BAGIAN 22 - DINNER

21.9K 2.2K 118
                                    

⚠️ Ada yang nungguin cerita ini update sampai part selanjutnya nggak? Wkwkw kalau ada makasih banyak udah nungguin cerita ini update terus. Makasih udah vote dan komen juga.

Happy reading!

🌸🌸🌸

Aku menyibak tirai kamar. Dan kemudian berjalan ke arah balkon. Pemandangan langit malam tidak lepas dari manik-manik mataku. Langit malam yang menyuguhkan sebuah bulan yang membentuk sabit, dan beberapa bintang yang menemaninya disana. Aku baru sadar, ternyata kalau malam seperti ini pemandangan yang tampak dari balkon benar-benar indah. Apa kabar Mama disana? Mama baik-baik saja kan disana?

Aku menghela napas panjang memikirkan kenangan-kenangan bersama Mama yang masih melekat sampai saat ini. Kalaupun bisa bertukar takdir? Aku ingin menggantikan Mama disana. Atau aku ingin bersama Mama. 

"Saya mau ngomong sama kamu?" ucap Pak Jefri membuyarkan lamunanku.

Merusak suasana aja lo!

Ujung jariku sedikit mengusap sisa air mata yang belum sempat terjatuh sebelum berbalik menghadap Pak Jefri yang ada di belakangku. Aku lantas membalikkan tubuhku menghadap Pak Jefri, yang sudah berdiri tegap seraya tangan kanannya ia masukkan ke dalam saku celananya. Aku menatap Pak Jefri malas.

"Tumben mau ngomong aja pakek izin, pasti mau ngomongin kapan penelitian?"

"Bukan," jawabnya singkat.

"Terus mau ngomong apa? Mau beliin album?"

"Bukan,"

Bukan bukan mulu lo, nggak ngomong-ngomong!

Aku menyungging senyum di bibir tipisku berusaha menggoda Pak Jefri, "Apa jangan-jangan mau ngomong suka sama saya? Mau nembak disini?" godaku ke arah Pak Jefri.

Pak Jefri memutar bola matanya malas, "GR kamu! Siapa juga yang mau nembak?"

"Terus apaan?" teriakku.

"Lusa saya ada tugas dari rumah sakit untuk penyuluhan kesehatan di Lombok."

Mataku berbinar seketika saat Pak Jefri tiba-tiba mengatakan kalau ia ada tugas ke luar kota. Itu artinya sementara tidak ada yang mengusikku, "Beneran?"

"Bapak pulang kapan?" tanyaku antusias lagi.

"Seminggu saya disana,"

Aku mengerutkan dahiku, "Cuma seminggu?" tanyaku kecewa.

Aku kira ke luar kotanya lebih lama lagi. Biar aku bisa terbebas dari Pak Jefri. Setidaknya penelitianku tidak tergesa-gesa. Aku juga akan tenang melakukan penelitian tanpa dipaksa cepat-cepat sama Pak Jefri.

Pak Jefri menatapku curiga, "Kenapa? Kamu seneng saya tinggal?"

Ya iyalah geblek!

"Ah .... Enggak, saya cuma tanya aja." alibiku seraya memasang senyum terpaksa.

"Saya disana sama beberapa dokter dan tim medis lainnya," ucapnya memberitahuku.

Aku pura-pura mengangguk mengerti, "Dokternya ada berapa?" tanyaku basa-basi ke arah Pak Jefri.

"Spesialis syaraf perwakilannya saya, spesialis penyakit dalam ada 2, spesialis mata dan THT ada 1, spesialis anak ada 1, ada beberapa apoteker dan perawat juga,"

Aku menyunggingkan senyum simpul ke arah Pak Jefri lagi, "Ada yang ganteng nggak dokternya?"

Ia mengerutkan dahinya dan tersenyum miring ke arahku, "Ada,"

Thalassophobia [Re - Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang