✨37

1.6K 118 38
                                    

✨✨✨

Biarlah ending dari kisahmu hanya Tuhan yang tahu. Sungguh menyakitkan, saat dirimu tahu bagaimana endingnya, tapi kamu tak bisa menerimanya.

✨✨✨

Menyakitkan, bukan? Jika kita bertakdir untuk berselisih bertahun lamanya dengan saudara sendiri. Saat kamu berharap hubungan kekeluargaanmu itu akan harmonis, seperti keluarga lainnya, tapi ternyata takdirmu berbeda. Sakit, rasa sakit harus kamu emban lebih lama. Kamu sebenarnya iri dengan takdir orang lain yang memiliki keluarga bahagia.

Seperti kei. Dia juga menginginkan hal yang sama seperti mu. Dia juga menginginkan keluarganya bahagia.

Tapi ia hanya bisa mengalah pada takdir. Ia harus kuat.

"Pa, Kei mau pulang." Ia menatap Alex penuh harap. Sudah satu minggu ia mendekam di rumah sakit ini. Untung saja retak tengkoraknya tidak terlalu fatal, jadi ia tidak akan diam di tempat menyebalkannya ini lebih lama.

Alex balik menatap putrinya itu. "Kamu belum terlalu sehat, Nak. Papa khawatir kamu malah sakit lagi setelah pulang dari sini." Ia duduk di sebelah Kei. Putri satu-satunya ini memang sangat memprihatinkan. Andai saja Ken dan Chintya tahu kebenarannya.

"Aku baik-baik aja, kok, Pa. Ayo pulang!" Kei mengajaknya, agak memaksa, sih.

Alex menggeleng. Ia tidak bisa menuruti permintaan anaknya untuk kali ini.

Respon Alex sungguh membuat Kei kecewa. Ia kira, Alex akan menuruti permintaannya itu. Kei benci rumah sakit. Pasti setiap tahun ia akan mengunjungi tempat ini lagi, dan lagi.

Ia bosan. Jenuh pula. Ia rindu kamarnya. "Pa ... aku mau pulang. Lagian, di rumah juga aku cuma diem 'kan?" Ia mencoba untuk membujuk Papanya itu.

Alex tetap menggeleng. "Di rumah ada Ken! Papa gak mau kejadian ini kembali terulang."

"Ken juga kan anak Pap-"

"Tapi dia sangat mengecewakan. Perlahan, yang Papa rasakan jika melihat Ken, rasa benci mulai hadir di hati Papa," tukas Alex. Ia overprotective terhadap Kei. Tidak mau jika kejadian yang hampir merenggut nyawa Kei kembali terulang. Dan yang ia paling sesali adalah ketika anaknya sendiri-lah yang melakukan hal tersebut.

Alex kecewa.

"Pa, jangan git-"

"Jadi Papa benci Ken, gitu?" Pertanyaan yang memotong ucapan Kei ini sangat membuat dua orang tersebut terkejut.

Kei mengarahkan pandangannya ke arah pintu, di sana Ken sedang berdiri dengan sorot mata yang teramat menyeramkan.

Kei sadar, Ken sedang emosi. Ia mengerti bagaimana perasaan Ken karena batin sesama saudara kembar tidak akan bisa tertutupi oleh rasa benci.

"Bukan gitu maksud Papa, Ken!" Kei mencoba membela Alex semampunya. Bisa makin retak hubungan kekeluargaan mereka jika masalah ini terus berlanjut.

Ken berdecih. "Gue denger! Dia bilang mulai benci gue, kan? Lo gausah bela dia, deh!"

"Ya. Papa mulai membencimu, Ken."

Kei tak percaya dengan apa yang Alex ucapkan. "PA!!! JANGAN BICARA KAY-"

"Karena kamu sudah melukai putri saya satu-satunya." Bulat, penuh penekanan. Alex tidak bercanda. Siapa pun yang melukai putrinya, maka ia tak akan bisa memaafkannya.

Alex mendapatkan pandangan yang tak sedap dari Ken.

Ken marah. Matanya semakin memerah, bahunya naik turun tersulut emosi. Tapi dalam hatinya, ia sedang menangis. Mengapa Alex sangat membela Kei sampai ia membenci Ken?

ALSAVA: friendship and relationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang