8. Insiden di jalanan

119 21 7
                                    


Bintang tersentak seketika. Bagaimana Rio bisa tau perasaan yang ia alami saat ini. Ia merasakan hal itu sedari tadi pertama ia bertemu dengan Bulan anak baru itu. Apakah benar yang Rio katakan bahwa ia menyukai si Bulan?

"Dih, ngaco lu. Mana mungkin gw suka ama tuh anak. Bukan tipe gw kali."

"Yakin? Buruan gih lu deketin tuh orang. Ntar keburu di rebut ama orang lain. Jaman gini mah siapa cepat dia yang dapat. Kalo lu sia-siain kesempatan ini, lu bakalan nyesel seumur hidup." Sahut Alan mendengar perkataan Bintang.

"Hahaha, sekarang juga udah jaman taneman makan pager. Ntar kalo udah deketin dia ati-ati aja. Terkadang temen juga suka ngembat milik temennya sendiri."

Bintang membeku seketika dan kini pikirannya menuju kemana-mana. Ia bingung harus bagaimana. Ternyata tidak mudah menutupi isi hatinya di depan kedua sahabatnya ini.

"Hmm..."

Bintang hanya menganggukkan kepalanya kedepan sebagai tanda mengiyakan perkataan kedua temannya itu.

"Nah gitu dong bos, kalo gitu kan kita jadi owh lihat lu. Hahahaha" jawab Rio sembari menepuk bahu Bintang.

Bintang mengambil botol kaca di depannya dan menuangkan kembali minuman di gelas kosongnya. Bintang kembali minum dan menghabiskan satu botol kaca penuh. Mereka asyik menikmati malam yang berlalu hingga tak menghiraukan usikkan dari sang waktu.

Sang waktu hanya bisa bejalan tanpa ada satu orang pun di dalam club yang menggiurkannya. Kini malam panjang telah berlalu dan hari pun mulai berganti. Sang waktu mengingatkan mereka kalau kini ia sudah menunjukkan tepat pukul 01.00 pagi. Tetapi suasana semakin menggila dan musik sangat kencang membuat tubuh tak henti terusik untuk mendekat.

"WOY, BESOK LU MAU IKUT EKSKUL APAAN?" teriak Rio karena suaranya merasa tersaingi oleh dentungan musik yang kencang.

"Gw tetep aja ikut pecinta alam" jawab Bintang pelan, karena kini kepalanya terasa mulai berat.

"APPPAAAAA?" teriak Rio tidak dapat menangkap ucapan Bintang.

"PECINTA ALAM TOLOL!!!" Bintang dengan emosi membentak Rio.

"Ya santuy, ngausah ngegas gitu nggapa?"

"Hmm..."

Selama di dalam club Alan hanyalah diam. Alan ikut ke club juga karena paksaan Bintang dan Rio. Jadi ini bukan kemauannya sendiri dan Alan di sana hanya minum 3 gelas kecil saja, tidak lebih dari itu. Alan memasang earphone yang ia bawa dan memainkan game di dalam ponselnya. Iya, yang pasti dengan volume yang keras Karena walaupun ia memakai earphone, Alan masih bisa mendengar dengan jelas musik di dalam club itu.

.

.

.

30 menit berlalu, kini sang waktu menunjukkan pukul 01.30. Alan melihat jam di handphonenya dan terkejut seketika.

"Njirr, mampus gw. Ntar apa kata emak gw" ucap Alan dengan nada cemas.

Alan segera melepaskan earphonenya dan melihat ke arah kedua sahabatnya. Alan kini melihat Bintang yang sudah tertidur dan Rio yang memegangi kepalanya sedari tadi karena merasa pusing.

"Woy, ayok balik. Besok kita ada kuliah pagi anjjriittt...!" Ucap Alan dengan nada sedikit meninggi.

"Hah? Apaan? Gua pusing banget nih" sahut Rio.

"Udah-udah, ayok pulang. Bisa abis di marain emak gw kalo sampe besok gua kalo nggak masuk kuliah. Lu mah enak ngekos." Sindir Alan kepada Rio.

"Iya iya, bawel lu kayak anak cewek tau nggak?"

Bintang dan BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang