Siang ini, mentari tampak bersinar begitu terik. Air keringat bercucuran membasahi tubuh, tenggorokan yang kering karena menahan haus. Di SMA favorit, tampak siswa dan siswi berlari melakukan kegiatan olahraga. Mereka terlihat sangat antusias meskipun lelah luar biasa datang menghampiri.
Ditengah lapangan, tampak seorang gadis remaja yang menghentikan langkah setelah deru napasnya terasa memburu. Wajahnya tampak memerah karena terasa begitu lelah.
"Hei, Arisha. Lo baik-baik saja?" Melihat temannya sangat kelelahan, membuat Zani begitu khawatir. Oh ayolah, meski ia telah baik-baik saja sejak pasca operasi. Tetap saja kegiatan olahraga seperti ini terasa berat untuk Arisha. Namun entah apa yang merasuki nya, Arisha tidak peduli dengan perintah guru untuk tidak bergabung dengan teman-teman nya yang lain. Hal ini lah yang membuat Zani sedikit jengkel.
"Gue tidak apa-apa."
"Hei? Wajah lo sangat merah, ikut gue. Kita bisa istirahat sebentar." Karena kesal dengan jawaban Arisha, ia pun menarik paksa lengan Arisha untuk ikut bersamanya.
"Tch! Gue bilang tidak apa-apa!" Arisha menghempaskan tangan Zani dengan paksa. Suara bentakan Arisha tentu terdengar oleh teman-teman yang lain. Hingga mereka memandang nya sinis karena tidak senang.
"Sudahlah, Zan. Untuk apa lo mengurusi manusia kayak dia? Merepotkan!"
"Tapi--"
"Lepas."
Dengan terpaksa Zani melepaskan lengan Arisha yang sempat ia tahan. Menatap teman sekelasnya itu dengan wajah yang nanar. Sikap Arisha semakin berubah belakangan ini. Entah kenapa dia menjadi lebih sensitif dan kasar. Hal ini lah yang membuat Zani bingung.
Dengan langkah gontai, Arisha melangkah menuju pinggir lapangan. Sesekali ia memegang kepalanya yang berdenyut dan terasa sedikit nyeri. Mendongak keatas hingga menyipitkan matanya karena beradu dengan cahaya matahari yang begitu terang dan terik. Tidak bertahan lama, pandangan nya tiba-tiba berubah menjadi buram. Kakinya yang lemas hingga akhirnya terjatuh karena tidak sanggup untuk menopang dirinya sendiri.
"Arisha!"
***
(Kediaman Raveena)
Rumah mewah yang awalnya sepi itu akhirnya berisik setelah teman-teman Adit datang untuk pertama kalinya. Mereka terlihat senang karena setelah sekian lama bisa berkunjung dikediaman teman sekampus mereka. Bi Izah begitu kaget dengan kehadiran teman-teman Adit saat ia mendengar suara berisik diruang tamu. Namun kembali tersenyum setelah menyambut kehadiran mereka.
"Kalau begitu bibi akan bawakan cemilan dan minuman dingin." Bi Izah pun berlalu pergi menuju dapur.
"Haih! Kenapa baru sekarang lo ajakin kami kesini, sih?" Suara berat itu dimiliki oleh Leo, salah satu teman sejurusan Adit. Memang benar yang dikatakan Leo, baru kali ini Adit mengajak mereka untuk berkunjung ke rumah nya.
"Gue hanya bosan."
"Makanya cari pacar dong! Haha!"
Adit tampak tidak begitu merespon ucapan yang dilontarkan oleh teman-teman nya. Pikiran nya teralihkan oleh sesuatu yang lain. Ia kembali mengingat pertingkaian yang terjadi antara adik dan kedua orang tuanya. Semenjak kejadian itu, hubungan mereka terasa renggang. Tidak ada lagi senyuman, yang ada hanya sapaan dan kalimat yang saling menyalahkan. Dan alasan kenapa dia membawa teman-teman ke rumah nya adalah, untuk mengusir rasa kesepian di hatinya ini. Tapi ternyata usahanya tidak berhasil. Meski teman-teman nya begitu menikmati setiap obrolan dan ocehan konyol yang tak masuk akal, Adit justru hanya bungkam dan bergelut dengan pikiran nya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Aku Yang Pergi[Sequel End]✔
Ficção AdolescenteBagaimana rasanya jika kau hidup dengan penuh rasa penyesalan? Seandainya ku tahu akan berakhir seperti ini, mungkin aku tidak akan pernah menyia-nyiakan nya. Tolong maafkan aku.