Sakit?

77 30 10
                                    


☆Bismillahirrahmanirrahim☆

Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan hidup ... Dan yang paling pahit kurasakan adalah berharap kepada manusia
~Ali bin Abi Thalib~

Biarkan sandaran fana itu pergi! Lantai masih ada untuk bermunajat mengiba pada sang pencipta.

🍁🍁🍁🍁🍁

"Jadi apa jawabannya?" ujar kak Alif penasaran.

"Emm ... itu kak, maaf ..." ucapku tergantung.

"Oke, tidak apa-apa. Maaf jika aku berharap lebih padamu," balasnya dengan suara lemah.

"Kak ... maksud aku itu, maaf aku belum bisa kasih jawaban sekarang, aku butuh waktu untuk mempertimbangkan ini." Aku sangat butuh waktu untuk ini, tidak mungkin aku menjawabnya sekarang.

"Baiklah, semua keputusan ada di tanganmu," sahutnya pasrah dan menunduk.

"Kak, beri aku waktu tiga hari ke depan," ucapku mantap.

"Baiklah. Sabila, saya duluan ya. Masih banyak kerjaan," pamitnya mengakhiri pertemuan ini.

Pulang dengan hati senang, akhirnya kabar baik menghinggapi. Bahkan lelahku berjalan menapaki takdir sangat ku nikmati kali ini. Ya Allah aku berharap, untuk kali ini jadikan bahagia ku sebagai ridho-Mu padaku.

Tempatku bertapakur, tempat ternyaman, tempat berkeluh kesah, menangis bahagia ataupun menangis terluka. Disini, kamar terindah, berada di rumah sederhana. Rumah yang sudah ku anggap rumah surga dunia. Dengan hati penuh suka cita ku memejamkan mata, mengingat hari pertama saat aku dan kak Alif bertemu. Tak sengaja, namun ini dia yang sering kita sebut takdir.

Hanya dengan mengingat saat pertama kali berkenalan sudah membuatku tersenyum. Lemah lembutnya, perhatiannya, bahkan sikap cemburunya membuatku melirikkan pandangan padanya. Dia yang menarik perhatian, apakah ini yang dinamakan cinta? Berdebar rasanya bila di dekatnya, terasa bahagia jika memikirkannya. Apa ini normal dan halal?

Namun rasa khawatir memang masih ada, ketakutan akan cinta ini bukan cinta yang halal. Khawatir ini bukan takdir yang sebenarnya. Apakah aku sudah mencintainya karena Allah? Hati dan pikiranku saat ini hanya tertuju padanya. Ku edarkan pandangan, hanya karena melihat dinding kamar sudah terbayang dia sedang menatap dan tersenyum dengan manis.

Ya Rabb, jika benar ini cinta yang halal bagiku, maka mudahkan jawaban untukku. Aku bukanlah manusia sempurna, bimbing aku untuk menemukan petunjuk-Mu. Apa ini yang memang terbaik untukku? Aku ingin menjemput jodohku atas dasar ridho-Mu ya Rabb ....

🍁

Perpustakaan yang biasa dipakai untuk membaca buku, namun kali ini kugunakan untuk diskusi dengan Nazma, lebih tepatnya curhat sih.

"Ma," panggilku dengan bahagia.

"Iya, ada apa?" tanya Nazma dengan mengangkat alisnya penasaran.

"Dengarkan aku, kali ini aku sangat bahagia ...," ucapku menggantung.

"Iya, kenapa Sabila?" balas Nazma tak sabar.

"Kak Alif mengajakku taaruf, CV taarufnya sudah berada di tanganku," jawabku dengan tersenyum senang.

"Ah benarkah? Terus sudah kau jawab?" ucapnya dengan ekspresi terkejut bahagia.

"Belum sih, aku minta waktu untuk menjawabnya," jawabku masih dengan ekspresi bahagia.

"Haahhh? Kamu masih minta waktu untuk menjawab itu? Bukannya kau pun senang akan taarufnya itu?" balas Nazma dengan mata yang sukses membulat karena tak habis pikir.

Kekasih Halal di Bumi Cordoba (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang