Pintu kamar rumah sakit itu terbuka dengan kuat. Helaan nafas terdengar tergesa, membuat dua orang di dalam ruangan menoleh kaget.
"Fluke?" panggil Ohm dan Earth bersamaan
Panggilan singkat itu membuat si pemilik nama terduduk lemas, merasa beban yang ada di hatinya terangkat seketika ketika mata indahnya bertemu dengan mata pria tampan yang sedari tadi memenuhi pikirannya.
Pria itu baik-baik saja. Bahkan tengah tertawa bersama Earth saat ia membuka pintu tadi. Tak terlihat luka atau apapun. Hanya bagian lengan yang sedikit diperban.
"Kau menyebalkan, Ohm Thitiwat!"
Fluke kemudian berdiri setelah sedikit berteriak dan keluar dari ruangan, menutup keras pintunya. Kao yang berada di dalam ruangan hanya diam melihat wajah kebingungan Ohm dan Earth.
"Apa aku melakukan kesalahan?" Tanya Ohm entah pada siapa.
"Ng.. Aku.. aku mengejar Fluke dulu." Kata Earth gugup, menyadari bahwa ada Kao di sini, lalu bergegas keluar dari ruangan.
Kao dan Ohm hanya saling memandang. Mereka bahkan tidak pernah bertutur sapa dan sekarang ditinggalkan oleh para perantara yang mereka kenal.
"Kalau kau baik-baik saja, aku permisi mencari Fluke dulu." Kata Kao
"Kau sepertinya sangat dekat dengan Fluke?"
"Eh?" Kao kaget mendengar pertanyaan itu, "Ya, dia sahabatku sejak masih sekolah."
"..."
"Kalau kau berpikir aku punya hubungan lebih dengan Fluke, kau harus membuang pikiran itu jauh-jauh. Kami hanya bersahabat." Lanjut Kao menjelaskan
"Hm.."
"Aku permisi."
"Tentang P'Earth..." ucap Ohm menghentikan langkah Kao, "Maaf, aku mencari tahu info tentangmu tanpa izin..."
...
Ohm pulang ke apartemennya setelah mendapatkan ceramah panjang dari kedua orang tuanya. Ia tetap memilih pulang walaupun rumah sakit memintanya untuk beristirahat semalam. Dengan alasan tidak ingin meninggalkan Fluke sendirian di rumah, ia berhasil membujuk ibunya yang memang sangat menyayangi dan bersikap posesif terhadap menantu kesayangannya.
Sekeliling apartemen gelap gulita, namun semuanya terlihat sudah rapi. Mungkin Fluke pulang dan melimpahkan kekesalannya dengan bersih-bersih. Teringat kebiasaan Fluke yang terkadang aneh membuatnya ingin tertawa. Perlahan ia berjalan ke dalam kamar yang juga terlihat gelap, hanya ada penerangan kecil berasal dari sinar bulan yang sedikit mengintip dari gorden jendela. Terlihat gundukan di atas tempat tidur yang membuat Ohm merasa lega. Setidaknya pria itu tidak kabur pulang ke rumah orang tuanya.
"Fluke."
Tak ada jawaban. Ohm baru tahu kalau Fluke-nya juga bisa merajuk seperti ini.
"Maaf aku membuatmu cemas."
"..."
"Kau masih marah padaku?"
Ohm bingung dengan sikap Fluke. Ia tidak menjawab apapun. Tetapi ia tahu, kata-katanya pagi ini memang agak kelewatan. Ia juga tau Fluke pasti marah tadi, merasa cemas karena insiden kebakaran yang ia alami.
"Aku minta maaf." Kata Ohm sambil naik ke atas kasur
Fluke membatu ketika ia merasakan sepasang tangan melingkar di pinggangnya. Wajahnya panas seketika dan bersyukur Ohm tidak menghidupkan lampu kamar atau pria itu pasti akan menyadarinya.
"Fluke.."
"A.. aku tidak marah."
Ohm tersenyum. Fluke akhirnya bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated
FanfictionFluke hanya ingin membalas jasa pada kedua orang tua yang sudah mengadopsinya, pada orang tua kekasihnya yang telah bersama Tuhan. haruskah ia mengorbankan dirinya? Ohm lelah dengan paksaan kedua orang tuanya untuk menikah. ia masih sangat mencintai...