Punggung rapuh itu tidak tertutup apapun. Tampak setengah telanjang. Membiarkan kulitnya yang sewarna susu disapu lembut oleh angin yang masuk melalui jendela. Dingin, tapi ia sama sekali tidak peduli.
Yang ia lakukan hanya memandang pantulan wajahnya pada cermin. Tirai merah darah menjadi penghias jendela di belakangnya. Melalui kaca, ia bisa melihat tirai itu berkibar pelan karena angin.
'Lagi-lagi aku lupa menutup jendela.'
Ia lanjut menyapukan bedak pada wajahnya yang manis. Bulu matanya yang panjang dilapis maskara, tak lupa menambah kesan tegas dengan bubuhan eyeliner di mata. Sempurna. Dia indah dan memikat, selalu seperti itu sejak dilahirkan ke dunia.
"Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja."
Kalimat itu sudah ribuan kali ia lantunkan. Meski nyatanya sama sekali tidak membuatnya berhenti gemetar dan tenang. Kemudian ia berhenti bergumam agar pewarna merah pekat yang ia oleskan tidak keluar dari garis bibir.
Sosok itu lalu menyempurnakan penampilannya dengan wig panjang hitam bergelombang. Ujungnya menggantung di bawah bahu, membingkai wajah tanpa cela itu. Menjadikannya lebih indah dari cahaya lilin yang menari di pinggir jendela.
"Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja."
Sebuah harapan yang kosong, tapi perlu. Karena Jaejoong telah memutuskan untuk turun ke jalan. Melepaskan marga Jung di depan namanya, juga segala mimpinya yang pernah ia bangun di hari-hari lalu. Remaja 18 tahun itu, melacurkan dirinya demi melihat matahari lebih lama lagi. Sebagai seorang pelacur waria jalanan.
Ia tidak pernah membayangkan dirinya berdiri seorang diri di pinggir jalan pada tengah malam. Namun disinilah ia saat ini. Riasan wajah yang baru saja selesai sudah hampir luntur lagi karena Jaejoong jalan kaki dari kamar kosnya yang kecil hingga ke pertigaan jalan besar.
Di samping lampu jalan yang menyorot asal ke aspal, ia berdiri canggung sambil sesekali menarik turun dress navy pendek yang hanya menutupi setengah paha.
Dingin yang semakin menjadi ia abaikan. Menunggu dengan sabar untuk siapa saja yang mungkin tertarik memakai jasanya.
"Kenapa sepi sekali?" Ia bergumam, mengusap bahu telanjangnya berkali-kali. Berharap menjadi lebih hangat.
Lampu mobil berpendar di kejauhan, semakin menyilaukan seiring jaraknya yang mendekat. Dengan harapan mendapatkan seorang pelanggan, Jaejoong mengangkat tangan, melambai sambil memasang senyum palsu meski akhirnya diacuhkan. Gagal.
Jam hitam yang melingkar di tangannya menunjukkan pukul dua malam. Terhitung sudah satu setengah jam lebih ia berdiri di sana seperti orang bodoh. Tapi hari esok masih ada, dan remaja itu perlu menyambung hidup dengan sesuap nasi dan air. Maka terus menunggu adalah pilihan yang terbaik.
Jaejoong mengayunkan kaki yang mulai dirasa pegal. Memijat pergelangan kakinya yang tidak nyaman karena belum terbiasa memakai sepatu dengan hak 10 cm. Tanpa sadar cherry lips-nya membentuk pout menggemaskan. Lalu tahu-tahu saja mobil dengan lambang kuda yang gagah telah berhenti tepat dihadapannya.
Kaca mobil itu diturunkan oleh si pengemudi. Menampakkan seorang pria dewasa dengan setelan jas lengkap, disisi pria itu bahkan masih terdapat tas kerja.
"Apa kau kosong?"
Butuh waktu beberapa detik bagi anak itu untuk memahami arti "kosong".
"Ya," jawabnya singkat disertai anggukan cepat.
Pria di dalam mobil tersenyum senang mendengarnya, "Masuklah, aku akan memakaimu malam ini."
"Berapa lama biasanya kau sanggup?" Pria asing itu bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall, Fell, Fallen [YUNJAE]
FanfictionJaejoong memulai kehidupan dengan rasa sakit. Seorang anak terbuang yang tumbuh besar di panti asuhan. Ia menemukan cinta, bahagia, lalu jatuh untuk yang kesekian kali. Kemudian ia tumbuh sebagai orang dewasa dengan "penyimpangan seksual". Menjajaka...