karena kemauan Arka sendiri dengan alasan ingin mengajarinya pelajaran di kelas tadi pagi. Bulan yang tahu niat baik Arka ini dengan semangat menyetujuinya. Dan semenjak istirahat di kampus usai, Bulan sudah membuka buku bukunya dan mempelajari materi-materi yang di ajarkan dosen tadi pagi.

"Bagaimana sudah mengerti kan?" Tanya Arka.

"Udah dong, ini mah mudah bagi Bulan."

"Hah, cepet amat lu bisanya. Padahal ini termaksud pelajaran yang susah lho." Heran Arka.

"Ngga tau ngalir gitu aja di otak Bulan."

"Lu ada keturunan Albert Einstein ya?"

"Hah? Ngaco lu ka."

"Hahaha, kali aja ada. Abis lu pinter amat sih jadi anak."

"Ya bersyukur dong."

Candaan mereka berdua terdengar hingga ke luar ruangan. Bintang yang sedari tadi ternyata berdiri diluar pintu ruangan itu mendengar semua obrolan mereka. Bintang ingin segera masuk menemui Bulan, tapi tidak tau kenapa dadanya terasa sesak melihat Bulan yang asyik dengan orang lain. Entah apa yang di rasakan oleh Bintang sekarang. Ia tidak tau perasaan apakah ini dan Bintang tidak inggin merusak suasananya di dalam.

"Kalau yang ini lu bisa ngga coba?" Tantang Arka pada Bulan.

"Ini mah anatomi, Bulan udah hafal di luar kepala."

"Dihh, sombong kali kau." Sindir Arka sembari tangannya mengusap kepala Bulan. Ia sangat gemas melihat tingkah Bulan dari tadi.

Dari luar Bintang melihat kejadian itu. Tubuh bintang mendadak kaku dan kepalanya terasa panas seketika. Tangannya mengepal dengan erat. Entah ada apa dengannya. Dengan cepat ia segera memegang gagang pintu di depannya dan membukanya dengan penuh emosi.

Bintang dan BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang