19. Sekolah Elit

41 8 0
                                    

Di sinilah aku berdiri sekarang. Di depan gerbang sebuah sekolah bernama SMK Langit Senja. Salah satu sekolah menengah favorit yang berlokasi di distrik tempatku tinggal. Sekolah yang dikenal sebagai sekolah untuk kalangan orang kaya. Fasilitasnya lengkap, seragamnya bagus, lapangan yang luas, serta murid-muridnya yang terlihat tampan dan cantik.

“Langit Senja?” Keningku berkerut saat mama menyebutkan nama sekolah yang akan menjadi tempatku belajar 3 tahun ke depan. Nama yang aneh. Itulah yang aku pikirkan saat itu. Aku sama sekali tidak merasa tertarik untuk bergabung menjadi salah satu murid di sana.

Sayangnya, mama tidak menerima penolakan.

Kakiku melangkah di lorong yang terlihat lengang. Suara sepatuku juga terdengar sangat jelas. Ketika aku memasuki ruang kelas tempatku akan belajar, ternyata bangku di sana telah diduduki oleh para murid baru yang sedang serius memperhatikan seseorang di dekat papan tulis yang kuyakini adalah seorang guru.

Tunggu, bukannya ini baru jam 7.30 pagi? Aku pun mengangkat tangan kiriku, di sana sebuah jam tangan melingkari pergelangan tanganku.

“Jam 8?” gumamku pelan. Alis mataku menyatu. Ku edarkan pandangan ke penjuru kelas. Mereka menatapku aneh.

“Sekarang alasannya kenapa?” Pertanyaan dari sang Guru membuatku semakin bingung. Itu terdengar seperti pertanyaan dari seorang guru kepada muridnya yang selalu datang terlambat.

Baiklah, ini tidak masuk akal. Aku baru menginjakkan kaki di sekolah ini sebagai murid resmi SMK Langit Senja. Tetapi kenapa raut wajah mereka seperti mengatakan bahwa aku ini adalah murid nakal yang selalu datang terlambat.

Di saat aku sibuk memikirkan kejadian ini, tiba-tiba saja sebuah pecahan cermin melayang dan mengenai bagian kiri pipiku. Aku bisa merasakan rembesan darah yang sedikit mengalir keluar dari goresan tadi. Perih.

“KEMBALIKAN NYAWAKU!” suara teriakan seseorang membuatku terlonjak kaget. Namun yang lebih membuatku kaget adalah suasana kelas yang berubah suram. Kursi dan meja yang tadinya tersusun rapi kini terlihat berantakan dan rusak. Seorang gadis terlihat berdiri di pojokan kelas. Wajahnya tampak menyeramkan. Luka dan darah segar yang mengalir dari mulutnya tampak menghiasi wajah gadis itu.

“MATI! KAU HARUS MATI!” Wajah gadis tadi terlihat marah, langkahnya semakin dekat ke arahku. Namun dirinya malah melewatiku dan berjalan keluar kelas.

 “AAAAKKKH!” teriakan lain terdengar kembali di telingaku. Dengan segera, aku berlari ke arah sumber suara. Setelah sampai, aku lihat gadis tadi sedang merobek perut seseorang yang terlihat mengenakan seragam yang sama dengannya. Tangannya tampak memainkan usus yang baru saja dia keluarkan.

 “Adikku sudah besar ternyata.” Mulutnya tampak bergerak mengeluarkan suara. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman.

Aku memandangnya ngeri ketika kepalanya berputar dan matanya menatapku tajam dengan senyuman misterius yang masih menghiasi wajahnya. “Ayo main, nanti Kakak kasih hadiah.”

Aku menggelengkan kepala sebagai tanda penolakan. Namun raut wajahnya cukup memberitahu bahwa dia tidak suka penolakan. Aku segera melarikan diri ketika gadis itu memutarkan tubuhnya. Keringat dingin mulai mengucur dari keningku.
 
Dalam hati, aku berharap ini hanya mimpi. Namun ketika aku terjatuh karena tersandung batu, aku sadar bahwa ini bukan mimpi. Lututku sedikit tergores namun rasanya sangat perih.

Mataku kemudian tak sengaja melihat sebuah koran yang terbit 10 tahun lalu dengan judul besar bertuliskan SMK Langit Senja, Sekolah Elit Yang Bertabur Korban. Dan salah satu pembunuhnya adalah kakakku.

CERMIN by. Charmylaa
Pangkalpinang, 29 Juni 2020

Bahana Rasa [ Completed ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang