===Hanya Cadangan===
"Akan Terganti"
Kepergian, kehilangan, apapun namanya memang barus direlakan, bila ikhlas Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Insya Allah.
~Tausiyahku_Tiga hari kemudian ....
Aku bersiap untuk tidur, memposisikan tubuhku menghadap ke kanan dan membenarkan letak selimutku hingga menutupi leher. Baru saja aku memejamkan mata, terdengar suara pintu terbuka, aku memang tak pernah mengunci pintu.
Cklek .... aku langsung mengubah posisiku menjadi duduk.
"Mas Fakhri," gumamku setengah tak percaya. Aku menepuk pelan pipiku agar segera tersadar.
Saat membuka mata, Mas Fakhri tiba-tiba duduk di hadapanku, menangkup pipiku dengan kedua tangannya.
Cup ....
"Maafkan aku Annis ... aku melakukan semua ini karena perjanjian, perjanjian yang akan membuat kita kembali bersama, dan hanya berdua," ucap Mas Fakhri begitu lirih. Kedua tangannya menggenggam erat tanganku, entah untuk meyakinkan atau menguatkan.
"Apa maksudmu Mas?" tanyaku menatap lekat matanya, mencari sesuatu yang ia sembunyikan, namun, yang terlihat olehku hanyalah tatapan sendu dan berkaca-kaca. Melihat tatapannya itu membuat perasaanku bergerak tak tenang.
"Katakan Mas!" desakku seraya melepaskan genggaman tangan kami dan menuntutnya dengan tatapan nyalang.
Mas Fakhri mencoba meraih tanganku lagi namun, aku meringsut mundur. Tidak. Tidak akan luluh begitu saja sebelum ia menjelaskan yang sebenarnya. Apa ia pikir aku adalah anak kecil yang sekali dibujuk dan diiming-imingi akan langsung mau dan percaya begitu saja.
"Aku tidak mencintai Sellia, kamu pun tahu hal itu sejak awal Annis," lirih Mas Fakhri terdengar frustasi. Inginku mendekat dan menenangkannya, namun, urung kulakukan. Bahkan aku tak mengatakan sepatah kata pun. Aku hanya diam menunggu Mas Fakhri melanjutkan penjelasannya.
"Sepulang dari rumah Sellia waktu lamaran, aku mendengar Mama menangis sambil memeluk foto Papa, seketika aku teringat pesan terakhir Papa di detik-detik kematiannya. 'Alta Papa serahkan tugas Papa padamu Nak, buat Mamamu bahagia, turuti saja semua keinginannya selama itu tidak termasuk dalam dosa. Papa bangga padamu Nak,' aku bingung Nis, aku tak ingin membuat salah-satu dari kalian bersedih, tapi saat itu kau malah mendukung keputusan Mama agar menikahi Sellia. Namun, hal itu masih belum membuatku yakin, dan setelah sholat istikhoroh pun petunjuknya sama, akhirnya aku bersedia menikahi Sellia." Mas Fakhri menghela napas sejenak, baru kemudian melanjutkan kembali ucapannya.
"Tiga hari pertama berada di Yunani tak ada yang berubah, aku tak tahu lagi bagaimana caranya agar mencintai Sellia. Hari keempat aku mengatakan sejujurnya kepada Sellia. Aku heran kenapa ia tidak marah, ia hanya menangis sebentar lalu mengatakan akan membantuku memberi cucu kepada Mama, tapi dengan syarat aku harus selalu bersamanya setiap saat hingga ia melahirkan, jika sampai melahirkan aku belum juga mencintainya maka aku berhak menceraikannya."
"Plak ...."
"Kamu anggap pernikahan ini sebagai main-main iya?!! Apa segitu rendahnya nilai wanita di hadapanmu Mas? Hanya untuk memperoleh keturunan lalu menceraikannya? Apa kau juga akan melakukannya padaku? Brengsek kamu Mas, aku kecewa!" Aku membalikkan tubuhku dan tidur membelakangi Mas Fakhri.
Aku membelakangi Mas Fakhri bukan hanya karena aku kecewa kepadanya, tapi juga karena aku kecewa pada diriku sendiri. Sungguh aku tak bermaksud menamparnya, tapi refleksku mendahului kesadaranku.
Mas Fakhri ikut membaringkan tubuhnya di belakangku, memeluk tubuhku dengan erat, lalu mengecup pelipisku sambil menggumamkan kata maaf.
"Maafkan aku Annis ... aku akan menyelesaikan semua ini ...."
"Kau bukan hanya akan menyakitiku dan Sellia tapi juga kau akan menyakiti hati Mama, jika sampai Mama mengetahui semua ini," ucapku tanpa membalikkan badan.
"Tolong sekali ini saja, untuk malam ini, jangan ingatkan aku tentang itu, aku ingin tidur nyeyak di sampingmu. Aku merindukanmu Annis," pinta Mas Fakhri membuatku terenyuh, aku langsung membalikkan badan dan membalas pelukannya dengan erat, saling menumpahkan air mata. Kami dua insan yang salinh mencinta namun keadaan lagi-lagi meregangkan ikatan cinta.
***
"Annis, bangun!" ucap Mas Fakhri lembut, ia mengelus rambutku layaknya seorang Ibu yang hendak menidurkan anaknya.
Aku mengerjapkan mataku perlahan, hingga kesadaranku benar-benar terkumpul. Setelahnya, menuju kamar mandi membersihkan diri dan mengambil wudhu begitu pula dengan Mas Fakhri.
"Allahu Akbar."
Perasaanku sama seperti saat sholat bersama Mas Fakhri yang pertama kalinya, selalu tenang mendengar bacaannya.
Di hadapan pemilik arsy, kami sama-sama merintih, memohon satu hal yang sama meski tak terucap oleh lidah, namun hati yang berserah atas apa yang telah menjadi qadarullah, akan melambung menuju kepadaNya melalui bait-bait do'a yang terbisik dalam keheningan malam bersama luruhnya air mata.
***
"Sellia mana Mas?" tanyaku heran tak melihat kehadirannya.
Tadi malam mereka pulang telat, dan aku sudah terlebih dulu memasuki kamar, hingga tak tahu betul jam berapa mereka pulang.
"Sellia ada di luar kota selama seminggu, seminar."
Deg ...
Otakku langsung berputar-putar menggabungkan setiap kejadian yang terjadi tadi malam. Mataku memanas, seperti sebentar kagi cairan bening ini akan meluncur bebas.
Apa aku hanya cadangan?
Mas Fakhri mendekat ke arahku, memegang kedua lenganku hingga tubuhku berhadapan dengannya.
"Jangan pernah berpikir buruk Annis, apalagi menganggap dirimu sebagai cadangan, itu sama sekali tidak benar. Aku mencintaimu. Asal kamu tahu Annis, aku mengusulkan Sellia agar menjadi pengisi seminar karena aku ingin bersamamu tanpa mengingkari kesepakatan itu. Kita akan menemukan jalan keluarnya bersama-sama Annis. Percayalah!" Mas Fakhri menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Menyandarkan kepalaku di dadanya.
"Semuanya serba rumit Mas, setiap kali melihatmu dan Sellia aku selalu hancur, aku juga tak ingin mengecewakan Mama, Mama sangat menyukai Sellia, dan kalaupun bercerai apa tanggapan orang-orang Mas? Habis manis sepah dibuang?" Aku menumpahkan segala beban pikiranku kepada Mas Fakhri. Bukankah salah-satu kunci keharmonisan hubungan adalah adanya komunikasi yang baik, saling terbuka dan tak ada rahasia.
"Mungkin semuanya pertanyaan itu belum bisa terjawab sekarang Annis. Kita tak akan bisa menebak-nebak apa yang akan terjadi esok, yang perlu kita lakukan hanyalah melakukan yang terbaik untuk hari ini."
============================
12. 41
22 Juni 2020.Pendek? Ga tau dah, campur aduk rasanya. Setidaknya sudah ada satu titik terang dan saling terbuka. Ga diem-dieman kaya kemarin-kemarin.
Mau dibikin meledak ga tega aku😢😭, kenapa? Karena setiap kali aku nulis selalu mengibaratkan diri sendiri.See you in the next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiadakah Surga yang Lain?✔
EspiritualWanita itu .. mudah iba, mudah patah, mudah menangis. Hatinya dipenuhi kelembutan dan cinta yang tulus tersebab fitrahnya sebagai seorang wanita ia kerap kali diuji oleh Allah melalui hatinya. ~Vivi Yaumil Fadillah. Itulah yang dialami Annisa Haridz...