Berubah

5.7K 249 29
                                    

Tidak ada yang tahu bagaimana rencana yang telah Tuhan siapkan untuk para manusia.

Karena Tuhan, tau mana yang lebih baik untuk mereka.

Tuhan memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.

Lalu... Apa penyesalan ini juga hadiah dari Tuhan untuk ku?

Atau mungkin ini adalah hukuman untuk kami?

Karena sejak kepergiannya... Tiada lagi kebahagiaan didalam keluarga ini.

Apa yang harus ku lakukan?

Aku menyesal...

Kami menyesal...

Sekarang, apa yang harus kami lakukan?

.
.
.

Seminggu telah berlalu sejak pemakaman Adira. Seseorang yang masih dirindukan sosoknya oleh mereka yang menyia-nyiakan kehadiran nya.

Semua tampak sama sejak hari itu. Mereka melakukan aktivitas seperti biasa. Arisha  tetap bersekolah, Adit juga masih kuliah, dan orang tua mereka yang masih bekerja setiap hari. Meski mereka terlihat baik-baik saja, dibalik senyum itu tersembunyi sebuah rasa sakit yang amat mendalam. Rasa hampa karena kehilangan salah satu kebahagiaan yang mereka sia-siakan. Tidak ada lagi canda dan tawa yang mereka tunjukkan. Semua terlihat sangat buram.

Pagi tiba, mentari kembali bersinar menyilaukan mata. Burung-burung yang berkicau dengan girangnya serta orang yang berlalu lalang melakukan aktivitas mereka masing-masing.

Di SMA Favorit, tampak Arisha yang berjalan menelusuri koridor. Wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi. Sesekali ia mendengarkan bisik-bisik yang membuat telinga terasa gatal.

"Arisha!"

Merasa dipanggil, ia menoleh kebelakang. Arisha melihat Zani yang berjalan menghampiri nya.

"Tumben lo telat hari ini?"

"... Pengen aja," jawab Arisha singkat dan berlalu pergi.

"Eh?! A-Arisha! Tunggu!" panggil Zani. Namun Arisha sama sekali tidak menoleh atau membalas panggilan Zani. Ia hanya diam menatap Arisha.

"Hah... Dia seperti ini lagi."

(Kelas 12 MIPA 1)

Arisha tampak berdiri didepan pintu kelas. Ia menyadari teman-teman sekelas yang menatap nya dengan tatapan sinis. Ini bukan pertama kalinya sejak waktu itu, jadi Arisha sudah terbiasa.

"Oh? Arisha? Ngapain didepan pintu aja? Cepet masuk," ucap Dudu ketika melihat Arisha yang melamun didepan pintu.

Arisha tersadar dari lamunan dan segera pergi menuju bangkunya.

"Lo udah siap tugas dari pak Joni?" tanya Dudu lagi.

"Sudah."

"Hah! Gue lupa nih! Gue boleh gak--"

"Lo mau nyalin tugas gue?" balas Arisha tiba-tiba.

"Eh? I-iya... Ka-kalau lo mau sih."

"Gue gak mau. Pergi, gue pengen sendiri," balas Arisha ketus.

Dudu terdiam mendengar jawaban Arisha. Perlahan ia pergi meninggalkan Arisha yang yang terlihat sangat badmood. Dan hal ini membuat teman-teman sekelas semakin terheran-heran dengan sikap nya.

Saat Dudu keluar dari kelas, ia berpapasan dengan Zani.

"Ngapain lo keluar? Bentar lagi bel masuk bunyi," tanya Zani.

"I-itu... Suasana dikelas tidak enak. Yah, ini salah gue juga sih," balas Dudu.

"Hah? Emang lo habis ngapain?"

"Hari ini kan ada jam pak Joni. Tugas gue belum selesai. Gue niat pengen nyalin tugas Arisha, tapi dia tiba-tiba ngusir gue," balas Dudu sedih.

Zani memasang wajah cemberut. Siapa yang tidak kesal jika kau baru saja datang ke sekolah dan tiba-tiba ada yang minta tugas kalian untuk disalin?

"Ya jelas salah lo, lah! Udah tau dia itu sedang badmood!"

"Ta-tapi biasanya dia gak kayak gini, kan?"

"... Lo gak sadar ya? Dia udah seperti ini sejak waktu itu."

Deg!

Dudu terdiam. Benar, sikap Arisha berubah sejak waktu itu.

"Jadi dia... Masih memikirkan nya, ya?"

(Jam istirahat)

Siswa dan siswi tampak berhamburan keluar kelas menuju kantin. Begitu juga dengan Arisha, ia tampak beranjak dari bangkunya.

"Lo mau ke kantin?" tanya Zani menghampiri Arisha.

"Iya."

"Bareng ya? Gue laper juga nih," balas Zani nyengir.

"Yasudah."

Zani hanya cengar-cengir mendengar jawaban singkat Arisha. Itu karena dia tau bagaimana sikap Arisha yang sebenarnya. Meskipun ia sangat jutek, namun Arisha tidak akan pernah cuek pada orang lain.

Suasana dikantin saat itu sangatlah riuh. Banyak siswa yang berdatangan untuk mengisi perut mereka yang sudah lapar.

"Lo mau makan apa? Biar gue aja yang pesenin," ucap Zani.

"... Tidak. Biar gue aja."

"Tapi--"

"Gue aja! Ribet banget sih!" balas Arisha ketus.

Zani terdiam, ia pun mengangguk pelan. Arisha berlalu pergi untuk memesan makan siang mereka. Zani melirik ke kanan dan kiri, ia sadar bahwa saat itu anak-anak yang berada dikantin menatap Arisha dengan tatapan tidak menyenangkan.

"Nih, pesenan lo," ucap Arisha.

"Eh? Cepet juga. Makasih," balas Zani sedikit kaget.

Mereka pun menyantap makan siang dengan tenang. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka obrolan hingga suasana menjadi canggung. Zani hanya menatap Arisha yang sibuk dengan makan siang nya. Yah, semua terlihat baik-baik saja. Sehingga...

"Hah... Jadi dia yang bernama Arisha, ya?"

"Duhh... Coba lihat deh? Dia masih bisa makan dengan tenang setelah apa yang terjadi dengan saudara kembarnya?"

"Ugh..."

"A-Arisha? Sudah... Jangan dengarkan. Mereka tidak tau apa-apa, jadi biarkan saja," ucap Zani menenangkan Arisha yang terlihat sangat kesal.

Zani melirik kearah siswi yang sibuk membicarakan Arisha. Ia menatap sinis mereka, tapi...

"Gue juga baru tau ternyata dia punya saudara kembar. Jadi selama ini dia sengaja menyembunyikan kehadiran saudara nya, ya?"

"Ckck! Kasihan banget ya saudara nya? Gue denger dia juga gak diakui oleh keluarga sendiri."

"Ya tentu saja. Mungkin itu keinginan dia selama ini. Biar saudara nya cepat mati."

Brak!!!!

"Tutup mulut kalian, si*lan!"

____________________________________

Biarkan Aku Yang Pergi[Sequel End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang