BAGIAN 36 - PAK BADAK SAKIT

21.1K 1.9K 212
                                    

⚠️ Maafin, tadi pagi nggak sempet update. Jadi harus nunggu siang karena ada kendala pas edit cerita ini. Aku mau ngucapin makasih banyak buat yang udah nunggu, buat yang udah vote, komen juga, follow juga. Makasih banyak pokoknya buat support Pak Jefrinya heheu.

Aku kangen kalian bacotin Pak Jefri di kolom komentar. Di part ini, kalau suka silahkan komen di bawah ya? Bacot-bacot kayak di part selanjutnya juga gapapa wkwk. Yang penting tetep berkomentar yang baik.

Selamat membaca!

🌸🌸🌸

Aku menaiki anak tangga menuju kamar untuk memanggil Pak Jefri. Harusnya, dia sudah ada di ruang makan, tapi sedari tadi aku memanggilnya tak ada sahutan sama sekali. Jadi aku memutuskan untuk menyusulnya ke kamar.

Aku menghela napas panjang saat mataku mendapatinya sedang merebahkan tubuhnya di atas ranjang sembari merapikan selimut untuk menutupi bagian atas tubuhnya, "Pak, kok masih rebahan sih? Tadi kan udah bangun." tanganku menggoyang-goyangkan tubuh Pak Jefri yang masih betah bergoler di kasur. Padahal jelas-jelas tadi pagi dia bangun menyuruhku untuk masak. Tapi sekarang dia malah enak-enakan tidur.

"Pak, udah saya masakin. Cepetan ke ruang makan!" pekikku keras karena ocehanku diabaikan Pak Jefri. Matanya masih betah terpejam, tangannya semakin dalam menarik selimut untuk menyelimuti tubuhnya. Aku semakin kencang menggoyang-goyangkan tubuhnya.

Dan tak lama kemudian, perlahan ia membuka matanya dan menatapku sayu, "Hm," ia hanya membalas dengan gumaman singkat dengan posisi mata masih terpejam.

"Ham hem ham hem. Cepetan, makanannya keburu dingin!"

"Saya nggak makan," sahutnya pelan.

Aku mendelik ke arahnya sembari tanganku memukul-mukul lengan Pak Jefri yang terbalut selimut, "Ya terus? Gunanya saya masak, apa? Kemarin malam Bapak sendiri yang nyuruh saya masak. Sekarang dimasakin malah nggak makan. Maunya apa, sih?"

Ia menghela napas panjang seraya membuka matanya, "Kamu makan aja dulu," perintahnya pelan. Aku sontak mengerutkan dahiku. Tumben, biasanya langsung ngegas mencari-cari keributan denganku. Baterainya habis kali ya saat ini?

Aku menggeleng cepat, "Nggak mau. Bapak makan duluan, baru saya,"

Matanya terpejam lagi. Seraya tangan kanannya ia letakkan di atas dahi sembari sesekali memijit pelipisnya pelan. Mulutnya masih terkatup. Tak menanggapi kalimatku.

"Ya udah, saya juga nggak makan. Saya nggak usah makan aja sekalian seminggu biar irit."

Ia perlahan beranjak dari tidurnya dan memposisikan tubuhnya bersandar di sisi ranjang. Matanya menatapku sayu dan bibirnya masih terkatup-katup, "Ambilin kotak obat saya di laci nakas!" perintahnya pelan ke arahku.

Aku membuka mataku lebar. Jadi, dari tadi ia diam dan tak menanggapi kalimatku karena sakit? Tidak-tidak aku menepis pikiran burukku. Halah, tidak mungkin. Badak mana bisa sakit. Aku semakin mengernyitkan dahiku menatap Pak Jefri, menelisik matanya mencari celah kebohongan, "Siapa yang sakit? Saya kan udah sembuh." tanyaku.

Ia menarik daun telingaku pelan seraya berdecak sebal, "Cepetan ambilin!"

Aku menggeser tubuhku mendekat ke arahnya, tanganku memegang dahinya memastikan panas atau tidak, "Enggak panas. Pak Jefri sakit apa? Kok nggak bilang sama saya? Sakit apa?"  aku menghujani beberapa pertanyaan ke arahnya.

Ia hanya menatapku sayu. Tak menjawab pertanyaanku, "Pak Jefri beneran sakit?" tanyaku lagi. Tapi tetap ia tak menjawab, ia hanya menatapku saja. Kalau begini kan aku jadi takut, terjadi hal-hal yang tidak aku pikirkan sebelumnya.

Thalassophobia [Re - Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang