Chapter 22

20 4 0
                                    

Aku tidak keluar kamar setelah Kak Arga pulang. Aku sudah mandi tenang saja. Aku menggigit ujung bantalku, perkataan Kak Arga tadi terus terngiang di otak.

"Ternyata Kak Arga sebenci itu sama aku, emang nggak seharusnya aku suka sama dia, Kak Arga brengsek!" Aku terus mengumpat, dan menyalahkan Kak Arga berulang kali.

"Apa dia gak bisa gitu buat tahan emosinya? Punya lisan gak bisa dijaga! Nyesel aku suka sama dia! Kak Arga nyebelin, Nesya benci!" Air mata tak hentinya untuk mengalir. Ternyata dijelekkan oleh orang yang dicintai itu sesakit ini.

Tok tok tok

"Dek, buka pintunya ya! Kakak mau bicara!" ujar Kakakku dari luar sana.

Dengan langkah gontai aku pun membukakan pintu dan mempersilahkan Kak Mira untuk masuk.

"Kenapa lagi, hm?" tanyanya kalem.

Aku menatap Kakakku dengan mata dan hidungku yang memerah. Mungkin lebih baik aku cerita. "Kak, Kak Arga tega sama aku."

"Arga? Kenapa lagi dia?" tanya Kak Mira dengan kening mengkerut.

"Tadi ... Tadi Kak Arga ngatain aku kalau aku lemot. Trus dia bilang kalau aku itu gak ada gunanya. Emang aku nggak ada gunanya ya, Kak?" Aku menceritakan semuanya dengan kepala tertunduk.

Kak Mira tersenyum lembut lalu mengelus rambutku. "Dek, Kakak yakin kalau Arga nggak sengaja bilang begitu. Mungkin dia lagi stres jadinya kalau ngomong suka kelepasan. Satu lagi kamu itu berguna, cuma orang butalah yang menilai kamu nggak berguna!"

"Tapi kenapa dia kasar? Biasanya juga dia kalem kalau sama aku." Aku masih menuntut penjelasan.

"Kan Kakak sudah bilang, mungkin dia lagi stres dek jadi dia lebih emosional," tutur Kak Mira.

"Kak, Aku emang nggak cocok kan sama Kak Arga? Kak Arga itu nggak suka sama aku, jadi percuma usaha aku buat memperjuangkan Kak Arga," kataku putus asa.

"Nggak ada yang percuma di dunia ini, Dek. Kakak yakin kok, Arga itu sebenarnya sayang kamu. Bukankah kamu pernah mendengar pepatah kalau marah itu artinya sayang?"

Benar juga apa yang dikatakan Kak Mira barusan, tetapi mengapa rasanya masih sulit untuk memaafkan Kak Arga. "Tapi, Kak Arga sudah keterlaluan Kak, dia udah terlanjur nyakitin hati Nesya." Aku kembali menangis.

"Udah ya jangan nangisin hal yang nggak tentu buat kamu. Mending kamu tidur, istirahat biar beban kamu hilang barang sejenak!" Kak Mira tersenyum dan menyuruhku untuk berbaring.

Aku mengikuti kata Kak Mira dan pergi tidur untuk menghilangkan pikiran ku barang sejenak. Ingat SEJENAK!

###

Keesokan harinya aku berangkat dengan mata yang sipit karena terlalu banyak menangis tadi malam. Aku menundukkan kepalaku agar wajahku tidak terlalu terlihat.

"Hai, Nesyayang!!!" sambut Intan saat aku sampai di kelas yang memang dihuni oleh Intan saja.

"Sendiri?" tanyaku yang diangguki oleh Intan.

"Eh Nesyayang kenapa? Kok matanya kek gitu?" Intan panik saat melihat perubahan di wajahku.

"Jangan panggil Nesyayang ah! Gak etis!" kesalku.

"Yodah yodah. Tapi lo kenapa oy?" Dia kembali menerjang ku dengan pertanyaan pertamanya.

Aku duduk lalu menceritakan semuanya tentang Kak Arga.

"Wah Kak Arga udah nggak bener! Pengen gue tampol beneran dah! Mana orangnya?!" Intan langsung menggulung lengan seragamnya.

"Udahlah jangan diperpanjang males bahas dia mulu!" Aku memilih untuk tidur lagi.

"Hai, Hai, bidadari cantikku!" Belum sempat aku memejamkan mata, dengan berisiknya Reyhan datang.

"Ganggu lo ah!" Bentak ku padanya.

"Eh, eh, ini temen kamu kenapa dah? Kok mukanya sad amat?" tanya Reyhan kepada Intan.

"Ooh dia habis dikecewakan oleh Kak Arga," jawab Intan.

"Lagian ada Kak Sandy yang siap memberi cinta malah minta cintanya Kak Arga," ejek Reyhan yang membuatku naik darah.

"LU DIAM JANGAN BANYAK BACOT!" Emosiku memuncak saat Reyhan kembali membandingkan Kak Sandy dengan Kak Arga.

Apa ini karma gara-gara aku pernah menolak Kak Sandy? Ah udahlah bikin pusing aja!

...

Aku dan Intan berada di kantin. Sebenarnya  malas banget ke sini, karena aku bisa bertemu dengan Kak Arga. Tapi ya udahlah lagian perut juga lapar.

Suara dentingan sendok yang beradu dengan permukaan mangkok mendominasi diantara kita berdua. Aku dan Intan sama-sama enggan berbicara.

"Boleh gabung?" Terdengar suara yang cukup familiar membuatku menghentikan aktivitas.

Benar saja setelah aku menoleh, ternyata Kak Arga sedang berdiri dengan senyuman yang bisa membuat jantungku berdetak kencang. Namun, itu dulu, sekarang rasa kecewaku telah mendominasi. Meskipun aku tidak bisa menyangkal kalau aku masih punya perasaan dengannya.

"Aku pergi dulu." Tanpa pikir panjang aku langsung meninggalkan Intan. Berlari menjauhi Kak Arga.

"Em, aku kejar Nesya dulu ya kak." Intan pun langsung mengejar ku.

Aku duduk di bangku belakang sekolah, tempat paling sepi. Aku suka menyendiri di tempat ini, biasanya sih bareng Kak Agatha.

"Nes!"

"Tinggalin gue sendiri!" Tanpa menoleh pun aku tau kalau Intan.

"Ya udah gue pergi ya! Jangan dipikirin terus!" Lalu kudengar langkah Intan yang menjauh.

Untuk saat ini aku masih menghindari sosok Kak Arga. Permintaan maaf yang kemarin masih belum aku terima. Aku ingin dia minta maaf lebih tulus lagi, bukan spontan. Atau kalau bisa minta maaf trus habis itu jadiin aku sebagai pacar. Hahaha ngarep:(

Aku menatap biru nya langit dengan satu bintang yang paling terang. Sudahlah percuma mikirin Kak Arga, toh dia gak ada niat buat minta maaf secara bener-bener.

Holaa ayem kambek! Pokoknya tetep stay dan jangan lupa vote dan komennya😙 Thanks.

Maapin kalau masih ada typo, tetapi kalau emang ada komentar aja gaes!!

TENTANG WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang