chap 3

24 4 0
                                    


______________________________________

R to R
______________________________________



















Haekal sebenarnya malas pulang pagi itu namun karena barangnya ada yang tertinggal jadi mau gak mau harus kembali ke rumah, pemuda itu selalu mencari alasan agar bertemu dengan Lita dulu namun sekarang ia rasa sudah gak perlu lagi. Benar bukan hanya pada Ryujin saja keluarganya bersikap over bahkan pada yang lain juga terkecuali ke empat kakaknya yang sudah mempunyai kehidupan masing-masing ... kentara sekali kecemburuan terhadap sang kakak kerap kali dirinya tunjukan. Itulah kenapa Haekal selalu bersikap jahat pada adik perempuannya sendiri, bukan karena rasa percayanya gak ada akan tetapi dorongan sekitarnya.

Pemuda itu mengunci pintunya entah mengapa dunianya seakan hancur begitu saja setelah kepergian Lita, Haekal sama sekali gak membuka kamarnya pada siapapun. Ryujin merasa ada yang gak benar dengan sikap kakak ke enamnya terhadap sang ayah, padahal saat itu semua orang lagi kumpul akan tetapi hanya Haekal yang memisahkan dirinya. Sang ayah mengetuk pintu kamar Haekal yang gak kunjung dibuka oleh pemiliknya, suara berat pria baya itu membuat seluruh penghuni rumah bergeming.

Ryujin berusaha untuk gak ikut campur namun ketukan itu semakin lama semakin kencang, gadis itu memegangi telinganya yang berdengung. "Haekal! Haekal buka!" teriak sang ayah.

"Apaan sih, Pi. Papi gak cukup buat aku menderita?!" pertama kalinya pemuda itu melawan ucapan ayahnya sendiri, dan membuat saudaranya yang lain kaget bukan main. Haekal terkadang berpikir nestapa apa yang membuatnya terlahir dikeluarga ini, tangan kekar yang mulai menua tersebut melayang meninggalkan bekas kemerahan. Tertekan. Itulah yang Haekal rasakan saat ini gak ada lagi yang membuatnya bertahan dalam jalannya kehidupan, gadis yang membuatnya menjadi sebuah alasan bertahan telah tiada.

"Papi enough!" tegas Yuan yang langsung bergerak cepat melerai perdebatan tersebut sebelum lebih jauh lagi, "apa yang kamu lakukan salah, sadarkan? Untuk apa kamu melawan papi." Haekal terdiam kemudian memasuki kembali persinggahannya dengan langkah tenang, dalam kamar lelaki itu mengutuk kehidupannya sendiri karena gak bisa berbuat apa-apa terhadap kekasihnya, Lita. Kedua lelaki dewasa itu akhirnya memilih pergi.

"Kamu liat adikmu! Bahkan dia gak menghormati papinya sendiri!" Yuan memijat pelipisnya lalu menenangkan sang ayah yang masih terbawa suasana, Ryujin mendengar semuanya. Jelas. Tetapi gadis itu masih belum bisa membantu apa pun terhadap kakak-kakaknya yang lain, bahkan nasib percintaan mereka hampir sama.
Ryujin memutuskan untuk masuk ke dalam kamar Haekal, terlihat sekali wajah kakak ke enamnya itu sangat sayu dan gak ada gairah hidup. Bahkan walaupun hanya untuk sesaat saja, pemuda tersebut tersungkur ke lantai kemudian menangis dalam kesakitannya.

R to R

Hari baru luka baru begitulah yang Ryujin katakan saat keadaan hatinya sedang hancur, sejujurnya gadis tersebut gak tega atas apa yang menimpa kakaknya. Namun disaat ia butuh tempat cuma Maraka dan Haekal yang mendengar keluhannya, setiap ada masalah Haekal lah yang membela dirinya, disaat gak ada siapapun bisa dekat dengannya hanya Maraka yang mampu meluluhkan peraturan ayah mereka. Haekal tersenyum sumir pada adik perempuannya lalu mengusap kepala Ryujin dengan lembut; sesaat keduanya saling memandang lalu berbalik begitu saudara lainnya saling memberikan sapaan.

Ryujin mengeluarkan panci kemudian menuangkan dua gelas air ke dalam panci lalu memasukan mi yang akan gadis itu masak ... sejenak Ryujin berpikir apakah dengan memasak mi akan membuat hati kakaknya lebih tenang. Namun, jika sebuah permasalahan dapat terselesai hanya karena memasak mi instan, apa semua masalahnya dapat terselesaikan? Haekal bergegas turun dari lantai atas harum Bulgari membaui penciuman gadis tersebut.

"Bang, mau ke mana?" 

"Mau datang ke pemakaman." agaknya Ryujin terkejut dengan penuturan kakaknya itu, entah kenapa perasaannya bisa merasakan kesedihan yang mendalam terhadap langkah sang kakak.

Gadis itu tergopoh-gopoh mengejar Haekal yang belum terlalu jauh dari halaman rumah, "bang!" seru Ryujin. Haekal menolehkan kepalanya cepat lalu menatap adiknya dengan tatapan bingung, si bungsu terlihat begitu khawatir sampai-sampai membawakannya satu bekal nasi bercampur mi goreng diatasnya. "Buat abang, bawa aja." cowok tersebut tergelak renyah dan menggeleng kepalanya perlahan.

"Abang mau ke pemakaman bukan kerja kelompok. Tapi berhubung kamu udah repot-repot. Abang terima bekalnya. Makasih ya, adik abang yang manis."
Saat Ryujin masuk ke dalam rumah sepasang mata menatapnya dengan tajam, sang ayah yang hampir memarahinya mendadak berhenti ketika mendengar perkataan dari putri bungsunya sendiri.

Ada rasa menyesal karena telah membuat hati putranya merasa terkekang, namun, apa daya baginya: lelaki itu hanya gak mau anak-anaknya merasakan kegagalan sebelum benar-benar menjalani pahitnya kehidupan. Sang ayah mengeraskan rahangnya setelah dengar kata-kata anak perempuannya, apa pemakaman? Semacam begitulah isi pikirannya kala itu. Pria berumur ini cukup tau mana yang hanya alasan dan mana yang jujur. Sang ayah menelponnya sontak saja itu membuat Haekal merasa mendidih karena merasa gak dipercaya.

"Kamu–" ucapan itu langsung diserobot oleh sang lawan bicara.

"Pi, ini bukan waktunya buat menanyakan hal gak penting. Keluarga Alita lagi berkabung: tolong papi tahan keegoisan papi, bisa?" Haekal mematikan panggilan itu secara sepihak ... sebenarnya air mata yang pemuda itu keluar gak ada arti dari rasa sakit keluarga kekasihnya— mantan kekasihnya— pemuda tersebut berjalan meninggalkan area pemakaman. Suasana langit siang itu berubah seakan mengerti bagaimana perasaannya saat ini, hanya saja beberapa orang pasti gak menyadarinya.

Walaupun ibu dari Lita gak hadir karena terhalang pandemi tapi gak membuat keluarga cewek itu buat gak ikut. Haekal memandang kosong jalanan di hadapannya tanpa terasa air matanya kembali meluruh dan berakibat buruk pada suasana hatinya, penghujung hari ini terlalu buruk buat seorang pemuda sepertinya. "Cara aku membuang semua tentang kita gimana, Lit." gumam lelaki yang langsung menjalankan mobilnya. Haekal sungguh-sungguh menaruh harapan besar pada kala itu sehingga dirinya gak lagi memikirkan banyak alasan agar dapat mencari kebenaran dari setiap pertanyaan hati.

Belum ada kata merelakan dari hati Haekal yang bisa menenangkan jiwanya, suara guntur menjawab setiap gelisahan pemuda itu. Dinanda masih berusaha menghubunginya sejam sudah temannya pergi dari prosesi pemakaman itu, bahkan tanpa mengatakan apa pun, tetapi ia yakin gak ada yang baik-baik saja saat ini. "Kal, lo boleh cari ketenangan batin. Tapi gak dengan menyendiri kaya begini: semua orang juga kehilangan Alita," ujar Dinanda dengan perasaan kalut. Sore itu selepas dari pemakaman Haekal gak meninggalkan kabar apa-apa sehingga seluruh teman dan kerabatnya mencari tanpa perhentian.






























_____________________________________

Continue....
_____________________________________

_____________________________________

Click ⭐ vote
commendnya 💬
_____________________________________

R To RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang