07 : Shixun

705 75 39
                                    

Kepalaku seakan berdenyut sakit jika memikirkan Luhan. Istriku itu terus saja dihantui masa lalunya. Atau, inikah karma kehidupan karena aku merampas Luhan dari Sehun?

Awalnya tidak seperti ini. Aku, Wu Shixun, tidak pernah berpikir untuk menyakiti adik kembarku. Alih-alih menyakitinya, aku hanya ingin menjaganya. Anggaplah aku setengah gila, Jongin sahabatku pun mengakuinya, bahwa aku mengidap brother complex.

Tidak ada unsur aku mencintai Sehun secara romansa, atau mengajaknya incest. Aku hanya mencintainya sebagai saudara berkadar lebih. Hanya itu. Keprotektifanku padanya bisa dikatakan ekstrim. Salah satu contohnya, aku rela menjadi badboy untuk membuatnya tampak goodboy di mata orang tua kami. Aku ingin kedua orang tuaku sangat menyayangi dan membanggakannya. Tidak peduli sebenci apa mereka padaku.

Sayangnya, tindakanku itu justru merugikan Sehun. Aku menyadarinya saat dia menjelaskan,

"Aku tidak ingin menggantikan posisi papa kelak, Shixun-hyung. Aku hanya ingin mendirikan restoran. Karena aku suka memasak. Oh iya, aku juga ingin jadi arsitek untuk mendesain kerangka bangunan restoranku sendiri! Hyung... Aku punya banyak sekali cita-cita! Aku tidak suka kerja kantoran..." Muka cerahnya berubah mendung sembari berkata, "papa akan marah kalau aku menolak permintaannya. Papa bilang, aku cukup jadi Presdir saja ketimbang arsitek atau chef."

Mengetahui keinginan terpendam Sehun sewaktu kami berusia delapan tahun, membuatku membulatkan tekad. Aku akan mewujudkan keinginannya.

Seekstrim dan sesulit apapun caranya, aku akan lakukan itu demi impian Sehun!

"Kalau begitu, serahkan pada Shixun-hyung! Aku sebagai hyungmu akan membantumu. Tenang saja."

Sehun, adik kembarku, tersenyum lebar. Kesedihan tak lagi terpancar darinya. Aku senang. Tapi enggan untuk memeluknya. Takut dia risih. Karena biasanya anak laki-laki punya ego tinggi hanya untuk menunjukkan sisi manjanya. Dasar Sehun, kalau untuk adikku sih, bukan masalah aku dipeluk-peluk.

"Shixun-hyung, kau tahu? Aku menyayangimu. Terima kasih untuk segalanya..."

Ah, dia memeluk leherku. Aku mengelus lengannya sambil manggut-manggut. "It's okay... Little brat..." dia melepas pelukan kami. Aku mengacak rambutnya dan dia tertawa kecil.

"Hm... Shixun-hyung, dia siapa?"

Obrolan kami di balkon lantai dua terhenti, karena dia alihkan perhatiannya dariku. Aku berdecak samar, melirik ke arah dia memandang. Oh, seorang gadis tengah berdiri di lantai satu. Cantik. Mata serupa rusanya mengerjap polos sambil mendongak pada salah satu bingkai foto. Mataku memicing ke arahnya, curiga.

Intuisiku berkata, dia tampak munafik di mataku. Aku merasakannya. Meski usiaku delapan tahun, psikisku memang lebih cepat dewasa bahkan dari Sehun sendiri. Untuk itulah aku overprotektif kepadanya. Karena Sehun terlalu baik pada orang lain.

Omong-omong mengenaiku, pernah aku diantar kedua orang tuaku pada psikolog anak. Setelah melalui banyak tes, wawancara, dan semacamnya, psikolog itu menyimpulkan kalau aku termasuk anak spesial. Jenius, istilahnya. Baik dari segi kepintaran (IQ) maupun emosi alias (EQ). Kejeniusanku pun melebihi otak pintar Sehun. Selain itu, secara garis besar, psikolog menyampaikan bahwa tidak ada masalah besar pada psikisku. Aku tidak memiliki gangguan kepribadian apapun, persis anak normal biasanya.

Hmh! Kurasa mereka berhasil kutipu. Aku memang jenius, aku tahu itu, hanya saja aku tidak sebodoh itu untuk mengarahkan para psikolog tersebut ke diagnosa buruk. Bisa-bisa, jika aku punya diagnosis gangguan kepribadian, kedua orang tuaku akan menjauhkanku dari Sehun dan aku tidak ingin itu terjadi!

Two in One (HUNHAN GS) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang