Ketika teriakan ini berubah menjadi bisu, hanya suara deburan ombak yang terdengar.
🐵
"Heyyy Ra, diem diem bae!" seru Cyntia menghampiri Dera yang sedang termenung di depan kelas. "Eh, hey. Lagi gak mood aja hehe,"
"Ahhh hari ini lo beda."
"Beda apanya?" tanya Dera bingung dan terkekeh, "Beda lebih banyak diem aja gak kaya biasanya bruh," ujarnya mengeluarkan unek unek.
"Gilak, mana mungkin si pengrusuh ini jadi diem heheh."
"Iya tapi buktinya Raa, dari tadi lo diem aja, gue perhatiin lo," jawab Cyntia menatap Dera seksama. "Lo mikiri Revano?" terkanya membuat Dera terkejut dan menoleh.
"Ya enggakla, gila kali gue mikiri dia yang belom tentu mikiri gue balik,enggakla." seru Dera begitu saja sambil melirik sinis dan berdecak.
"Biasa apa yang diucapkan dengan sebal adalah kebenaran, kenapa lagi si Revano?" tanyanya mendesak.
"Enggak apa apa Cyn, apasih-"
"Deraa." dan panggilan itu menyela ucapan Dera kepada Cyntia, "Kenapa Sil?" tanya Dera Kembali merubah raut wajahnya yang sebal menjadi biasa aja.
"Kita bersihin kelas kayanya, soalnya nanti bakal praktek ipa." ucapnya yang diangguki Dera dan kembali menghadap lapangan.
"Yang gue terka bener kan Ra, lo ada masalah sama Revano!" gumam Cyntia sebelum berlalu memasuki kelasnya, meninggalkan Dera yang hanya terdiam menatap kepergian Cyntia,
Ya benar saja, Dera lagi gak baik baik saja dengan perasaan dan masalahnya, ini begitu rumit, huh.
🐵
Pelajaran ipa pun dimulai, semua murid sembilan lima dibawa ke lab untuk mengerjakan praktikum, sebelumnya buk Misna membagikan kertas portipolio untuk membuat laporan hasil praktikum didalamnya,
"Kerjakan sesuai prosedur ya anak anak," ucap Buk Misna memberi instruksi, "Siap buk."
Kemudian satu persatu sibuk mempersiapkan bahan bahan yang akan di teliti, dan tepatnya dihadapan Dera sekarang adalah Revano dan disamping Revano adalah Alda didepan Alda adalah Cyntia.
Kebetulan macam apa ini? Mereka disuruh mengerjakan praktek sendiri sendiri tapi dengan duduk perkel? Ini bencana. Belum lagi senyum dan tatapan itu hilang seperti ditelan bumi, begitu saja.
Satu jam berlalu, Dera duluan siap untuk Praktek kali ini dan Cyntia kedua, "Gue duluan kekelas ya." ucap Dera dan beranjak pergi duluan.
"Ehh, Dera kenapasi Cyn?" tanya Revano saat menulis laporan praktikumnya, "Ha? Mana gue tau Van." jawab Cyntia berlagak acuh.
"Iya, Silva juga bilang tadi sama gue si Dera berubah." keluhnya dan menatap Cyntia berharap ada jawaban menanti.
"Egak tuh,lo aja kali yang berubah." jawab Cyntia dan berlalu begitu saja, "Kenapa si mereka Alda?"
"Gue gak tau juga, kalo Dera si biasa aja, sama gue masih sama kok." ucap Alda dan mengelap kertasnya yang kena pasir di meja lab.
"Udah yuk kumpul."
🐵
Kelas sembilan lima sudah sepi karna sudah banyak yang pulang duluan, tapi Dera masih setia di tempat duduknya melamun dan memainkan ponselnya. Sendiri didalam kelas.
"Deraa."
Sapaan itu lagi, Dera cukup mengenal suara suara anak kelasnya sampai tawa kecil mereka, dengan malas Dera mengangkat dagunya untuk melihat siapa yang memanggilnya. Revano.
"Apa?" tanya Dera pelan, "Gak pulang? Kelas mau gue kunci." ucapnya membuat Dera mengangguk dan berjalan melewati Revano begitu saja.
Kemudian berjalan di koridor sekolah dengan sepi, sepi selalu menjadi teman baik Dera.
"Hey." dan sapaan itu membuat Dera menaikkan satu alisnya, Dwi.
"Ya?" sahut Dera pelan dan menatap Dwi lekat, "Emm, enggak. Kelas sembilan uda pulang semua ya?" tanyanya seperti kehabisan bahan obrolan.
"Em, ahh uda kok. Gue duluan," jawab Dera sambil menyelipkan sedikit senyum manisnya kepada Dwi, kali aja kepincut haha.
🐵
Votment🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
Ninety Five - Science Four [On Going]
Teen Fiction"Deraa, aku dukung banget tau kalo kau jadian sama Vano, jadinya kita bisa double date sama kavi." Seru Silva sambil diam diam sedang nail art dibangku barisan belakang. "Udah ah gausa bahas itu, nanti juga ada jawabannya aku gabisa kasi jawaban pas...