Hurt to Love || Bagian 12

4.7K 176 26
                                    

Sebuah pesawat tujuan New York - Jakarta berhasil landing di bandara soekarno hatta pagi itu. Seorang pria berbadan tegap, gagah dan tampan dengan mengenakan kaos polo putih dan celana jeans biru pendek menarik koper keluar dari pintu kedatangan menuju lobi bandara. Jadwal kepulangannya ke tanah air tercinta seharusnya sudah sejak tiga bulan yang lalu, tetapi karena pekerjaannya yang padat dia baru bisa pulang ke Indonesia hari ini.

"Baby i am coming" ucapnya lirih, sebuah senyum kerinduan terlukis dibibirnya.

***

Pagi ini hujan mengguyur kota Jakarta cukup deras, di musim penghujan seperti ini kota Jakarta termasuk kota yang rawan banjir sudah terbukti beberapa titik di Jakarta memang sudah terendam banjir. Untung saja Vio berada di kota Jakarta yang tidak dilalui oleh banjir, jadi walaupun hujan deras cukup aman untuknya menuju tempat kerjanya menggunakan mobil.

Vio tiba dikantor setengah jam lebih awal dari biasanya, hari ini ada rapat pleno bulanan para manager dari masing-masing divisi. Semua bahan-bahan laporan sudah Vio siapkan dari seminggu yang lalu, hari ini dia tinggal mempresentasikannya didepan CEO nya, Nino.

Vio memasuki ruang rapat dilantai 26, dia sengaja bertukar tempat duduk dengan Axel dari divisi IT. Mungkin hal ini akan menimbulkan banyak pertanyaan-pertanyaan mengingat Vio dan Melani sebelumnya memang dekat dan selalu duduk berdampingan ketika rapat. Vio terlihat sedang terlibat perbincangan kecil dengan Farel manager divisi konstruksi ketika Melanie memasuki ruangan. Vio mengalihkan pandanganke ke arah Melanie namun hanya sebentar setelah itu kembali berbincang dengan Farel.

"Hai Mel udah baikan? Gue denger katanya kemarin lo sakit?" Sapa Axel ketika Melanie duduk di kursi sebelahnya.

"Iya seperti yang kamu liat Xel" kemudian Melanie menyunggingkan senyumnya.

"Lo nggak lagi marahan sama Vio, kan?"

"Eh..hm..nggak kok mungkin dia pengen cari suasana baru aja" Melanie menjawab dengan tergagap.

Dia melirik Vio yang duduk tepat di meja seberangnya sedang terlibat obrolan dengan Farel. Dia benar-benar manjauhinya, dunianya kini terasa berbeda, ada sesuatu yang hilang dari dalam hatinya. Sahabat terdekatnya kini benar-benar menjauh darinya semua karena tindakan bodoh yang dilakukannya, mengkhianati sahabatnya sendiri. Andai saja waktu dapat berputar kembali, dia akan memilih untuk tidak larut dan terhanyut dalam rayuan kekasih sahabatnya itu. Andai dulu dia bisa memilih dia akan menerima tawaran kekasihnya pergi ke New York bekerja dengannya disana. Tetapi nasi sudah menjadi bubur, sekarang yang harus dilakukannya adalah menerima segala konsekuensi dari perbuatannya.

Pukul 11.00 rapat selesai. Satu persatu peserta rapat keluar dari ruangan. Didalam lift ada 12 orang termasuk Vio dan Melanie. Tanpa saling bertatap mata dan tanpa ada suara yang terucap dari keduanya padahal mereka berdua berdiri berdampingan. Di lantai 25 Vio keluar menuju ruangannya, tanpa Vio sadari Melanie ternyata mengikutinya dibelakang.

"Vi"

Vio berbalik dan mendapati Melanie berjalan dibelakangnya.

"Aku mau bicara sesuatu, kamu ada waktu?"

Vio tampak diam sejenak kemudian dia mengangguk dan berjalan masuk ke ruangannya. Mereka memilih duduk di sofa yang ada diruangan Vio. Vio masih terdiam tidak berniat untuk memulai pembicaraan. Vio sudah mempunyai firasat kalau maksud kedatangan Melanie mungkin akan menjelaskan padanya tentang semua yang terjadi, dan semua itu benar.

Melanie terlihat menarik nafas kemudian mulai berbicara. "Aku dulu sempat mengaguminya semasa kuliah, tidak dipungkiri dia adalah pria yang menarik perhatian wanita manapun selain perawakannya yang mendekati kata sempurna dia juga cerdas, gigih dan ulet. Dia mendekatiku jujur aku bahagia tetapi ternyata dia mendekati ku karena ada maksud untuk menggali semua informasi tentang kamu. Karena awalnya memang sekedar rasa kagum aku pun dengan senang hati membantunya untuk mendapatkan mu. Hingga akhirnya dia mengenalkan ku pada temannya yang bernama Jordan (Joe). Waktu pun berlalu dan Joe menyatakan perasaannya padaku kemudian karena aku pun ada perasaan yang sama padanya aku memutuskan untuk menerimanya. Aku sedikit iba melihat Ifan yang sudah setahun setengah lamanya mengejarmu tetapi belum juga mendapat respon positif dari kamu padahal kita berempat sering keluar bersama menghabiskan waktu luang bersama untuk jalan-jalan. Melihat kegigihan usahanya mendapatkan kamu, aku yang tadinya hanya merasa kagum akhirnya perasaan itu berubah menjadi sebuah perasaan yang tidak dapat ku artikan. Lalu akhirnya tepat 2 tahun dia mengejarmu akhirnya kamu menyambut perasaannya juga dan akhirnya kalian berdua mulai menjalin hubungan. Aku turut bahagia. Setahun setelah itu Joe pergi ke New York untuk memimpin perusahaan ayahnya disana

Hurt to LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang