Bab 8

737 99 6
                                    

Dengan kaki yang melangkah lebar-lebar, Jaejoong menuju pintu. Mengintip keluar untuk memastikan keadaan, aman. Jadi ia berjinjit keluar kamar. Pandangannya mengedar untuk memastikan dirinya tidak akan tertangkap.

Rumah ini rupanya memiliki banyak pilar kayu berukuran sedang. Cukup lebar untuk Jaejoong jadikan tempat sembunyi. Yang paling aneh dari tempat ini adalah semua pintu memiliki karakteristik yang sama. Tidak ada yang membedakan pintu-pintu itu, termasuk pintu keluar sekalipun.

Bermodal nekat, Jaejoong mencoba membuka satu per satu pintu yang ia temukan sembari berdoa. Berharap Taecyeon tidak ada di rumah. Sayup-sayup suara langkah kaki yang terdengar entah dari mana membuat ia takut sendiri. Semakin nyaring secara konstan, menandakan pemiliknya semakin dekat. Lantas Jaejoong bergegas sembunyi di balik pilar sebagai satu-satunya pilihan, mudah saja karena tubuh mungilnya yang kini semakin kurus.

Bayangan sosok itu lebih dulu muncul di lantai, membuat Jaejoong menahan napas bahkan ketika sosok itu tak kunjung pergi. Untuk waktu yang cukup lama bagi si mungil, barulah bayangan itu menghilang. Dan sesuai yang Jaejoong duga, itu memang Taecyeon yang kini masuk ke dalam salah satu kamar di dekat pilar tempat Jaejoong sembunyi. Gemerincing kunci besi terdengar saat pria Ok tersebut membuka mengeluarkannya dari saku celana, memutar kenop pintu lalu sedikit mendorongnya hingga Jaejoong bisa melihat jelas yang ada di dalam sana.

"Kenapa dia membiarkan pintu itu terbuka? Dia benar-benar tidak sadar aku ada disini?"

"Kenapa aku jadi ragu? Ayolah, kau tidak boleh takut." Ia memberanikan diri, menepuk kuat pipinya untuk menyadarkan pikirannya yang terus berteriak untuk sembunyi.

Anak itu tidak tahu lagi berapa lama ia harus bersembunyi di sana hingga kakinya mulai tidak terasa, pegal. Ia ingin duduk berselonjor, tapi itu sama saja bunuh diri. Beruntung ia masih mampu berpindah tempat meski kakinya yang kesemutan harus diseret paksa. Jaejoong kini sembunyi di balik pilar yang lebih dekat dengan kamar dimana Taecyeon berada.

Setidaknya dari sini ia bisa melihat lebih jelas. Pria dewasa itu sedang mengeluarkan sesuatu yang besar dari lemari, berkilau layaknya sutera. Jaejoong tidak bisa lihat jelas karena Taecyeon menghalangi pandangannya. Setelah Taecyeon bergeser, naik ke atas tempat tidur dari sisi kanan, Jaejoong bisa melihat pemandangan yang menyebabkan darahnya turun ke perut, mengaduk isi perutnya yang belum diisi apapun hari ini hingga ia limbung dan mual.

"M-mayat? Itu tidak mungkin mayat, kan?" Ia bisa mendengar suaranya sendiri yang bergetar. Ia mencoba memastikan sekali lagi, lalu menjadi benar-benar yakin saat Taecyeon mulai menyetubuhi mayat gadis berambut pendek itu. Dari rambutnya yang kaku, Jaejoong yakin itu hanya rambut palsu yang Taecyeon gunakan untuk menyempurnakan mayat yang tubuhnya tinggal tulang berbalut gaun pengantin itu, sebagaimana bola mata kristal dan cat kuku merah darah yang mencolok.

"Eughh... hah hah ahhh..." Erangan itu terdengar berat,penuh gairah yang memungkinkan orang lain ikut bernafsu mendengarnya.

Jaejoong menutup kedua telinganya dengan tangan, terus menunduk tanpa ingin melirik sedikitpun. Sementara Taecyeon menikmati surganya, bergerak maju mundur demi memuaskan hasratnya yang tertunda. Harus ia akui bahwa remaja yang ia tawan itu memang manis dan menggairahkan. Sayangnya, Taecyeon tidak ingin menumpahkan sperma pada sesuatu yang hidup. Makhluk yang bernapas tidak akan mampu membuatnya puas.

Kecuali setelah Taecyeon menghentikan napasnya. Dan itulah yang akan ia lakukan pada tawanan barunya, nanti. Setelah ia cukup bermain-main.

Di tengah kegiatannya menikmati tubuh tanpa jiwa yang telah ia nikmati berkali-kali itu, Taecyeon menyeringai puas. Pria yang mengidamkan Jaejoong sejak pertemuan pertama mereka itu bukannya tidak tahu kalau si mungil sedang bergetar ketakutan di belakang. Ia membayangkan Jaejoong dengan tubuh mungilnya yang takut akan dirinya, membuat gairahnya melonjak hingga ia mempercepat gerakannya dan mencapai klimaks beberapa menit kemudian yang disertai erangan keras.

Di balik pilar, Jaejoong terus terisak. Takut. Ketakutan itu diperparah oleh erangan Taecyeon yang menjadi tanda bahwa pria itu sudah selesai. Setengah mati mengumpulkan keberanian, Jaejoong mencoba mengintip, menengok sedikit sambil memegangi anak rambutnya agar tidak terjuntai dan terlihat oleh Taecyeon. Kakinya lemas, sementara keringat menetes pada betis, kening, dan bagian tubuhnya yang lain. Padahal rumah ini dilengkapi pendingin ruangan di setiap ruang, setidaknya tiap ruang yang ia lihat.

Jantungnya berdebar melewati batas normal, tangannya dingin seakan darah menghilang dari tubuhnya yang masih berdiri sejak tadi. Gugup, Jaejoong pikir kematiannya sudah di depan mata saat suara yang berat disertai napas panas menyentuh lembut daun telinganya.

"Tertangkap~"

Suara berdebum menyusul setelahnya. Pria dewasa itu menarik rambut Jaejoong dan menyeretnya ke dalam kamar yang penuh aroma bercinta. Mendorong Jaejoong sekuat tenaga, membuatnya jatuh tersungkur dengan wajah menghadap mayat. Jaejoong mual, mayat yang wajahnya keriput itu bahkan dihias dengan tiara bertahta berlian.

"Puas melihatnya?" Taecyeon bertanya, suaranya menjadi lebih Jaejoongdah dari biasanya. Pria itu terlihat Yu Jinng ketika Jaejoong menatapnya dengan nanar. Mata bocah itu memerah, basah karena air mata yang siap tumpah.

"Jadi kau sengaja?" Suaranya lirih, nyaris tertelan.

Pertanyaan itu dibalas anggukan santai, disertai tatapan mengejak dan senyum menyebalkan. "Tentu. Kau pikir aku sebodoh apa, hmm?"

Jaejoong tenggelam dalam amarah dan kekecewaan. Perlahan ia bangkit, maju selangkah demi selangkah hingga jarak diantara mereka tidak lebih dari sejengkal.

"Kau lebih buruk dari binatang," bibir tipis itu mendesis, berharap Taecyeon terluka karenanya.

Taecyeon tersenyum miring, "Gadis itu juga pernah berkata seperti itu padaku. Manusia lemah seperti kalian memang punya mulut yang lebar. Jangan salahkan aku jika aku lebih suka kalian diam."

"Bunuh aku. Bunuh aku sekarang juga, Iblis."

Tangan besar sang pria dominan menyentuh kulit wajah Jaejoong yang lembab. Mendekatkan wajah mereka seolah dua orang manusia itu hendak berpagutan bibir. Sebelum Taecyeon mengecup bibirnya, pria itu berbisik, "Punya pesan terakhir?"

Bocah itu memejamkan kedua matanya, berbisik pada langit. "Tuhan, izinkan aku menjadi apapun setelah ini."

.

.

.

.

-TBC-

Terimakasih sudah membaca~

Chapter depan ada tokoh baru loh. Ayo coba tebak siapa! Wkwk

Fall, Fell, Fallen [YUNJAE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang