Chap 12: Hukum Charles dan Sindiran

97 24 1
                                    

Light masuk ke kelas dengan raut wajah tak terbaca. Ia menaruh ransel dan duduk di bangkunya tanpa menyapa teman-temannya yang lain di meja Ryuji. Renzo yang sadar pun mengernyit heran. 

"Anak kelas sebelah ngeledekin lo lagi?" 

Light menghela napas. "Misa udah berangkat hari ini?"

Renzo sedikit menaikkan alis. Ryuji dan Rin pun menoleh ke meja Light, heran karena tumben El menaruh sedikit atensi pada gadis itu.

"Gue belum lewat koridor depan, sih. Coba gue tanya temennya—"

"Udah nggak usah." 

El mengangkat dua kaki ke meja dengan kepala yang merunduk pada layar ponsel. Untung Mello belum datang. Cowok itu mungkin masih sebat di warjok bersama kakak kelas. Karena kalau Mello sudah datang, pasti ia sudah langsung menyingkirkan kaki El dari mejanya.

Tapi masalahnya sekarang bukan soal Mello, tapi Misa.

Cewek itu sudah tidak ada di tempat saat Light kembali. Nomornya tak bisa dihubungi, Misa hilang begitu saja. Apa-apaan memangnya? Setan? Ah sumpah, bikin kesal.

Masih banyak pertanyaan di kepala Light soal kemarin. Cowok itu sudah yakin sepenuhnya kalau semalam mereka bisa memulai semuanya dari awal. Memperbaiki setiap kesalahan yang pernah terjadi. 

Tapi poof, Misa hilang begitu saja.

"Eh Light, Pak Mephisto nitip ini ke elu." kata Rin menyodorkan lembar kertas materi.

"Apa nih?" Light mengernyit menerimanya.

"Silabus fisika? Tambahan materi? Ah apa sih, nggak paham gue."

"Buat olim?"

"Buat diinjek-injek." Rin mendengus pendek. "Kalo udah dikasih ke elo ya berarti soal olim dong, Raja Dangdut. Lu fotokopi, nanti kalo udah kasih ke Yukio."

Light mengangguk-angguk paham. Rin pun melengos dan kembali ke tempat duduknya, asik mengobrol bersma Ryuji dan Renzo. Olimpiade lagi, ya? Light tersenyum miris.

Hatinya masih belum sembuh.


♖♜♖


"Gue ngerti, tapi akhirnya kan balik lagi ke pengertian dasar, El. Gas ideal itu sekumpulan partikel gas yang nggak saling berinteraksi satu sama lainnya." 

"Gue nggak masalahin pengertian. Tapi liat dong, yang lo pake di sini itu Hukum Charles."

"Ya kan emang jawabannya itu. Makanya gue jelasin dari awal. Lo ada apa sih, El? Ini teori dasarnya loh. Masa nggak konek?"

Light melepas kaca matanya. Cowok itu menyandarkan punggung pada sofa sambil memijat pangkal hidungnya. Nico Robin benar, ini memang teori dasar kinetik gas yang sudah habis dibahas di semester satu. 

Hanya karena permasalahan di luar akademis, Light jadi kacau di dasar teori. Padahal itu kunci termudah dari awal.

"Lo nelepon gue minta gue ajarin elo. Tapi nggak segininya juga kali, El." Robin menghela napas panjang. "Ini namanya gue ngulang materi ke elo."

"Sorry, Kak. Gue lagi nggak fokus."

Robin memutar bola matanya malas. Padahal sejak masalah olimpiade matematika dulu, mereka tidak bisa berdiskusi dengan leluasa. Tapi pemandangan di depan Robin sekarang malah Light yang tanpa ada motivasi.

"Lo masih mau ikut olim ini?"

Light menaikkan wajah. Ia menatap Robin tak mengerti. 

"Ambisi apa lagi yang lo kejar? Kalo emang lo pengen balas dendam ke bokap lo pake bakar semua sertifikat lu, seharusnya selama ini udah cukup. Lo bisa lakuin hari ini juga."

"Gue adiksi." jawab Light menunduk. "Gue adiksi sama semua ini."

"Nggak, lo nggak adiksi. Lo terpaksa, dan lo malah terbiasa sama semua paksaan buat tetep ada di olimpiade." balas Robin cepat. "Tapi lo nggak punya keinginan itu sendiri buat ada di sana."

Light diam cukup lama, tak membalas. Sampai akhirnya ia berdiri dan berjalan menuju ke kasir. "Gue pesen minum lagi dulu," ucapnya pada Robin.

Light pun mengantri di belakang seorang gadis berambut hitam. Butuh waktu beberapa saat sampai El mengernyit, merasa sedikit familiar dengan orang di depannya.

"Lily?"

Gadis itu pun menoleh ke belakang. Ia melebarkan mata, sedikit kaget melihat kehadiran El di WBD. "Lah, ngapain lu ngab? Ini kan sarang anak KHS."

"Ye elu juga anak Smansakai," balas Light cepat. "Mabok lo jam segini masih pake seragam? Nggak salah nih Lilyanna temennya Tanjirou?"

"Ck, konsumsi OSIS abis, jir. Kalo Kak Rivai nggak maksa juga gue buat cari ya gue juga ogah." dumelnya dengan tatapan penuh dendam. "Lo ngapain di sini?"

"Review soal latihan olim. Alim kan gue, nggak kelayapan mulu kayak lo." Light tersenyum sombong. "Heran ya gue, lu temennya Tanjirou malah jadi cabe. Ih."

"Dari pada temenan sama lo jadi tukang tikung."

"Ini yang pake topping red velvet sama cokelat 25. Jadi tinggal taro 5 lagi ya, Kak."

Lily langsung maju selangkah. Cewek itu memutuskan untuk langsung membayar. Sambil kasir memproses, Lily pun kembali menoleh ke belakang.

"Hubungan lo sama Kanao lagi nggak bagus, ya?"

"Hm?"

"Cewek lo masih bisa lo hubungi?"

Light membeku, tak menjawab sama sekali. Tapi di depan Lily, cowok itu tidak bisa menyembunyikan raut wajah kagetnya. Cewek asing itu tahu segalanya.




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Lacuna | Milight✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang