Bullying ✔️

61.4K 4.5K 74
                                    

Halo semuanya, aku minta vote dan komen dari kalian ya. Sebagai dukungan untuk cerita ini 🥺
Terimakasih dan happy reading.

☘️☘️☘️

Track List Kalaya :
Melly Goeslow - Bunda

"Anjing!!"

"Lo pikir lo siapa sampai berani ngegodain Felix hah?" bentak Vivi, seorang kakak kelas yang diketahui Aya adalah seorang Ratu nya GHS, Garuda High School.

Bagaimana tidak dikatakan sebagai ratu sekolah, memiliki kekuasaan dari orang tua yang merupakan pemilik dari GHS sendiri. Arvia Caleste William. Berasal dari keluarga terpandang, terkenal kaya dan memiliki beberapa perusahaan yang tersebar di Indonesia.

Namun sayang, beribu sayang. Kekayaan, kekuasaan dan kecantikan yang dimiliki oleh ratu GHS ini tidak sejalan dengan sifat yang dimilikinya.
Hanya karena memiliki semuanya, Vivi haus akan segala yang harus ia miliki, tanpa terkecuali.

'Tidak ada yang tidak bisa gue kuasai dan gue miliki, selagi gue hidup dan gue kaya, kenapa ga gue nikmati?'
Prinsip Vivi yang sudah mendarah daging. Walaupun dengan jalan kekerasan, why not?

"Jawab! Jangan sok polos lo, munafik!"

"Gue udah denger dari semua anak-anak kalo lo udah gangguin Felix, pacar gue bangsat!"

Vivi semakin menjambak rambut Aya, dan membenturkannya ke pintu kayu kamar mandi yang memang pada saat itu sedang sepi.

Kepala Aya pusing, telinganya berdengung. Demi apapun sekarang pusing sudah menjalar di otak Aya.
Bukannya Aya tidak berani melawan Vivi, bisa saja Aya menjambak kembali rambut Vivi, namun seribu kali Aya mikir bahwa Aya ga akan bisa melawan orang yang memiliki kekuasaan. Toh pada kenyataannya uang bisa membuat semua orang tertunduk, bahkan hukum sekalipun. Dibanding seseorang yang tidak memiliki apa-apa seperti Aya.

Aya tidak mau mati sia-sia di tangan kekuasaan Vivi dan keluarganya. Tapi Aya juga tidak bisa terus-terusan dibully seperti ini.

Hanya karena Aya seorang PMR yang membantu mengobati tangan Felix yang lecet akibat terjatuh setelah bermain basket, Aya langsung dibully habis-habisan oleh Vivi dan teman-teman geng nya.

Felix Tyrion Fillan. Kakak kelas bagi Aya, seorang siswa tampan incaran semua murid GHS, hingga Vivi sekalipun sudah mengklaim Felix sebagai pacarnya.

Jujur, tidak ada niat sedikitpun di hati Aya untuk menggoda Felix, tapi hanya karena UKS sedang sepi, hanya ada Aya yang bertugas dan tiba-tiba dihampiri oleh Felix, timbullah fitnah yang tidak-tidak.

Jangan lupakan bahwa Aya adalah langganan bully teman-teman sekolahnya, terlebih dari Vivi dan geng nya. Mereka tau bahwa Aya adalah anak buangan sejak lahir, jadi Aya selalu diperlakukan dengan buruk oleh mereka.

Hingga sampai saat ini pun, Aya tidak memiliki teman. Mereka takut, jika mereka berteman dengan Aya, mereka juga akan kena getah bullyan juga.

Menurut mereka, lebih baik menjauhi Aya, daripada mereka berteman atau membela Aya, yang berujung mereka ikut dibully dan diasingkan.

"Aya ga ada godain kak Felix, kak. Aya hanya ngobatin kak Felix, cuma itu aja." Aya mencoba menjelaskan kepada Vivi dan geng nya, dengan pusing yang teramat sakit di kepala.

"Halah bohong lo anak haram! Ini peringatan dari gue, besok atau seterusnya kalo lo deketin Felix atau sok baik didepan dia, siap-siap lo keluar dari sekolah ini, dan bakal gue bikin lo mati pelan-pelan." Ancam Vivi sambil mencengkeram dagu Aya dengan kuku tajamnya, lalu dengan keras Vivi membenturkan kembali kepala Aya ke pintu kayu kamar mandi.

