Back Again

2.1K 142 34
                                    

Langit malam terlihat hampa tanpa kehadiran bintang, gelap gulita karena tak ada penerang bulan. Namun angin malam dapat dirasa hingga sangat menyejukkan. Di tengah keheningan, keluarga Raveena tampak menyantap makan malam penuh hikmat. Wajah yang terlihat lesu, bahkan tidak bersemangat. Keadaan seperti ini telah berlangsung sejak kepergian Adira. Yang dimana nafsu makan semakin hilang, bahkan untuk canda tawa saja sangat berat.

Arisha melirik kearah kedua orang tuanya yang sama sekali tidak ada bicara sejak kedatangan mereka. Sikap mereka yang seperti ini, sangat jauh berbeda dengan dulu yang bahkan selalu bercanda tawa. Bukan hanya kedua orang tuanya, bahkan kakak laki-laki yang duduk di sampingnya pun juga bungkam.

Keheningan ini membuat Arisha tidak nyaman. Merasa ada begitu banyak perubahan didalam rumah mewah nya itu. Untuk apa mereka berkumpul tapi tidak ada yang membuka obrolan satu orang pun? Arisha menghempaskan gelas yang ia pegang hingga membuat keluarga nya terkejut.

"Ada apa, nak?" Melihat wajah kesal putri nya membuat mama Arisha kebingungan. Sejak pertengkaran antara orang tua dan anak waktu itu, hubungan mereka menjadi sedikit renggang. Dan mungkin ini saat nya kedua orang tua Arisha memperbaiki kesalahan.

"Bukan apa-apa. Arisha hanya muak dengan keheningan ini." Dengan ketus Arisha menjawab pertanyaan mamanya. Menghembus napas kasar dan segera bangkit dari kursi berniat untuk kembali ke kamarnya. Nafsu makan Arisha sudah hilang sejak tadi. Dan sekarang dia tak ingin berlama-lama di ruangan itu yang akan membuat kekesalan nya bertambah.

"Arisha, duduk. Habiskan makan malam mu." Kali ini papa Arisha mengangkat suara. Ia tidak ingin Arisha jatuh sakit karena selalu mengabaikan makanannya. Arisha yang masih berdiri didepan meja makan hanya diam melirik ayahnya.

"Kalian lanjutkan saja makan malamnya. Arisha tidak selera." Gadis itu membalikkan tubuhnya. Namun belum sempat melangkah, ia tertahan setelah mendengar suara dingin dari ayahnya.

"Apa kau tidak dengar? Duduk dan habiskan makan malam mu." Arisha terdiam mendengar perkataan ayahnya yang terkesan dingin dan penuh penekanan. Mengerjitkan kening nya karena mulai kesal dengan sikap sang ayah.

"Arisha sudah bilang kan, pa? Arisha tidak selera. Kenapa papa selalu memaksa?"

Brak!

Arisha terperanjat karena kaget. Melihat amarah di wajah ayahnya yang selama ini tak pernah ia tunjukkan. Bahkan Adit juga sama terkejut nya dengan sang adik. Selama ini ayah mereka tidak pernah marah atau mengatakan hal kasar. Ayah yang mereka kenal adalah sosok yang lemah lembut, namun kini. Mereka terkejut dengan kenyataan. Menyaksikan amarah yang terpancar dari wajah ayah mereka.

"Jangan pancing emosi papa, Arisha. Jika kau sakit, siapa yang akan susah?" Ucapan sang ayah mampu mencubit perasaan Arisha hingga terasa menyakitkan. Kata yang penuh penekanan, seolah-olah mengatakan bahwa dirinya akan merepotkan orang lain jika nantinya ia jatuh sakit.

Arisha mengepal kedua tangan nya kesal. Matanya juga terasa panas karena menahan tangis. Bahkan sekarang pun, sang ayah yang sangat ia sayangi telah berubah. Arisha benar-benar sudah amat kesal dengan kedua orang tuanya.

"Biarkan saja aku sakit! Atau perlu sekarat di rumah sakit! Bukankah dengan begitu perhatian kalian akan kembali padaku?!" Arisha meninggikan suaranya. Isakan tangis pun pecah memenuhi ruang makan yang awalnya hening. Kedua orang tuanya membulatkan mata karena begitu terkejut dengan ucapan putri mereka. Kenapa bisa Arisha berpikir seperti itu? Orang tua siapa yang ingin jika anak nya sakit apalagi sekarat?

"Nak, apa yang kamu katakan? Ayah mu hanya tidak ingin kamu sakit, sayang." Suara lembut itu terdengar oleh Arisha hingga membuat isak tangis nya menjadi.

Biarkan Aku Yang Pergi[Sequel End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang