Aku pernah berharap pada salah satu ciptaan-Nya...
Menunggu dalam sebuah ketidak pastian, aku tahu langkahku salah namun aku tetap maju seakan tak takut sakit hati.
Seseorang pernah mengatakan padaku bahwa berharap pada ciptaan-Nya, tak akan pernah...
📌Akan terbit akhir bulan Februari 2021 Siapin tabungan ya buat ikutan PO!
* * * * *
Absen dulu dong, Raheel tanya, kalian dari kota mana aja sih? Kenalan dong 😁
Sedari awal caramu mencintaiku telah salah. Jadi jangan salahkan Dia yang pada akhirnya mematahkan semua harapanmu tentangku.
• Satria Ramdhani •
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Syifa mengendarai mobilnya menuju rumah Satria, pagi ini dia akan pergi bersama Satria untuk mengurus gedung pernikahan, dia dan Satria akan menikah satu bulan lagi karena tidak baik jika jarak khitbah dan pernikahan terlalu jauh.
Syifa percaya bahwa Satria tidak akan mengecewakannya, dia telah yakin seutuhnya karena di sini dia yang menjadi pemenang hati Satria.
Saat memasuki komplek perumahan Satria, dia memelankan laju mobilnya saat melihat sosok gadis yang tengah berjongkok di pinggir jalan sembari menangis.
Syifa mengamatinya baik-baik. “Raheel.”
Dia menepikan mobilnya dan berjalan ke arah Raheel, dia mendengar suara tangis yang sedikit tertahan serta mendengar nama Satria yang keluar dari bibir gadis itu.
Di balik tawa bahagia yang sedang Syifa rasakan bersama Satria, ada sosok yang sangat tersakiti.
Syifa bingung harus bagaimana, dia tidak tega melihat Raheel yang menangis di atas kebahagiaannya, tapi dia juga tidak mau melepas Satria begitu saja untuk Raheel, dia juga mencintai Satria.
Syifa menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan, berjalan lebih dekat menuju Raheel.
"Jangan menangisi dia yang bukan tercipta untukmu." Gadis itu mendongak menatapnya. Mata bulat itu mengeluarkan air mata dengan deras, menatap dengan tatapan yang seakan mengatakan bahwa dia sangat kecewa.
Syifa juga perempuan, dia memahami apa yang Raheel rasakan, dan dia harap. Kalimat tadi tidak menambah luka di hati Raheel.
“Maaf jika saya lancang mengatakan seperti tadi.” Syifa mundur beberapa langkah saat Raheel tiba-tiba berdiri.
“Saya juga perempuan, saya tahu apa yang kamu rasakan, tapi sebaiknya kamu memang harus melupakan Satria. Karena kami akan menikah,” lanjut Syifa. Raheel tersenyum getir sembari mengusap air matanya kasar.
"Gak usah di suruh pun gue bakal lupain Satria!" balas Raheel dengan tatapan tajam.
"Melupakan bukan hanya di bibir, tapi juga di hati!" sambung Syifa.