Setelah itu, Vivi dan geng keluar dari kamar mandi. Dengan sedikit menendang kaki Aya dan mengeluarkan kata-kata cacian seperti biasa.

Sakit. Kepala Aya sakit. Aya memegang kepalanya yang dibenturkan Vivi ke pintu. Pusingnya semakin menjadi-jadi. Aya mencoba diam dan mengontrol nafas. Mencoba menutup matanya dengan tangan kanan mencengkeram dada kirinya.

Sesak. Nafas Aya terengah-engah. Dengan mulut setengah terbuka, Aya mencoba bernafas dengan baik. Aya tidak mau menjadi manusia sesak nafas pada saat keadaan seperti ini.

Memang tidak ada riwayat Aya mengalami asma atau sesak nafas, tapi tetap saja, setiap menangis atau dalam keadaan mood yang kacau, Aya merasakan sesak dan sakit pada dada bagian kirinya.

"Tenang Aya, tenang. Kak Vivi sudah pergi, sekarang Aya sudah aman." Monolog Aya kepada dirinya sendiri. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa Aya memang kuat saat ini.

Beberapa menit setelah tenang, Aya membuka matanya perlahan dengan masih mencengkeram dada kirinya, dan menatap kosong ke lantai didepannya.

Tes.

Setetes darah turun dari hidungnya. Aya kaget dan langsung panik. Seumur-umur Aya belum pernah mimisan, terus kenapa sekarang tiba-tiba mimisan?

Karena memang Aya lagi di kamar mandi, Aya langsung berlari ke westafel dan mencuci darah yang terus mengalir deras dari hidungnya.

Oh pliss. Semakin Aya panik ketakutan, semakin banyak darah yang keluar. Belum dengan pusing yang menjalar, sepertinya kepala Aya ingin pecah saat ini juga.

Aya terduduk dengan tangan yang terus menahan hidung supaya darahnya tidak keluar. Tidak peduli bagaimana seragamnya yang mulai dibercaki oleh darah. Yang ada di fikiran Aya, hanya bagaimana darahnya berhenti lalu Aya akan langsung UKS.

Kalau seperti ini, tidak memungkinkan untuk lari ke UKS yang letaknya lumayan jauh di ujung bagian sekolah.

Beberapa saat tenang, Aya merasakan tidak ada darah yang keluar, tapi pusing masih terus terasa di kepalanya. Aya langsung mencuci hidung dan wajahnya yang tampak pucat.

Dengan kulit yang memang sudah putih, tentu sangat kontras dengan wajahnya yang sudah seperti mayat hidup dengan bibir yang tampak sedikit membiru.

Aya tersenyum pahit melihat pantulan wajah pucatnya di cermin westafel. Mencoba untuk ikhlas dengan keadaan yang dialaminya selama ini.

Perlahan, Aya menutup matanya dan berdoa dengan suara yang sangat pelan, nyaris tak terdengar.

"Tuhan, kuatkan Aya dengan batasan yang Engkau takdirkan. Tapi kalau seandainya Aya tidak kuat dengan batasan tersebut, izinkan Aya untuk nyerah."

Aya membuka matanya pelan dan menunduk. Betapa lemah Aya saat ini dan Aya tidak suka. Aya tidak suka jika sudah lemah dan ingin menyerah seperti ini, Aya tidak memikirkan masa depan lagi.

Bahu Aya bergetar pelan pertanda si empu sedang menangis. Aya mengusap air mata, dan berjalan keluar dari kamar mandi dengan sednrian. Sudahlah, Aya hanya perlu mengambil tas dan pulang.

Hanya rumah kecil peninggalan Bunda tempat persinggahan terakhir Aya setiap hari. Setidaknya ketika dirumah, obat pemenang yang sudah seperti teman bagi Aya, sudah menunggu.

Setidaknya, di rumah Aya bisa tenang, tidak ada yang mengganggunya.

Sungguh, Aya lelah hari ini.

☘️☘️☘️

Halo semuanya, aku minta vote dan komen dari kalian ya. Sebagai dukungan untuk cerita ini 🥺
Terimakasih dan happy reading.

Kalaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang