BAGIAN 52 - STORIES FROM THE PAST

27.3K 2.3K 145
                                    

Mataku menatap ke arah Tante Ratna yang sedari tadi menahan amarah saat menceritakan sisi buruk laki-laki yang Ayana sebut Papa, "Waktu kamu menikah sama Ayana, dia bilang sama Tante ingin menjadi wali untuk Ayana. Tapi nyatanya apa? Dia minta imbalan ke Tante untuk menyerahkan berkas ini," murkanya dengan menunjuk map berisikan berkas hak waris milik Mama Ayana.

"Bukankah dia wajib menjadi wali nikah untuk Ayana?" tanyaku pelan.

Ia menggeleng cepat seraya menatap tajam berkas-berkas itu, "Dia nggak mau menjadi wali nikah anaknya sendiri kalau tidak dengan imbalan berkas ini Jef, dia ingin imbalan dua kali lipat dari berkas ini,"

Mata yang sudah memerah itu beralih menatapku, "Nggak masuk akal Jef, itu hak waris dari Kakek Ayana untuk Ayana. Tapi dia malah dengan seenaknya minta dua kali lipat," jelasnya dengan nada sedikit menahan amarah yang tengah bergemuruh di dadanya.

"Kalau Ayana belum menikah, dia akan tetap mengambil Ayana untuk ikut dengannya. Tante nggak mau itu terjadi. Tante nggak bisa bayangin masa depan Ayana kalo dia ikut Papanya," lanjutnya pelan berusaha mengatur napasnya yang hampir sesak karena menahan amarahnya.

"Sebenarnya Tante bener-bener pengen Papanya jadi wali nikah Ayana karena dia wajib jadi wali nikah. Tante sampai mau menanggung berapapun yang ingin diminta Papanya, dengan syarat dia harus jadi wali. Tapi beberapa hari sebelum Ayana menikah. Dia tidak ada kabar dan tidak tau keberadaannya dimana. Dia menghilang tanpa alasan. Tante capek banget, harus kejar-kejaran seperti ini. Sampai sekarang pun dia menghilang. Tante capek, tapi Tante pengen Mbak Ratih juga bahagia."

"Setidaknya Mbak Ratih tenang, meskipun dia saat ini nggak bisa lihat Ayana menikah. Tapi dia tenang karena Ayana nggak ikut Papanya. Kamu tolong jaga dia, demi Mamanya ya?" pintanya seraya menatapku dalam.

Ia menghela napas panjang, matanya beralih menatap bingkai foto yang menempel di dinding ruang tamu. Mataku ikut terkunci menatap bingkai itu. Bingkai itu berisikan foto Ayana dan Mamanya. Dalam foto itu, Ayana tengah memeluk Mama seraya memperlihatkan senyum merekah yang tercetak di bibir keduanya.

"Mbak Ratih dan Kak Rizka itu bersahabat sejak SMA. Satu-satunya yang bisa Mbak Ratih mintai tolong adalah Umi kamu, Kak Rizka. Dia ingin menjodohkan Ayana dengan kamu. Katanya biar Ayana ada yang menjaga, dan masa depannya tertata kalau Mbak Ratih sudah tidak bisa menjaga Ayana lagi," ujarnya seraya masih memandang foto tersebut.

Matanya beralih menatapku lagi dengan tatapan dalam. Kelopak matanya sudah hampir mengeluarkan cairan bening, "Tapi waktu itu, Kak Rizka sempat menolak perjodohan itu. Karena Kak Rizka takut kamu tidak menyetujuinya. Karena takut kamu tidak bisa menunggu Ayana sampai lulus sekolah. Selisih usia kamu dan Ayana lumayan jauh. Jadi Umi kamu juga takut kalo kamu nggak mau dijodoh-jodohin," tambahnya pelan.

Ia mengambil napas panjang ditengah-tengah kalimat yang akan ia ucapkan, "Sempat ada kabar juga kamu akan menikah waktu itu. Waktu kamu lulus kuliah. Dan kabarnya kamu sudah melamar seseorang. Jadi Mama Ayana bingung harus minta bantuan ke siapa,"

"Karena kalau berharap sama kamu nggak mungkin juga. Kamu sudah melamar orang lain. Dan Ayana pun masih kelas tiga SMP. Ayana masih punya jadwal ujian nasional sekolah menengah pertama—" ucapnya terhenti beberapa detik sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Nggak mungkin dinikahkan waktu itu juga. Ayana juga masih di bawah umur. Nggak mungkin dinikahkan  sama kamu. Kamu udah lulus kuliah waktu itu dan posisi kamu sudah melamar seseorang," lanjutnya kemudian.

Kepalaku sontak menunduk dalam saat Tante Ratna mengujarkan kalimat terakhir dari bibirnya. Mataku terpejam beberapa saat, mengingat kejadian yang sebenarnya tidak ingin aku ingat kembali saat ini.

Thalassophobia [Re - Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang