5. Terlalu Santai
"Gue batal nikah sama Jesika."
"Urusannya sama gue?"
Ivan menggeleng. Teguk demi teguk menyertai tiap kalimat yang dia utarakan. "Gue hutang maaf sama lo."
"..."
"Untuk gosip yang beredar, juga untuk masa lalu."
Riv tersungging masam. "Masa lalu? Lo bicara seolah kita punya masa lalu."
"Punya." Ivan menyela tegas. "Kita punya, Riv. Meski berakhir karena kebrengsekan gue."
Riv tidak tahu apa yang sedang dialami Ivan. Namun-
"Gue tahu lo suka sama gue saat SMA." Ivan menuang lagi minuman beralkoholnya pada gelas. "Itu sebabnya gue berani deketin lo. Karena gue tau gue gak akan tertolak. Kita punya perasaan yang sama. Tapi begonya gue, karena termakan hasutan Jesika dan jauhin lo."
"Lo mau nikahin dia, Van. Gimana bisa lo bicara seolah dia adalah orang lain?"
"Gak. Dia bukan orang lain, dia calon istri gue, calon mantan. Tapi gue lagi bicara soal elo, kita. Gue selalu kepikiran atas kebrengsekan gue jaman dulu, tiap kali keinget, rasa bersalah gue juga makin gede." Ditatapnya Riv. "Sori, untuk kelakuan gue waktu itu."
Riv bersedekap. "Oke."
"Lo ... Maafin gue?"
"Yeah, lagian itu masa lalu, salah satu kenangan masa remaja yang gak penting-penting banget. Gue bahkan udah lupa."
"Ah ..." Ivan menurunkan pandangan, "begitu." Fokus memainkan gelas. Raut kecewa nampak jelas dari wajahnya. "Kalau gue-"
"Lo ngajak gue ketemu cuma mau bilang itu?" Riv menyela sebelum Ivan bicara lebih ngawur. "Duh, gue gak nyangka lo semelankolis ini, Van. Gini deh, elo tau persis kan, pertemuan kita ini, kalo sampe ada yang liat bakalan jadi gosip lagi? Mending elo tertibin deh tuh calon istri lo. Dia emang udah klarifikasi, tapi dia gak minta maaf ke gue dan masih suka nyindir-nyindir di stori. Gue gak paham. Seinget gue, gue gak pernah ngusik dia, bersinggungan aja gak pernah, kecuali pas sekolah. Sama lo? Ya baru kemaren aja itu ngobrol, sama sekarang ini-"
"Itu juga yang mau gue bahas." Ivan balas menyela. "Jesika ... punya sifat posesif berlebihan."
Melihat wajah keruh Ivan, Riv memilih bungkam.
"Semua yang udah Jesika tetapkan sebagai hak milik, akan dia perlakukan penuh kuasa, terutama gue. Ada alasan kenapa dulu gue terkesan mainin elo, Riv. Meski sebenarnya gue gak niat kayak gitu sama sekali." Ivan meneguk lagi minumannya. "Dulu, gue kena manipulasi dia. Dia benci dan iri sama elo, Riv. Dia manfaatin gue biar mainin lo dan bikin lo merasa menyedihkan sebagai cewek yang dicampakkan. Gue bego. Iya. Saat itu gue bego, gue nurut aja, gue kena hasut dan rayuan dia. Tapi makin hari, gue sadar makin gak bisa lepas. Dia ngiket gue kuat-kuat, didukung sama kuasa bokap dia atas keluarga gue, atas nama hutang budi.
"Sialnya, dia tau persis, kalo gue belum bisa lupain elo sampe sekarang. Padahal gue gak ada bilang dan nunjukin sama sekali." Ivan menggeleng gusar, menenggak alkohol dari botolnya langsung kali ini. "Dan gue salah, bego, karna kemaren gak bisa nahan diri. Seexcited itu gue, saat tau ada elo di kafe, liat gue perform."
Lalu pengakuan demi pengakuan pun terlontar bebas dari mulut Ivan yang kala itu mulai mabuk.
Riv menghela napas, menatap langit-langit kamar. Dia sudah berusaha mengenyahkan pertemuan tadi malam, tapi raut wajah Ivan yang penuh penyesalan, juga tatap teduhnya yang sama persis seperti dulu, membuat Riv mau tidak mau teringat lagi dan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Private Bodyguard
RomanceHidup Trivanya terlalu kosong melompong untuk ukuran seorang selebriti populer. Tidak punya minat, tidak tahu tujuan, dan tidak pernah bermasalah dengan siapa-siapa, bahkan haters sekalipun. Bagaimana mau bermasalah? Baca komen di medsosnya saja tid...