Perihal rasa. Kau tentu tahu, sekuat apa pun manusia mengelak, hati akan tetap melawan. Mungkin, aku lebih pantas disebut gadis bodoh, yang selalu melalui hari dengan besarnya harapan.
Kala itu ... saat kau berucap janji, kala senyum kau ukir, kala hujan menemani, kala aku menganggap sebagai sebuah pernyataan suci.
Aku bodoh, sangat. Kau menganggap kita hanya sahabat, namun aku beranggapan lain. Baru aku sadar, kau senyum karena kau ramah, kau menyapa karena kau menghargai, kau menemaniku karena kau menganggapku teman. Sebatas itu. Dan aku, mengartikannya terlalu dalam.
Harapan yang berujung sakit, hubungan yang berujung kandas. Karena aku mengungkapkannya.
Kupikir, kata itu membuatmu sadar. Ternyata, malah memperkeruh keadaan. Hubungan yang kita jalani begitu lama, harus kandas karena pernyataan bodoh yang aku ungkapkan.
Maaf, aku terlalu lancang melakukannya. Aku terlalu lancang mengatakannya. Tak apa, setidaknya, hatiku lebih tenang. Tapi, saat kau berubah, sakit itu kian membuncah.
Maaf, hanya kata itu yang aku ucapkan. Kata yang tidak bisa membuat keadaan kembali lagi seperti semula.
Namamu tetap singgah di hatiku, ragamu tetap utuh, jiwaku tetap menyebut namamu.
CERMIN by. SjdhZhrh
Bandar Lampung, 30 Juni 2020