18

6.9K 305 2
                                    

===Bersama yang Lain===

Ya Allah jagalah hatiku dari berharap kepada sesuatu yang tidak ditakdirkan untukku.
tajwid_media

"Ekhmmm," dehem Mama membuatku dan Mas Fakhri saling melepaskan pelukan.

"Nisa ayo pulang," ajak Mama langsung menarik tanganku, tanpa berpikir dua kali aku langsung mengikuti ajakan Mama, aku tidak mau kejadian kemarin terulang lagi, dan sekarang Mama memberiku kesempatan untuk pulang bersama maka tak mungkin aku menolaknya.

"Hati-hati," pesan Mas Fakhri setelah langkahku sedikit menjauh.

Butuh waktu tujuh belas menit untuk tiba di rumah, selama perjalanan tak ada suara hanya suara bel mobil yang menjadi satu-satunya pelebur keheningan itu pun hanya beberapa kali. Setelah sampai di rumah aku langsung menuju kamar, begitupun dengan Mama.

Aku menghidupkan lampu kamar, mengamati suasana kamar yang terasa berbeda, sebenarnya tatanan perabotan di kamar ini masih tetap sama tak ada satupun yang diubah dari tempatnya hanya saja tanpa kehadiran Mas Fakhri membuat suasana terasa hampa.

Aku hanya bisa membalikkan tubuhku ke kanan dan ke kiri karena mata ini tak kunjung terpejam, karena tak tahan lagi dan frustasi aku bangkit dari kasur berukuran king size ini menuju balkon kamar.

Hembusan angin langsung menerpa tubuhku yang terbalut baju tidur dan hijab simple yang ku gunakan.Tenang. Itulah yang aku rasakan. Tak ada suara kebisingan atau kegaduhan, hanya gesekan dedaunan dan angin malam yang begitu terdengar jelas olehku.

Pandanganku menerawang jauh, ku biarkan lamunan ini menguasaiku, sejenak aku berpikir tingkahku saat ini layaknya anak ABG yang sedang galau, konyolkan, padahal umurku sudah menginjak 27 tahun. Ya seperti inilah cinta dan segala kerumitannya.

***
"Sreng ... sreng ...." Bunyi spatula dan wajang penggorengan.

Menu pagi ini adalah tumis sosis brokoli, ayam goreng, dan telur mata sapi. Tak butuh waktu lama untukku menyelesaikan menu-menu tersebut.

Aku menatap puas hasil masakanku yang telah ku tata dengan rapi di meja makan. Detik itu pula Mama menuruni tangga.

"Mari Ma, sarapannya sudah siap," ajakku kepada Mama dengan ramah. Jangan bayangkan aku seperti seorang ART, aku melakukan semua ini sebagai wujud baktiku terlepas semua perlakuan buruk Mama selama ini.

Kami makan dalam diam, ini merupakan salah-satu aturan tak tertulis ketika berada di meja makan.

Suapan terakhir telah benar-benar masuk dalam mulutku, menandakan makananku telah habis tak tersisa. Aku beranjak hendak menuju wastafell menyuci piring kotor ini namun suara Mama yang menginstruksi membuatku kembali terduduk, sangat tidak sopankan meninggalkan orang yang sedang berbicara dengan kita.

"Nisa! mulai siang ini hingga seminggu ke depan, cukup masak dua porsi saja, mubazir kalau harus ke buang." Aku diam, belum menjawab ucapan Mama barusan, aku masih menelaahnya baik-baik. Memangnya kenapa? Kenapa harus mengurangi porsi masakan seperti biasanya.

"Memangnya Mas Fakhri di rumah Sellia selama itu, Ma?" tanyaku keheranan, aku masih mengingat betul ucapan Mas Fakhri tempo hari, ia akan berusaha adil kepadaku dan Sellia.

"Kamu bodoh atau bagaimana hah? sudah jelas mereka pengantin baru, lalu apa lagi yang akan dilakukan kalau bukan bulan madu," sentak Mama menaikkan nada bicaranya. Bentakannya membuatku tersadar, ya, aku hampir melupakan hal tersebut, padahal sudah sangat jelas, bulan madu dan pengantin baru merupakan satu paket yang tak dapat dipisahkan.

Tiadakah Surga yang Lain?✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang