SPECIAL EPILOG FOR YOU

40.3K 2.3K 293
                                    

Aku menggeliat kecil dengan mata yang belum terbuka sempurna saat menyadari seseorang tengah menghujani ciuman di dahiku. Perlahan aku membuka mataku, dan mendapati sosok tersangka yang pagi-pagi seperti ini tengah menghujani ciuman itu.

"Pak Jefri?" seruku saat mataku menatap laki-laki yang berbaring di sampingku, tepatnya ia berbaring menghadapku.

"Good morning, my precious wife!" ujarnya seraya mengulum senyum merekah ke arahku.

Rutinitas setiap pagi selama tiga bulan ini. Pak Jefri selalu saja memberi kecupan singkat di kening atau bahkan menghujani ciuman seperti tadi untuk membangunkanku. Tak hanya itu saja, dia juga selalu memberi ucapan selamat pagi dan bangun lebih awal dariku.

Selama tiga bulan ini ia mengejutkanku dengan perlakuan-perlakuan manisnya. Tapi bagaimanapun juga aku belum percaya sepenuhnya, ucapannya saat di depan makam Mama. Aku masih ingin melihatnya, seberapa jauh ia memegang janjinya.

"Kok nggak ke rumah sakit? Bukannya tadi udah bangun ya? Kok malah ikut tidur lagi sih?" tanyaku saat matanya terkunci beberapa menit menatapku. Bibirnya tak henti-hentinya menyunggingkan senyuman.

Ia menatapku tanpa berkedip beberapa detik yang membuat jantungku berpacu tidak normal pagi-pagi seperti ini. Tangannya menyelipkan beberapa helai anak ramputku ke belakang telinga, "Kebetulan nggak ada jadwal praktek. Jadwal visit pasien juga besok," serunya.

Oh iya weekend. Lupa!

"Nggak ngisi seminar? Katanya adiknya Mamat minta Bapak buat ngisi seminar di fakultasnya?" tanyaku lagi.

"Diundur," jawabnya pelan seraya tangannya mengusap-usap jari jemariku lembut, kemudian beberapa detik memberi kecupan disana, "Tadi saya ke dapur, coba masak nasi goreng. Kamu mau cobain?" tawarnya.

"Tumben masak segala pagi-pagi kayak gini? Biasanya juga sarapan jam delapan,"

Ia sontak terkekeh saat raut wajahku sedikit ragu, ragu ia memasak sepagi ini untukku, "Suami masakin istri gak boleh?" tanyanya.

"Yang bilang gak boleh siapa?"

"Ya udah ayo bangun!" ajaknya sembari mulai menegakkan tubuhnya dan beranjak bangun.

Aku perlahan ikut beranjak, mengikuti langkahnya berjalan ke arah dapur, "Bapak kenapa nggak nge-gym? Biasanya kalo weekend kan ke fitness langganan,"

Ia menoleh ke arahku yang tengah berjalan di belakangnya. Perlahan ia mensejajarkan langkahnya denganku, "Minggu depan aja. Hari ini saya mau nemenin istri saya di rumah. Dia gampang kangen kalau saya tinggal,"

"Lebay!" cibirku seraya mengulas senyum miring ke arahnya.

Di ajarin siapa sih modus kayak gini, akhir-akhir ini? Bener-bener bukan Pak Jefri yang gue kenal sebelumnya. Aneh tau nggak?

Ia spontan terkekeh geli saat aku berdecak sebal sembari mendelik ke arahnya. Tangannya lantas sedikit menarikku agar cepat sampai di dapur, "Perutmu masih sakit?"

"Udah lumayan nggak sakit," jawabku seadanya.

"Hari ke berapa?" tanyanya lagi seraya melirikku sekilas.

"Tujuh. Hari ini udah selesai. Kenapa?" aku menatapnya heran saat Pak Jefri tiba-tiba menanyakan hari ke berapa aku datang bulan.

Aku semakin mengernyitkan dahiku saat mendapati ia tengah mengangguk-anggukan kepalanya seraya mengulas senyum tipisnya, "Emang ada apa, sih?"

"Nggak papa. Lain kali aja,"

"Apanya yang lain kali?"

"Nggak usah dipikirin. Ayo makan!"

Thalassophobia [Re - Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang