====Tiada Ruang====
MALAM INI
Istirahatkanlah hatimu yang selalu menunggu tanpa ada kejelasan, bukankah hatimu berhak bahagia untuk menerima semua yang membuatnya menjadi kebaikan?
~Tausiah CintaSudah terhitung satu bulan sejak kedatangan Mas Fakhri dan Sellia saat pulang dari Yunani. Sejak saat itu aku merasa sangat jauh darinya dan merasa seperti orang asing di sini. Seperti saat ini, di meja makan Mama dan Sellia sangat asyik berbagi cerita, Mas Fakhri juga sesekali menimpali, aku? aku hanya diam tanpa berniat nimbrung, lagi pula tak ada yang mengajakaku bicara bahkan suamiku sendiri juga acuh. Miris bukan?
Aku sendiri tak mengerti apa sebab yang membuat Mas Fakhri acuh seperti ini. Sejak kembalinya ia dari Yunani Mas Fakhri sama sekali tak pernah memiliki waktu untukku, waktunya selalu ia habiskan bersama Sellia, baik waktu sibuk maupun waktu senggangnya. Benar kata Rio rasanya 'sakit' . Setiap kali kuingin mendekati dan berbincang selalu saja ada halangan, entah itu karena pekerjaan Mas Fakhri, Sellia yang menghalangi kami ataupun Mama yang sengaja membuatku sibuk dengan urusan rumah. Aku baru tahu sesulit ini rasanya hanya untuk berbicara dengan suami sendiri.
Banyak hal yang ingin aku katakan terutama tentang ucapan Rio waktu itu, aku ingin menceritakan pada Mas Fakhri lalu memeluknya sebagai sandaran, aku ingin ia yang menenangkanku seperti yang selalu ia lakukan saat kuterpuruk akibat keguguran tiga tahun lalu. Namun, tak bisa, aku tak memiliki waktu untuk bersamanya, akhirnya aku hanya bisa memendam, bercerita pada rembulan dan membiarkan angin mendekapku dengan kesejukan malam.
Usai makan malam, Mama kembali ke kamar, Sellia dan Mas Fakhri menonton tv, sedangkan aku terjebak dengan tumpukan piring kotor di dapur. Sebenarnya aku sedikit heran tumben mereka bersantai nonton tv.
"Mas, mau aku buatkan kopi?" tawarku pada Mas Fakhri.
Sejenak Mas Fakhri menoleh ke arahku begitu Sellia yang bersandar di pundak Mas Fakhri, sebelah tangan Mas Fakhri melingkari pinggang Sellia, setengah memeluknya. Kedua terdiam. Harusnya aku tidak ke sini, melihat kemesraan mereka membuatku sakit, hatiku serasa diremas saat melihat pemandangan di hadapanku ini. Seharusnya aku langsung pergi saat tak ada tanggapan dari Mas Fakhri, tapi aku tidak bisa, kakiku tak mau beranjak dan melemas.
"Teh saja," ucap Mas Fakhri beberapa saat kemudian.
"Aku juga," seru Sellia bersemangat. Ia berusaha menatapku, namun karena kepalanya yang terhalang ceruk leher Mas Fakhri membuatnya secara tak langsung semakin merapatkan diri dengan Mas Fakhri.
Aku menaruh dua cangkir teh di meja, setelah aku langsung pergi, tak ingin menyiksa diriku lebih lama lagi.
"Terlalu manis, membuatku eneg." Ucapan Sellia terdengar begitu jelas karena aku baru lima langkah berjalan.
"Biar aku saja yang minum." Romantis sekali bukan. Aku sampai tak sanggup mendengarnya lagi. Tak ada ruang untukku di sini.
Dengan air mata yang bercucuran aku menaiki tangga dengan tergesa-gesa. Aku tak peduli jika nanti aku tersandung lalu tergelincir hingga ke bawah. Aku sangat bersyukur jika hal itu terjadi.
Astagfirullah!
Begitu sampai di kamar aku langsung mengunci pintu lalu terduduk di lantai, membiarkan tangisku menjadi pengisi suara di ruang kamar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiadakah Surga yang Lain?✔
SpiritualitéWanita itu .. mudah iba, mudah patah, mudah menangis. Hatinya dipenuhi kelembutan dan cinta yang tulus tersebab fitrahnya sebagai seorang wanita ia kerap kali diuji oleh Allah melalui hatinya. ~Vivi Yaumil Fadillah. Itulah yang dialami Annisa Haridz...