Chapter 7

32 9 0
                                    

Aku sampai ke sekolah tepat 5 menit sebelum bel. Tadi agak terlambat gara-gara angkotnya nggak muncul-muncul.

Aku melangkahkan kakiku dengan cepat agar tidak telat masuk kelas. Tak disangka ternyata ada seorang cowok berjalan menjajariku.

"Kok berangkatnya siang?" tanyanya.

Suaranya pernah kudengar tapi lupa siapa, aku menoleh ke sumbernya. Yah ternyata Kak Sandy, dia tampak baru saja berangkat.

"Iya Kak, tadi kelamaan nunggu angkotnya." Aku tersenyum kikuk.

"Gitu ya? aku duluan!" Kak Sandy berlari ke kelasnya yang terletak cukup jauh dari gerbang utama.

Meskipun sekolah ini hanya berlantai 1, tapi luasnya masyaa allah. Kelas 12 lah yang paling jauh dari gerbang karena terletak diujung.

"Hey!"

Brukk

Intan menubruk tubuhku keras sampai aku hampir terjatauh. Dia terlihat ngos-ngosan seperti habis dikejar anjing.

"Selow kali, ngapain lo ngos-ngosan gitu? Dikejar anjing?" tanyaku seraya mempercepat langkah.

"Enggak ... cuma dikejar waktu," jawabnya sambil menyelaraskan langkahku.

"Hah? Sejak kapan waktu punya kaki?" Setelah itu barulah aku tertawa.

"Enggak lucu," Intan cemberut.

Akhirnya kita sampai di kelas, kita duduk di kursi masing-masing dan melempar tas asal-asalan. Untung belum bel.

Baru saja aku menyandarkan tubuh ke kursi, bel masuk sudah bunyi. Memang males sih, tapi nggak apa-apa karena setelah ini adalah pelajaran bahasa Indonesia dan biasanya gurunya datangnya agak lama.

"Btw, tumben lo berangkatnya siang gitu?" tanyaku pada Intan, setahuku dia selalu datang awal.

"Gara-gara Reyhan jemputnya kesiangan," jawab Intan kesal.

"Oh gitu, makanya pacarnya dibilangin jangan siang-siang jemputnya. Katanya anak teladan," nasihatku yang menjurus pada sindiran.

"Iya berisik!" Lagi-lagi Intan mengacuhkanku.

"Kenapa sih kalau lo dinasihatin tentang cowok itu selalu bantah?" tanyaku kesal.

"Ya nggak apa-apa, cuma sensi aja dari dulu," jawabnya seolah tak bersalah.

"Ya makanya jangan sen–" kalimatku terputus setelah melihat kehadiran Bu Antika, guru bahasa.

Akhirnya kita semua belajar tentang bahasa yang isinya hanya itu-itu saja.

****

"Baik sebelum penutupan, ibu kasih tugas kelompok buat kalian!" kata Bu guru seraya membaca daftar nama siswa.

"Siapapun yang ibu pilih harus manut! Nggak ada protes!" tambahnya dengan tegas.

Aku satu kelompok dengan Intan, Dika, Jasmin, sama orang yang menjengkelkan Fino.

Tugasnya adalah wawancara dengan seorang pedagang. Pedagang apa saja, yang penting selesai. Gitu katanya Bu Antika.

Setelah Bu Antika mengakhiri pelajaran, kita berlima-Aku, Intan, Jasmin, Dika, dan Fino- berdiskusi di bangku Fino.

"Kita mau wawancara dengan siapa?" tanya Jasmin.

"Eh gimana kalau ibunya Nesya? Ibunya kan pedagang martabak," usul Intan.

TENTANG WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang