Chap 6: Minggu Pagi

179 32 7
                                    

08.15 AM

Ayah: 2 minggu lagi sidang

Ayah: Jangan  bertingkah


Light menatap samar pada layar ponselnya, kemudian menghela napas panjang. Cowok itu menatap pantulan dirinya yang sudah rapi dari kaca kamarnya. Tanpa membalas pesan sang ayah, Light beralih ke kontak seseorang. Lalu segera menelponnya.

"15 menit lagi gue sampe di rumah lo." kata Light saat panggilan sudah terhubung.

"Gue tunggu di ruang makan."

"Ck, nggak usah sarapan. Kita mau keluar."

"Ya udah, gue tunggu."

Panggilan telepon terputus begitu saja. El yang sudah siap pun keluar dan menuruni tangga menuju ke lantai bawah. Namun langkahnya terhenti di belokan tangga. Di mana terpasang lukisan masing-masing anggota keluarga Yagami. 5 figura, dengan 3 figura lain yang tertutup oleh kain putih.

Light memandangi figura ketiga cukup lama. Sebelum kemudian cowok itu menghela napas. "Bi Lastri," panggilnya pada seorang pelayan.

"Iya, Den?" sahut seorang wanita tua mendekat. 

"Kain penutupnya Sayu diturunin aja."

"Tapi kalo—"

"Bapak nggak bakal marah. Udah turunin aja," sambung Light dengan cepat. "Sayu masih hidup, Bi. Dia masih ada di dunia ini. Nggak perlu ditutup kayak punya Ibu."

Bi Lastri tidak langsung menjawab. Wanita tua itu diam beberapa saat memandangi senyuman tipis di bibir Light. Bi Lastri sudah mengenal Light sejak sebelum ia tinggal di mansion mewah ini. Mudah baginya membaca hati pemuda itu. Walau hanya dari tatapan saja.

"Saya tinggal duluan ya, Bi."

Bi Lastri mengerjap sadar saat Light menepuk pundaknya. Pemuda itu tersenyum pendek lalu berjalan keluar dari rumah. Bi Lastri menatap ke arah pundak El yang perlahan menjauh,  menyaksikan betapa rapuh pundak itu kembali berusaha kuat. Sendirian.


♖♜♖


"Tumben lo bawa motor?"

Light menghela napas sejenak setelah melepas helm full facenya. "Biar gak bikin macet." jawab cowok itu menata Misa. "Lo ngapain pake rok? Ganti. Udah tau gue bawa ninja."

Misa mendengus pendek. "Ya udah tunggu." katanya berbalik. "Masuk, ada Mamah di dalem."

Light mengangguk singkat. Kemudian menyandarkan motor. Cowok itu menaruh helmnya di stang motor, kemudian berjalan masuk. Dan benar saja, ada Mrs. Amane sedang duduk di sofa dengan secangkir teh pagi di meja dan tab di tangan.

"Mama nggak di Jakarta?" kata El duduk santai di sofa depan. Dengan panggilan akrab, Mama.

"Nanti sore ke Jakarta. Ini mau ke Bogor mantau kantor, terus mampir dulu ke sini." balas Mama santai juga, sambil menatap layar tabnya.

"Mama masih ngurus perusahaan? Istirahatnya kapan dong?"

Mama pun berhenti menatap tabnya. Ia mendongak, menatap Light dengan tatapan teduh. Ada sebuah senyum yang terbit di bibir wanita itu. "Nggak tau, mungkin nanti kalo Light udah pegang perusahaan Mama. Sama Misa."

Raut wajah Light seketika berubah. Namun tak butuh waktu lama bagi Light untuk menutupinya. Wanita itu tak perlu tahu bagaimana kalimat itu menjadi hantaman bagi El. Setiap kali mengingat semua orang berharap padanya, namun ambisi yang ada di kepalanya saat ini hanya bagaimana cara kabur dari semua ini.

"Udah."

Mama dan Light menoleh. Misa turun dengan pakaian casual dan celana jeans panjang. Light pun segera bangkit dan mencium tangan Mama. 

"Hati-hati ya," kata Mama menatap El.

El dan Misa mengangguk patuh. Kemudian keduanya berjalan keluar dari mansion. Light memutar motornya ke arah gerbang. Misa pun naik ke jok belakang. Kawasaki ninja biru itu pun beranjak tanpa perlu ada percakapan. Sampai hati Misa tergelitik untuk bertanya.

"Ngomongin apa sama Mamah?"

Namun Light hanya melirik dari spion, "bukan apa-apa."


♖♜♖


Erza yang sedang duduk di bengkel melirik ke arah lampu merah. Tepat di mana seorang cowok bersurai coklat terang berhenti di belakang zebra cross. Gadis itu mengernyit, sadar ia merasa tidak asing dengan cewek di jok belakang.

"Ra, itu ceweknya Natsu, kan?"

Mirajane yang disenggol pelan pun menoleh. Gadis itu mengikuti arah pandangan Erza dan mengerjap beberapa kali, memastikan ia tidak salah lihat. "Lah, iya. Si Misa, kan?"

Ternyata benar. Erza sedikit ternganga, merasai api bergejolak di dalam hatinya. Kesal melihat pacar temannya yang jalan bersama cowok lain. Apa-apaan coba? Erza tidak terima.

"Cha! Mau ke mana eh!" Mirajane langsung berdiri dan menahan lengan Erza ketika gadis itu bangkit dan berjalan keluar dari bengkel.

"Mumpung lampu merah, Ra! Gue labrak tuh cewek!" kata Erza menepis tangan Mirajane. "Dari awal bener firasat gue. Misa tuh cewek nggak bener, buta kali ya Natsu itu?!"

"Ya elah, Echa. Nggak gitu juga. Siapa tau temennya, mau ngerjain tugas kelompok. Bisa aja Misa udah bilang ke Natsu."

Erza masih mengerutkan dahi, rasa kesalnya belum hilang. Cewek itu memutuskan untuk meraih ponselnya di saku, kemudian menelepon seseorang.




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Lacuna | Milight✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang