✨3

2.7K 192 22
                                    


"Ken mau nambah nasinya, gak? Biar Mama ambilin," tawar Chintya pada Kennan.

Keluarganya Kei kini sedang makan malam bersama. Meskipun hubungan mereka rapuh tapi tradisi sarapan dan makan malam bersama tak pernah terlewatkan.

"Gausah, Ma. Udah kenyang," jawab Kennan.

Chintya mengangguk saat mendengarkan jawaban anak lelakinya itu.

"Ma, Kei pengen nambah nasinya," ujar Kei.

"Ambil aja sendiri!" cetus Chintya.

Kei tersenyum perih. Bukannya anak perempuan harus lebih dimanjakan, ya? Tapi mengapa Chintya hanya memanjakan Ken saja, tidak dengan Kei.

Kei menambahkan sedikit nasi pada piringnya.

"Ngabisin beras aja," sindir Chintya pada Kei.

"Ma udahlah! Kei juga anak kita, kenapa Mama cuma manjain Ken doang?" tanya Alex, ayah Kei.

"Pa, dia itu pembunuh! Kenapa Papa selalu belain dia, sih?!" murka Chintya. Ia membanting sendoknya ke piring.

"Ma, berhenti mengucapkan kata-kata yang tidak pantas untuk anak kita!" tegas Alex. Ia sangat menyayangi Kei layaknya Chintya menyayangi Ken.

Alex selalu membela Kei seperti Chintya pada Ken. Terus saja seperti itu.

Alex melakukan hal ini karena ia tidak mau kehilangan anak perempuan satu-satunya itu. Dengan ibunya yang terus menyudutkannya dan Ken yang mendiamkannya, itu akan membuat semangat hidup Kei turun.

"Dia pantas mati bukan pantas dikasih sayangi!" seru Chintya.

Kei menahan air matanya agar tidak jatuh melihat dan mendengarkan perdebatan kedua orang tuanya.

Kei lantas pergi meninggalkan meja makan tanpa pamit karena sudah tidak tahan lagi.

"Lihatlah anak sialan itu, Alex! Nyelonong saja tanpa berkata apa pun! Tidak sopan!" ujar Chintya sambil bercampur emosi.

"Sudahlah, Ma! Mama cuma bikin Kei sama Papa stress aja!" kesal Alex lantas meninggalkan meja makan.

Ia bergegas menyusul putri kesayangannya itu.

"Kei ...," panggil Alex sambil mengetuk pintu.

"Kei, Papa boleh masuk?" tanya Alex dari luar pintu kamar.

"Masuk aja, Pa." Jawab Kei dengan suara serak.

Alex lalu membuka pintunya dan melihat Kei yang terduduk dengan wajah sendu bekas menangis. Alex duduk di dekat Kei.

"Maafin Papa, nak," ujar Alex sambil menggenggam tangan putrinya itu.

"Papa gak salah, kok," jawab Kei. Ia tersenyum pada ayahnya itu.

Alex merasa perih saat Kei tersenyum padanya. "Kei ... suatu saat nanti, Mama pasti sadar, kok," hibur Alex pada Kei yang sedang menunduk.

"Kapan, Pa?" tanya Kei sambil terisak lagi.

"Udah berapa tahun Mama giniin Kei. Kei juga lama-lama cape, Pa. Kei juga punya hati," lanjut Kei.

Alex membelai rambut Kei. Lalu ia menangkup pipi putrinya itu dan mengarahkan kepalanya agar menatapnya.

"Percaya pada Tuhan. Dia gak akan ingkar pada janji-Nya bahwa setiap hamba-Nya akan selalu diberi kebahagiaan walaupun dalam bentuk yang berbeda," tegas Alex sambil tersenyum lembut.

Kei mendengarkan ucapan ayahnya itu sambil berpikir. "Bahagia Kei hanyalah Papa ...," lirihnya.

Alex terkejut. Ia memang jarang sekali mengobrol berdua dengan Kei seperti ini. Ia juga tak pernah mengambil raport Kei yang berhasil menduduki rangking 1 paralel. Ia juga tak pernah menemani Kei mengikuti lomba atau menerima penghargaannya. Padahal, putrinya ini sangat butuh akan kehadirannya.

ALSAVA: friendship and relationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang