Day Paddach Siriphongton menatap gedung yang baru saja ia kunjungi. Terbesit di benaknya kalimat sang penguasa bisnis. Ia bingung. Sejak kepergian Karin, banyak pemilik saham yang menarik saham mereka dari perusahaan yang ia bina dari nol bersama ayah Karin, sahabat yang sangat ia sayangi. Bahkan, penawaran saham kepada orang-orang baru tidak berhasil. Padahal mereka sudah menekan harga seminim mungkin. Cukup banyak yang beranggapan bahwa Karin, tonggak penerus perusahaan telah tiada sehingga mereka menganggap masa depan perusahaan hanya tinggal nama belaka. Memang benar, Karin telah banyak memberi ide-ide brilian kepada perusahaan. Dan tentu saja ia ingin menyelamatkan perusahaan tersebut. Tapi, yang benar saja?
Ia hanya mencoba datang ketika mendapat pesan elektronik dari perusahaan besar tersebut bahwa mereka bersedia bekerja sama dengan beberapa kondisi yang disetujui. Dan hasil pertemuan mereka menyatakan bahwa ia cukup memenuhi satu kondisi saja. Hanya SATU, yaitu menikahkan anak semata wayangnya pada orang yang bahkan belum ia kenal.
...
Dentuman musik yang memekakkan telinga tidak membuat lautan manusia merasa risih. Malah, mereka semakin bersemangat meliukkan tubuhnya mengikuti dentuman musik. Seorang model papan atas masuk melalui pintu masuk khusus. Ia tidak mau dirinya terkena skandal aneh karena mengunjungi klub malam yang ramai bahkan pada hari biasa. Dimasukinya ruangan VIP dimana temannya berada. Di dalam ruangan, terlihat seorang pria tampan tengah menenggak habis minuman keras elit diikuti tuangan berikutnya dari seorang pelayan yang berada di samping.
"Astaga, Ohm! Sudah cukup minumnya." Teriaknya berniat melawan kuatnya musik
Sepasang mata tegas memicing tajam pada pemilik suara. Ia mengacak kecil rambutnya, kemudian duduk dengan tegak berkharisma, memancing perhatian beberapa lawan jenis yang sejak tadi ingin mengajaknya melewati malam bersama.
"Sejak kapan kau memulai peran sebagai ibuku, P'Earth?"
Earth Katsamonnat, model tersebut meneguk ludah, merasakan intimidasi yang kuat dari tatapan mematikan yang dilancarkan teman masa kecilnya.
Ohm Thitiwat Ritprasert. Putra tunggal dari keluarga Ritprasert, raja bisnis dari negeri gajah putih. Ketenarannya tidak kalah dari kedua orang tuanya. Dalam usia yang menginjak angka 25, kecerdasan dan kepiawaiannya dalam mengurus perusahaan telah diakui banyak pebisnis senior yang berkutat di bidang mereka masing-masing.
"Khun Ohm, bagaimana kalau kita pindah ruangan?" rengek seorang wanita dengan pakaian minim yang memberanikan diri menggoda, mengalungkan lengannya pada Ohm.
Dan dalam hitungan detik, wanita itu sudah terhempas kuat ke lantai. Teman-temannya menahan nafas, tak adayang bergeming untuk menolongnya. Tidak ada yang berani melakukannya.
"Apa kau kuberi izin untuk menyentuhku dengan tangan kotormu?"
Earth menghela nafas, berjalan menuju wanita tersebut, kemudian menariknya bangun dan mendorongnya ke arah pintu keluar.
"Ayo pulang, Ohm." Ajaknya, sebelum temannya menutup paksa klub malam tersebut.
...
Earth menatap temannya yang duduk di kursi penumpang belakang melalui kaca. Ia mengemudikan mobilnya menuju apartemen temannya. Ditatapnya wajah tampan Ohm Thitiwat yang dipenuhi guratan lelah. Sudah setengah tahun lamanya ia mendapati keadaan Ohm seperti ini. Sejak kepergian kekasihnya.
"Ploy..." erang Ohm dalam keadaannya yang sudah setengah sadar.
Earth kembali menghela nafas panjang. Ploy Narin. Entah apa yang merasuki wanita itu hingga pergi meninggalkan seorang pria yang menjadi pujaan semua orang. Bahkan banyak model dan artis lain yang jauh lebih cantik, pria maupun wanita, berbaris mengantri untuk menjadi kekasih seorang Ohm Thitiwat dan wanita itu malah menghilang dengan hanya meninggalkan sehelai surat berisi kalimat 'maaf dan selamat tinggal'. Sejak itu, Ohm menjadi seperti bukan dirinya. Ia menghabiskan seluruh waktu, mungkin untuk mengalihkan perhatiannya, dalam pekerjaan dan minuman keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated
FanfictionFluke hanya ingin membalas jasa pada kedua orang tua yang sudah mengadopsinya, pada orang tua kekasihnya yang telah bersama Tuhan. haruskah ia mengorbankan dirinya? Ohm lelah dengan paksaan kedua orang tuanya untuk menikah. ia masih sangat mencintai...