01 : Sehun

1.2K 105 61
                                    

Kapan aku mulai merasakan perut mulas, jantung berdebar kencang, dan badan panas dingin secara bersamaan? Bagi seorang dokter, aku mengalami gejala maag atau tipus, tapi segala rasa itu seringkali kualami setiap aku dekat dengan seorang gadis.

Dan dia adalah saudari angkatku, namanya Wu Luhan.

Gadis itu luar biasa cantik. Sisi paling menarik darinya adalah mata rusanya, bibir merah delima alami, pipi bersemu merah setiap bersentuhan dengan lawan jenisnya, dan aroma tubuhnya begitu wangi. Segala miliknya adalah keindahan. Aku tak tahu lagi bagaimana mendefinisikannya lebih detail.

Hari ini adalah hari paling bersejarah. Taman inipun juga jadi tempat paling bersejarah dalam hidupku.

Ya, aku jamin itu!

Ini hari aku mengucapkan kejujuranku padanya. Jujur mengenai perasaan terlarang, disertai kemungkinan perubahan sikap darinya.

Tapi biarlah! Itu urusan nanti.

Kutepis status kami sebagai adik kakak, kesamaan marga keluarga, dan namanya sebagai anak angkat orang tuaku di mata hukum. Bagiku, Wu Luhan adalah gadisku dan dia harus menjadi milikku!

Tak banyak yang kuberi untuknya. Hanya sebatang coklat murahan. Luhan hanya diam menatapku, tanpa ekspresi, bahkan senyum cerianya hilang dari bibir. Aku murung. Memaksakan senyum. Berharap sedikit saja dia merespon. Tapi yang terjadi adalah, dia memalingkan badan seraya berkata, "aku masih dua belas tahun. Tunggu sampai aku lebih matang lagi, baru kita jadi kekasih."

Setelah itu, pandanganku tentangnya berbeda.

Beberapa kali aku melihatnya tersenyum penuh makna padaku, curi-curi pandang disaat dia bersosialisasi dengan orang lain, atau jahil mengelus daguku jika ada kesempatan. Ini aneh, tindakannya terlampau menggoda, hanya saja diriku versi remaja terlalu naif untuk menerka.

Lalu...

Usiaku empat belas tahun saat dia tersenyum lebar dan berkata, "Sehun-oppa... Aku mau menjadi kekasihmu."

Percaya diri.

Gadis itu terlalu percaya diri atasku. Tapi memang benar, selama berapapun dia menggantungkanku, aku tetap berharap dan berharap pada cintanya.

Di bawah rindangnya pohon, sinar matahari menyeruak membentuk bayang-bayang dedaunan di wajah cantik Luhan. Cahaya matahari bahkan membias di mata rusa gadis itu. Sungguh Tuhan, gadis di depanku terlalu cantik untuk dianggurkan. Jadilah aku meraih pinggang mungilnya, memeluknya, meresapi aroma tengkuknya. Luhan mengalungkan lengan rampingnya pada bahuku. Gadis itu tak segan berbisik di telingaku,

"Bisakah Sehun-oppa menunggu, sampai Luhan cukup besar untuk memuaskan Sehun-oppa?"

Perlu ditekankan, usiaku waktu itu empat belas tahun. Terlalu sulit mengerti apa maksud Luhan.

Jadi aku menurut saja, mengangguk, "ya, Lulu."

"Hm, terima kasih, Sehun-oppa... Saranghae..."

"Nado, Luhannie..."

Seharusnya aku tidak jatuh cinta pada saudari angkatku.

Seharusnya aku tidak terbuai atas 'kejahilannya'.

Seharusnya aku sadar...

Two in One (HUNHAN GS) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang