5. Ini Lara

57 15 9
                                    

Lara tak pernah meminta luka dalam hidupnya. Tapi, Tuhan sedang mengujinya. Ini cara paling ampuh untuk menguji kesabaran masing-masing makhluk.

Gadis itu tak punya pilihan selain menjadikan dirinya sebagai orang yang
gampangan. Yang rela bergonta-ganti cowok setiap saat. Ia melakukan itu sebagai pelampiasan akan kehampaan hatinya.

Tak ada yang mengenal dirinya lebih baik, bahkan dirinya sendiri. Lara tidak
mengerti definisi bahagia yang sesungguhnya. Di dunia ini siapa sih yang peduli pada Lara?

Hanya bermodal paras yang cantik dan menarik, banyak lelaki yang ingin
menjadi kekasihnya. Lara mengiyakan saja, anggap saja itu sebuah kesenangan yang sesaat.

Terkadang Lara muak akan kehidupan ini. Ia merasa sangat kosong dan merasa sendiri di dunia yang sangat luas dan ditempati oleh beribu-ribu bahkan milyaran insan manusia.

Tapi, tetap saja tidak ada yang benar-benar peduli padanya. Gadis itu meringis, memikirkan hidupnya yang miris.

Banyak notifikasi pesan masuk dari banyak lelaki yang selalu memodusinya. Sesekali tertawa hambar pada dunia.

“Who cares?” ucapnya sambil tersenyum getir. Jangan salahkan Lara yang menjadi playgirl dan menyakiti ratusan lelaki di luar sana.

Salahkan saja takdir, mengapa ia terlahir menjadi gadis menyedihkan yang tidak
mendapat kasih sayang dan sering diabaikan.

Lara tak pernah menangis atas lara
yang diterimanya. Perasaan gadis itu telah mati. Hembusan angin menerpa anak rambut gadis itu. Ia tengah menikmati semilir angin dari atas gedung sekolah. Dari sini ia dapat melihat pemandangan yang sangat
elok.

Tatapannya menerawang kosong. Rasanya Lara ingin bunuh diri saja, naik ke dinding pembatas dan melompat ke bawah.

“Gak etis.” Dua kata itu mengalihkan atensinya. Lara menolehkan kepalanya dan mendapati seorang pria duduk di ujung sambil menghisap batang rokok.

“Gak etis,” ucap cowok itu lagi membuat Lara mengernyitkan dahi bingung.

Apa maksud cowok tersebut? Lara bahkan tidak mengenalnya.

“Maksud lo?” tanya Lara melihat cowok itu semakin mendekat.

Cowok itu tersenyum miring kemudian sebelah tangannya berpangku pada
dinding pembatas dan berkata, “Lo gak etis.” Menunjuk wajah Lara dengan
telunjuknya.

Lara memikirkan dua kata yang keluar dari mulut cowok itu. Ia terus menerus
mengatakan ‘Gak etis’. Apa maksudnya? Lara tidak mempunyai pandangan apa pun tentang dua kata itu.

“Lo gak etis kalo mau bunuh diri di sekolah.”

Lara me melotot tajam setelah cowok itu mengatakan kalimat itu. Apa dia
seorang peramal? Oh, ralat. Apa dia bisa membaca pikiran Lara? Seperti tahu apa
yang di pikiran Lara, cowok itu menyentil keras dahinya.

Cowok itu menghisap batang rokok lagi dan kepulan asap memenuhi ruang
diantara mereka. Bau khas rokok sangat melekat pada tubuh cowok ini.
Lara batuk-batuk, karena tidak tahan dengan bau rokok. Cowok itu yang melihat Lara seperti itu langsung membuang puntung rokok ke bawah dan menginjaknya. Lara bisa bernapas bebas sekarang.

“Jangan bunuh diri. Meskipun lo di titik terberat,” ujar cowok itu memberi nasihat. Lara jadi penasaran siapa cowok itu sebenarnya.

Ia curi-curi pandang pada
nametag cowok itu. Asa, namanya.

“Udah tau nama gue kan sekarang?” tanya Asa memergoki Lara yang
terus-menerus memicing ke arah baju bagian kirinya.

“Jangan nyerah sama dunia. Jangan pernah berpikir lo sendiri. Seenggaknya ada orang kayak gue yang masih nyamperin lo.” Lara termangu di tempat. Kalimat cowok itu sangat menampar dirinya.

Jadi ... Apakah Asa akan selalu ada untuk Lara?

CERMIN by. ALnDMy04
Jatim, 28 Juni 2020

Bahana Rasa [ Completed ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang