12 : Chanyeol

502 63 29
                                    

Namaku Wu Chanyeol.

Namaku memang agak aneh, karena marga yang kupakai merupakan marga China, namun nama belakangku adalah nama Korea. Ini paksaan dari nenek di pihak ayah. Beliau lebih suka aku memakai nama Korea sama seperti pamanku dulu.

Ya, Paman di pihak ayah. Hanya saja, informasi tentang pamanku itu sepertinya menjadi rahasia keluarga. Dan aku sebagai anggota keluarga termuda tidak diizinkan untuk tahu. Kupikir informasi mengenai pamanku itu tidak apa menjadi misteri, karena tidak ada gunanya jika aku sudah mengetahuinya.

Mengenai Keluarga Wu, Keluarga besar ini sangat terpandang di Korea Selatan dan China. Kekayaannya akan segera diturunkan padaku dan aku agak jengah memikirkannya. Secara umur dan psikis aku masih remaja. Apa yang diharapkan dari remaja suka bolos sepertiku?

Terus memikirkannya membuat kepalaku pusing. Ah! Lebih baik aku memperhatikan Luhan-mama memasak.

Pagi ini Luhan-mama membuatkanku bekal untuk sekolah. Bekalnya berupa nasi putih, kimci, ayam tepung, tumisan kacang edamame, dan sebiji buah apel. Luhan-mama berkata, kalau aku harus memenuhi gizi empat sehat lima sempurna agar tumbuh cerdas dan cepat besar. Padahal bongsornya tubuhku nyaris menyamai Shixun-papa, jadi Luhan-mama mau aku sebesar apa sih?

Walau begitu, bekal buatan Luhan-mama yang berbeda ditiap harinya adalah motivasiku untuk sekolah. Aku tidak membual mengenai itu. Karena selain rasa, aku juga suka pamer bekal ke anak-anak kelas.

Biar saja! Memamerkan Mama terbaik sedunia tidak masalah kan?

"Ma..."

"Ya, sayang?"

Luhan-mama masih sibuk memasak sarapan. Shixun-papa sendiri masih mandi.

Aku sudah rapi, tinggal menunggu Luhan-mama selesai memasak sarapan. Hari ini Luhan-mama terlambat bangun dan aku tahu karena siapa.

Itu semua karena Shixun-papa!

"Aku bosan pergi ke sekolah, ma," aduku. "Apalagi sama materi pelajarannya. Aku sudah mendapatkan semuanya sebelum lulus JHS. Ini sama saja seperti mengulang-ulang apa yang sudah kupelajari. Demi bekal enak buatan Nyonya Wu Luhan... Aku ingin belajar sesuatu yang baru dengan suasana baru."

Kini aku merengutkan bibir sambil merangkul bahu Luhan-mama yang sibuk memotong sawi putih. Tak disangka Luhan-mama mengacungkan pisaunya padaku.

Mataku melotot horor.

"MAMA...!"

"Bilang saja kau tidak mau sekolah. Sudah mama bilang, seharusnya tiga tahun lalu tepatnya setelah kau lulus JHS, langsung saja ke jenjang SHS. Tapi kamu malah menolak dan lebih memilih menunda sekolah agar sesuai umur Yeolli." Aku meringis ngeri kala ujung pisau itu mencium pucuk hidungku. Luhan-mama benar-benar mengerikan saat marah, padahal beliau menguarkan aura mawar-mawar indah.

"Mama! Jauhkan pisau itu, mama membuatku takut."

Luhan-mama tertawa. Tawanya sangat merdu. Nyaman. Dan aku berpikir, jika mama tidak hamil diriku dan mendiang kembaranku, mama pasti sudah jadi idol di agensi musik.

Setelah menjauhkan pisaunya, Luhan-mama mencium ujung hidungku. "Menyesal itu boleh. Namun berlarut-larut?" Kepala cantiknya menggeleng lemah. "Tidak ada gunanya sayang. Lebih baik Chanyeol jalani saja apa yang sudah ada di depan mata."

"Mama benar." Aku mencium pipi Luhan-mama. "Chanyeol sayang mama."

"Mama juga menyayangimu."

Menjadi anak tunggal juga sedikit menyusahkan, asal kalian tahu.

Sewaktu lahir, kakak kembarku meninggal. Belum cukup, kecelakaan tujuh tahun lalu menyebabkan calon adikku keguguran. Rahim Luhan-mama diangkat akibat kecelakaan itu. Padahal aku tahu, Luhan-mama mengorbankan tubuhnya untuk memperkecil bahaya yang kualami sewaktu kecelakaan.

Two in One (HUNHAN GS) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang