Chapter 29

18 4 0
                                    

Sudah ± 2 bulan hubunganku dengan Kak Arga berjalan. Masalahnya palingan, hari ini ada yang ngambek besoknya baikan. Semoga nggak lebih dari itu deh.

Seperti contohnya saat ini, aku sedang belajar bersama Kak Arga. Memang sih sudah biasa, tapi kali ini aku minta diajari bermain gitar. Sebenarnya udah nggak ada pelajaran itu, cuma pengen aja belajar gitar. Biar romantis sedikit.

Aku sebenarnya kepo dengan orang tua Kak Arga. Karena selama aku kenal sama Kak Arga, sekalipun aku belum pernah bertemu dengan ayah ataupun ibunya. Memang sih, aku hanya sebatas pacar, tetapi aku wajar kan kalau kepo sama camer? Aish bahasanya udah camer aja. Kalau aku bertanya pada Kak Arga, takutnya malah melanggar privasi.

"Coba kamu bisanya kunci apa saja?" Kak Arga memulai sesi pembelajaran.

Aku mengangguk lalu menempatkan jariku diujung gitar, lalu membentuk kunci gitar. Ku petik gitar dengan ragu, sambil menatap mata Kak Arga meminta kepastian kalau yang aku buat itu benar.

Kak Arga tersenyum simpul lalu menyuruhku tuk melanjutkan. Aku mengangguk dan mulai mengganti kunci gitar lainnya.

"Udah bagus, tingkatkan lagi ya! Belajar yang sering ntar juga biasa," kata Kak Arga.

"Iya, Kak," jawabku sambil tersenyum.

"Ya sudah lanjutin lagi!" perintah Kak Arga seraya mengelus pucuk rambutku.

Huwa diriku baper ... Kak Arga paling bisa buat aku baper.

Aku kembali memetik gitar dengan perasaan membuncah. Kak Arga menatapku intens membuat aku salting.

"Coba kamu main gitar pakai chord ini!" pinta Kak Arga seraya memberikan kertas berisi chord lagu.

Aku menganga saat melihat jejeran kunci gitar yang cukup banyak. Ini mah bikin orang pusing. Banyak kunci yang belum aku hafal lagi.

"Gak bisa," kataku lirih setelah selesai melihat jejeran kunci tersebut.

"Coba aja dulu!"

"Nggak bisa kak, banyak kunci yang belum aku hafal," kataku dengan menunduk sambil memainkan jariku.

"Pasti bisa, sini aku ajarin!" ujar Kak Arga seraya mengambil gitar yang ada di pangkuanku.

Aku langsung antusias saat Kak Arga mau mengajariku. Aku mendekat agar lebih jelas.

"Nah gitu dong semangat, kan aku jadi gemesh," Kak Arga mencubit pipiku gemas.

"Ish, sakit," Aku kesal namun tetap menampilkan senyuman kecil.

"Kamu itu nggak bisa kesel sama aku, Nesya," goda Kak Arga yang masih mencubit gemas pipiku.

"Kata siapa? Aku bisa!" bantahku tak terima lalu melepaskan tangan Kak Arga yang masih bertengger manis di pipiku.

"Mana coba? Mana?" kata Kak Arga dengan nada yang sangat mengejek disertai wajah tengil.

"Ih dasar! Kalau Kakak ingat! Aku pernah ngambek sampai buat Kakak hampir gila ya! Kakak mau aku ngambek kayak gitu lagi?!" ucapku dengan nada tinggi. Nah kan kelepasan.

"Iya iya, bicaranya santai dong," kata Kak Arga dengan nada yang lembut. Tapi aku sudah terlanjur marah.

"Kok diem? Marah beneran nih?" goda Kak Arga seraya mencuil hidungku.

"Bodo," kataku dingin seraya memalingkan wajahku ke arah lain.

"Yah marah beneran, jangan marah dong! Nanti kamu jelek loh," bujuk Kak Arga dengan nada memohon.

"Nesya!"

"Jangan marah ya? Ya? Ya? Ya?" sumpah deh bujuknya kayak anak cewek.

"Ayolah jangan marah! Nesya?" bujuknya lagi seraya menoel pipiku.

"Apa sih?" Aku pun nggak tau kenapa jadi kesel begini.

"Jangan marahlah! Nanti kalau marah terus aku cium loh!" katanya dengan nada jail.

Aku langsung menoleh lalu menampar pipi Kak Arga, refleks.

"Apaan sih ngaco!" kataku dengan kesal. Kak Arga bisa saja mengacak-acak isi hati aku.

"Jangan bilang gitu, pasti di hati kamu bilang pengen kan?" Nah kan emang bener ini anak pengen aku getok, untung sayang.

Cup

Aku mematung ketika Kak Arga mengecup dahiku. Aku melihat Kak Arga yang kini duduk dengan santai seolah tak terjadi apa-apa. Beneran kan tadi apa yang terjadi?  Tenang teman-teman cuma di dahi kok.

"Kak Arga!" Aku langsung memukul lengan Kak Arga setelah aku sadar kembali.

"Yah udah dong! Lagian kita kan udah punya status," kata Kak Arga yang kewalahan menghindar dari seranganku.

"Enak aja, Kak Arga udah nyolong!" kataku tidak terima.

"Iya, iya maaf lagian udah terjadi kan,"

Aku pun duduk kembali, sumpah tadi aku kaget banget. Aku mengusap dahi ku yang tadi Kak Arga cium. Huwa ibu aku ambyar!!

"Udah jangan di usap-usap ntar jejaknya ilang! Ayok belajar gitar lagi!" ucap Kak Arga yang dibarengi kekehan kecil.

"Ogah, udah nggak mood," jawabku cuek. Udah males main gitar lagi, Kak Arga sih udah bikin hati aku porak-poranda. Sudahlah mungkin aku berlebihan.

"Ya sudah deh aku saja yang main," Kak Arga mengambil gitar lalu memulai memetiknya.

Lalu menyanyikan lagu yang membuatku kembali tersenyum lebar. Memang insan satu ini suka banget buat aku baper. Jadi nggak pengen pisah.

"Ya Allah semoga aku dan Kak Arga berjodoh, amin" batinku.

Ku kembali menikmati suara syahdu Kak Arga yang mengalun memecah keheningan sore ini. Dirinya bernyanyi dengan penuh kesungguhan dan terus menyunggingkan senyum.

To Be Continued

Huft akhirnya chapter ini kelar juga. Maaf ya kalau banyak typo. Tetep stay with my story, i hope you like my story. Don't forget to vote and comment. Thanks all!!

TENTANG WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang