Perasaan Aisyah

96 7 0
                                    

***

"Adeeek! Banguuun!" Suara teriakan dan gedoran pintu memecah keheningan rumah. Aisyah yang awalnya tertidur pulas hampir mengucapkan sumpah serapah karena ia dibangunkan dengan cara yang membuatnya kesal. Tapi ia masih bisa beristighfar sebelum sumpah serapah itu keluar.

"Adeek! Ayo banguuun!!" Suara itu kembali terdengar. Aisyah memaksakan diri untuk bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah pintu. Membukanya sehingga seseorang terlihat jelas sedang berdiri dengan setelan baju koko ditambah senyum jail yang terus melekat di wajahnya.

"Iya, abangku sayang. Adek udah bangun kok" Aisyah memaksakan agar sebuah senyuman tercipta. Bagaimanapun jailnya Naufal, ia memiliki alasan yang sangat mulia dibalik itu semua. Ia membangunkan agar Aisyah bersiap shalat subuh. Cuman caranya saja yang agak mengesalkan.

"Assalamu'alaikum adek" Senyum jail Naufal masih bertahan di wajah gantengnya. Begitulah pertemuan pertama mereka pada hari ini.

"Wa'alaikumsalam abang. Abang jangan masang wajah gitu napa bang? Hampir 3 tahun nggak ketemu, abang masih aja nyaman dengan senyum itu" Aisyah berkomentar sambil sesekali menguap.

"Hahaha, senyuman ini khusus dek. Hanya untuk kamu seorang" Naufal masih bertahan dengan posisi awal.

"Gombalan abang basi, Nggak ada yang lain apa? Udah ah, adek siap siap dulu" Aisyah berniat menyudahi percakapan itu.

"Iya adek, cepet ya. Abi udah nunggu di mushalla rumah" Naufal mengacak puncak kepala Aisyah yang sedang libur memakai kerudung dan kemudian langsung berlari meninggalkan Aisyah. Sedangkan Aisyah langsung bersiap untuk shalat Subuh berjamaah.

~

Memang benar adanya sudah hampir 3 tahun  Aisyah dan Naufal berpisah. Aisyah bahkan sampai lupa jika ia masih punya seorang abang karena saking lamanya tidak bertemu. Naufal memutuskan untuk bersungguh sungguh belajar dipesantrennya dan tidak berniat untuk pulang kerumah sampai pelajarannya selesai. Ia hanya sering menelfon abi dan uminya, dan ia sengaja tidak menelfon Aisyah karena berbicara dengan Aisyah akan membangkitkan keinginannya untuk pulang. Aisyah adalah kesayangan Naufal. Oleh karena itu, ia tidak ingin kefokusannya memperdalami ilmu agama menjadi terganggu.

Tapi kali ini Naufal memutuskan untuk pulang karena kerinduannya terhadap rumah tidak dapat terbendung lagi. Apalagi kerinduannya kepada Aisyah. Ia pulang juga untuk meminta restu karena Naufal akan mengikuti UN.

Rumah kediaman Marwan dan keluarga sangat luas. Bahkan ia memiliki sebuah mushalla di samping rumahnya yang juga bisa dipakai oleh seluruh pegawai di rumah itu seperti satpam, pembantu rumah tangga, tukang kebun dan lain lain.

Setelah melaksanakan shalat subuh berjamaah di mushalla rumah, Nissa dan Aisyah beranjak ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi untuk mereka semua. Sedangkan Marwan dan Naufal berbincang bincang di ruang tamu tentang tujuan Naufal setelah lulus dari pesantren sambil menunggu sarapan pagi matang.

"Gimana rencanamu setelah lulus dari pondok bang?" Marwan bertanya sambil sesekali meminum kopi yang di bawakan Aisyah beberapa menit yang lalu.

"Abang berencana melanjutkan kuliah bisnis di luar negeri abi" Naufal menjawab.

"Luar negeri? Kenapa nggak di Indonesia saja?" Marwan kembali bertanya.

"Pengen mencoba kuliah di luar negeri bi. Biar abang bisa lebih tertantang dan hidup mandiri disana abi. Bagaimana menurut abi?" Naufal menjelaskan.

"Abi setuju saja bang. Asalkan abang beneran bisa jaga diri disana." Marwan menjawab santai.

"Insyaallah abang bisa bi. Kalau abi khawatir abang kalah bertarung sama preman disana, Abang kan pemilik sabuk coklat karate bi. Jadi abi nggak usah khawatir" Naufal membanggakan diri sambil tertawa.

Kesabaran Cinta PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang