BAGIAN 13 - HI, MAMA!

24.2K 2.3K 115
                                    

Sudah hampir satu bulan aku tidak menjenguk Mama. Terlebih, satu Minggu yang lalu aku dihadapkan dengan persiapan pernikahan bersama Pak Jefri. Untunglah Tante Rizka yang menghandle hampir semua persiapan pernikahan. Jadi aku tak terlalu kebingungan mengurus semua. Karena aku baru menyadari kalau pernikahan dengan tema sederhana pun membutuhkan persiapan sedemikian rupa apalagi pernikahan yang mewah. Aku tidak tahu lagi berapa bulan menyiapkan semuanya.

Hari ini aku memutuskan untuk menjenguk Mama ditemani Pak Jefri. Tanganku membuka seat belt yang melingkar di tubuhku, aku sudah benar-benar tidak sabar memberikan bunga ini ke Mama. Bunga mawar berwarna merah muda yang terbalut kertas chellopane berwarna coklat muda dan aksen pita coklat bergaris. Cantik! Pasti Mama suka dengan bunga ini.

"Bunga milik saya nggak rusak kan di tangan kamu?" ucap Pak Jefri seraya tangannya menahanku untuk tidak turun dari mobil terlebih dahulu.

Mulai mancing keributan lagi kan Si Badak?

Aku menepis tangan Pak Jefri, dan memperlihatkan bunga miliknya yang masih terlihat sempurna tanpa cacat sedikitpun, "Lihat sendiri kalau nggak percaya. Udah nitip, suudzon mulu!" cibirku ke arah Pak Jefri. Aku mengambil bunga milikku dan menyodorkan bunga milik Pak Jefri ke arahnya. Biar dia sendiri yang menyimpan. Dari pada terus-terusan aku yang disalahkan kalau aku yang membawa. Seberapa penting sih seseorang yang akan menerima bunga itu? Sampai-sampai Pak Jefri tidak mau bunganya cacat sedikitpun. Ah, lupakan Pak Jefri. Hari ini aku tidak mau beradu mulut terlalu lama dengannya.

Aku turun dari mobil terlebih dahulu dengan membawa bunga mawar berwarna merah muda yang sudah aku beli tadi. Disusul Pak Jefri yang juga turun dari mobilnya. Ia berjalan mengekor di belakangku. Aku sedikit berlari kecil menyusuri satu persatu nama yang tercetak di beberapa batu nisan yang sudah kulewati. Manik-manik mataku mengabsen beberapa nama yang ada disana. Sampai mataku tertuju ke nama nisan yang paling aku kenal.

Ratih Pamungkas
Binti
Fadli Pamungkas

Lahir 29 November 1973
Wafat 6 April 2012

Nisan milik Mama tak jauh dariku. Aku segera mendekat kesana. Langkahku terhenti tepat di depan nisan milik Mama. Aku menghela napas sesak seraya meletakkan bouquet bunga yang aku bawa di atas gundukan tanah yang ada di depanku.

"Mama apa kabar? Ayana kangen," aku menyunggingkan senyum ke arah nisan yang ada di depanku, seolah-olah Mama juga ikut membalas senyumanku.

"Maaf ya Ma, Ayana baru bisa kesini." ucapku lagi mengusap-usap pelan nisan Mama.

"Mama, sekarang Ayana sudah menikah. Mama seneng nggak?" ucapku lagi seraya manik-manik mataku menatap lekat nisan di depanku, seolah-olah Mama membalasnya dengan tatapan lembutnya.

"Ma, Ayana menikah sama anak Tante Rizka. Tante Rizka teman Mama ya? Mama kok nggak pernah cerita sih? Padahal biasanya Mama sering cerita ke Ayana." ucapku mengusap lembut nisan milik Mama.

"Ma, tau nggak? Ayana sekarang kesini sama Pak Jefri anaknya Tante Rizka. Pak Jefri baik kok Ma, tapi kadang banyak nyebelinnya. Baiknya dikit, buruknya banyak." aku terkekeh pelan seolah-olah mengajak Mama bersendau-gurau. Pak Jefri hanya diam di belakangku dan menatap punggungku dari belakang dengan lekat. Ia berdiri di belakangku dengan memasukkan tangan kanannya dalam sakunya. Biasanya, saat aku mencibirnya, Pak Jefri akan membalas dengan komentar yang paling pedas. Tapi saat ini ia hanya diam tak mencibirku lagi seperti biasanya. Ia hanya memperhatikanku berbicara sendiri di depan nisan Mama.

"Mama tau nggak? Ayana sekarang sudah bisa jadi istri yang baik. Buktinya, Ayana bisa masakin makanan untuk Pak Jefri. Iya kan Pak?" Aku melirik Pak Jefri sekilas ke belakang. Pak Jefri hanya tersenyum tipis.

Thalassophobia [Re - Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang