Chapter 10

898 107 23
                                    

Fluke tersenyum lega saat mendengar pintu apartemennya terbuka. Ia sudah hampir gila menunggu Ohm yang belum juga tiba di rumah tengah malam. Ohm belum juga sampai di rumah saat ia pulang setelah membantu manajernya mempersiapkan acara untuk melamar kekasihnya. Hal itu membuatnya cemas, berpikiran buruk bahwa Ohm benar-benar pergi menemui mantan kekasihnya.

"Kenapa belum tidur?"

Fluke terhenti saat ia melihat Ohm sedikit menjauh saat ia ingin menyentuhnya untuk membantu Ohm melepaskan jas kerjanya. Pertanyaan Ohm terasa dingin. Ia bahkan tidak mendapat kecupan kecil yang biasa Ohm lakukan. Ohm hanya berjalan lurus menuju kamar mereka, membuat Fluke mengikutinya bingung.

"P'Ohm."

Ohm terhenti saat ia tengah melepaskan kancing pada pegelangan kemejanya. Suara Fluke mengingatkannya pada kejadian yang ia lihat di depan restoran, dimana Fluke tersenyum bahagia saat melihat seorang pria memasangkan cincin di jarinya.

"Aku mandi sebentar. Kau istirahatlah dulu."

Ohm melirik kecil Fluke yang terus menatap punggungnya. Sesuatu di jari Fluke menyita perhatiannya. Cincin pernikahakan mereka. Jadi Fluke kembali menyembunyikan cincin itu?

Fluke terduduk lemas di atas tempat tidur saat pintu kamar mandi tertutup. Ohm bahkan tidak melihatnya sama sekali. Hatinya terasa diremat kuat. Air matanya keluar. Ia segera menyembunyikan diri di dalam selimut.

Semuanya berubah dalam sekejap sejak kehadiran wanita yang tadi pagi ia lihat.

Jadi P'Ohm masih mengharapkannya.

Ia menangis dalam diam, membiarkan bantalnya basah oleh air mata. Ia lelah. Tapi setidaknya ia mengerti. Cinta tak harus memiliki. Kejadian yang menimpa Karin telah memberinya pelajaran.

Dan ia memilih untuk diam, asalkan Ohm bahagia.

...

Ploy Narin duduk termenung di atas tempat tidurnya. Ia masih ingat bagaimana ia menjelaskan alasan kepergiannya pada Ohm tadi. Ia masih ingat bagaimana ia memeluk Ohm, meminta kasih sayang dan cintanya.

Ohm balas memeluknya tadi. Benar. Ohm tetap berusaha menenangkannya.

Tapi pelukannya tak lagi seperti dulu. Ploy menyadari itu. Bahkan saat Ohm menghindar ketika ia berniat memberikan kecupan pada bibirnya, Ploy tidak memaksa.

Ploy tahu seseorang telah menggantikan dirinya di hati Ohm Thitiwat.

Ohm bahkan tak peduli saat ia menangis meminta Ohm tinggal. Ohm hanya melihatnya, membelai kepalanya.

Aku harus pulang. Ia menungguku di rumah.

Air matanya turun tanpa henti mengingat jawaban Ohm, tak rela memberikan pria itu pada siapapun.

Ia masih sangat mencintai Ohm. Jika saja ia tidak pergi dulu, mungkin Ohm masih berada di sisinya, memeluknya dan menciuminya penuh cinta.

Aku akan melakukan apapun agar kau kembali padaku, Ohm. Kau adalah milikku. Selamanya adalah milikku. Kau telah berjanji untuk tidak pernah meninggalkanku.

...

Ohm menatap Fluke yang saat ini tengah tertidur lelap di sampingnya. Betapa ia ingin memeluk pria kecil itu saat ia pulang tadi, memanjakan dan menciumnya seperti biasa.

Kehadiran Ploy yang tiba-tiba sangat membuatnya kaget. Wanita itu masih seperti dulu. Wanita yang lembut, mudah menangis dengan masalah yang dihadapinya. Wanita yang masih terus bergantung padanya. Wanita yang dulu sangat ia cintai.

Dulu.

Ohm sadar, sejak bertemu Fluke Natouch, seorang Ploy perlahan telah menjadi masa lalu baginya.

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang