8. Kamu Sepercaya Itu?
Riv curi-curi lirik pada Ares yang menyetir dalam bungkam. Sedikit banyak berpikir dan menelaah tiap perkataan pria asing tadi. Tetiba Riv antusias oleh rasa penasaran.
Bener kan, gue bilang, batinnya. Polar gue itu misterius, keren, savage, bikin dugun-dugun. "Bukan lagi Papa Claude ini mah," celetuknya. "Tapi gabungan antara Urek Mazino dan Papa Claude. Hm." Lantas mengangguk mantap.
Ares yang semula tenggelam dalam bungkam, melirik heran. Riv sedang bermonolog. Bukan lagi hal aneh untuknya. Karena itu, Ares hanya geleng kepala. Emosinya sedikit reda. "Langsung pulang?"
"Ha? Oh," Riv mengangguk. "Iy-bentar." Diperiksanya ponsel yang berbunyi. Pesan masuk dari Peni. "Peni sibuk banget sih. Perjodohannya gak beres-beres! Heran! Apa cowoknya gak banget ya? Hmm-" Riv terus bermonolog, hingga balas-balasan pesan itu berakhir. "Anter ke apart gue aja deh," titahnya seraya memasukkan ponsel.
Ares seketika teringat dengan si penguntit di pantai tempo hari, juga penguntit penguntit lainnya di banyak tempat - yang sengaja tidak dia beritahukan pada Riv. "Gak ke rumah?"
Riv menggeleng. "Lagi males pulang ke sana."
Sebenarnya akan lebih aman jika Riv tinggal di rumah. Akan tetapi, Ares tahu betul bahwa dia tidak berhak mengatur. Maka tanpa berkata apa-apa lagi, dikemudikannya mobil itu ke apartemen Riv. Sebuah gedung tinggi menjulang di tengah metropolitan.
Tidak sampai setengah jam, mobil sampai di basemen. "Lo bawa ajalah mobilnya, besok subuh ke sini lagi, kan?" Riv melepas sabuk pengaman.
Ares turut melepas dan keluar bersamaan.
"Loh?"
"Gue antar sampai depan unit."
Riv menyipit, lalu menyeringai. "Aish Polar gue sweet banget sih." Kadang Riv heran sendiri. Kenapa dia seberani itu menggoda Ares yang notabene belum lama dikenal? Yeah, setidaknya tidak selama Peni yang sudah karatan menjadi kawan. Riv juga kadang berpikir, jangan-jangan Ares risih dengan kerandoman dan keisengannya?
Sembari melangkah dan naik menuju unitnya di lantai 25, Riv tenggelam dalam pikiran yang ngalor ngidul. Diliriknya tuan pengawal yang berdiri bersisian dalam lift yang hanya terisi mereka berdua itu. Lalu pertanyaan sarat kekepoan pun muncul tiba-tiba. "Hey, Polar?"
Ares menoleh padanya.
"Tadi musuh lo ya?"
"... Gue gak menganggapnya seperti itu."
"Kayaknya dia punya dendam kesumat sama lo."
Ares pandangi bayangan tubuh mereka yang terpantul dari bodi lift. Tidak berniat menjawab dan bingung juga harus menjawab apa. Sadar tidak ada tanda-tanda akan menjawab, Riv pun jadi mendengkus sebal. Namun tetap menghargai kebungkaman Ares dengan tidak memperpanjang tanya.
Lift berdenting dan terbuka tak lama kemudian. Riv keluar lebih dulu, diikuti Ares. Di lantai itu hanya terdapat dua unit berhadapan. Dan unit Riv berada di sebelah kiri dari lift.
"Mau masuk juga?" Riv tekan digit passcode tanpa mensensornya dari Ares. "Nanti gue bikinin akses buat lo, biar bisa masuk ke sini."
"Kamu sepercaya itu?"
"Ya?" Riv menoleh tak paham.
"Sepercaya itu, sama gue?" Ares menatapnya lurus-lurus, tanda betapa seriusnya tanya yang dia lontarkan.
"Percaya." Riv tersenyum pada Ares usai membuka pintu. "Lo kan temen gue, bukan cuma pengawal pribadi gue (?) Lo pasti jagain gue dalam segala keadaan. Ya kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Private Bodyguard
RomanceHidup Trivanya terlalu kosong melompong untuk ukuran seorang selebriti populer. Tidak punya minat, tidak tahu tujuan, dan tidak pernah bermasalah dengan siapa-siapa, bahkan haters sekalipun. Bagaimana mau bermasalah? Baca komen di medsosnya saja tid...