BAGIAN 54 - AKHIR CERITA YANG MENJADI AWAL

31.7K 2.3K 134
                                    

AYANA POV

Dua hari yang lalu aku menghindar lagi dari dia, saat aku berniat mengambil surat nikah dan kartu keluarga sebagai persyaratan perceraian. Dia sempat mengejar dan menahanku berkali-kali, namun aku berhasil menghindar darinya.

Sopir taksi yang aku tumpangi melaju cepat yang membuatku berhasil menghindar. Sedangkan mobil Pak Jefri yang ada di belakangku kehilangan arah. Aku menyuruh sopir taksi tersebut cepat-cepat melewati jalan pintas saat mobil Pak Jefri tertinggal di belakangku.

Usai insiden itu, aku tidak tau lagi kabarnya seperti apa. Aku masih tidak ingin bertemu dengannya. Aku takut. Takut kalau semisal dia melakukan kesalahan yang sama lagi. Sampai sekarang ia tak henti-hentinya menghubungiku lagi. Tapi aku sengaja tidak ingin mengangkatnya.

Aku menempelkan kepalaku di atas meja dengan kedua tangan sebagai bantal. Kepalaku semakin tenggelam diantara bantalan kedua tanganku. Sudut kelopak mataku berkali-kali mengeluarkan buliran bening.

"Ay .... Ay .... Ay .... Ay .... Ay .... Ay .... Panggil aku Si Jablay," suara nyaring dari dari bibir Rafi tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Aku sedikit mendongakkan kepalaku melihat seorang sahabatku itu tengah duduk di depanku, tersenyum merekah ke arahku seraya melanjutkan nyanyiannya.

Bola mataku berotasi malas meladeni candaannya. Iya, saat ini aku dan Rafi ada di salah satu tempat makan yang ada di sekitar kampus. Rafi mengajakku makan bersama dan sebenarnya tidak hanya berdua saja. Karin juga akan menyusul, katanya.

"Aaakkhhh!" pekiknya saat tanganku menonjok keras pundaknya. Dari dulu dia tidak pernah berubah. Selalu saja bercanda saat suasana sedang serius.

Ia spontan mengusap-usap pundaknya yang baru saja kena toyoran keras dari tanganku, "Sakit Ay, lo PMS nggak PMS sama aja nggak ada bedanya. Kayak kucing lagi beranak, galak amat!" cibirnya ke arahku.

"Lebay!" sahutku cepat seraya memutar bola mataku malas.

"Becanda tadi. Ini makan dulu. Biar otak lo dingin," ucapnya mengalah seraya menyodorkan sebuah kotak kecil berisi es krim ke arahku.

"Ini apa?" tanyaku seraya mengerutkan dahiku beberapa detik, menatap Rafi yang cengegesan di depanku. Dalam rangka apa dia membelikanku es krim yang harganya lumayan mahal seperti ini? Biasanya ia mentraktir soto sama mie ayam di kantin kampus yang harganya kantong mahasiswa.

"Bulu babi ....  Pakek nanya lagi. Orang jelas-jelas es krim," gerutunya.

Aku menatap sekilas es krim yang ada di hadapanku. Pandanganku beralih menatap layar ponsel yang terus-menerus bergetar menampilkan beberapa pesan masuk disana. Tanganku ingin mengangkat sebuah panggilan masuk dari seseorang yang bayangannya baru saja melintas di otakku. Tapi lagi-lagi aku mengurungkan niatku untuk mengangkat sambungan telepon itu. Aku takut dia membuatku kecewa lagi.

"Masih mikirin suami ya, Ay?" celetuk Rafi mengagetkanku lagi.

Ia memicingkan matanya saat menatapku, membuatku ingin mendelik ke arahnya, "Ngelamun mulu dari tadi gue lihat," ucapnya seraya masih memperhatikanku yang tengah memainkan sendok es krim dengan pandangan yang masih kosong.

"Jangan cerai Ay, kalau lo jadi cerai, gue belum siap nikahin lo. Kuliah aja gue belum lulus-lulus, mau nafkahin lo pakek apa nantinya?" lanjutnya lagi.

Aku menghela napas panjang saat mendengar ucapannya yang baru saja keluar dari mulutnya, "Becandanya nggak lucu," ujarku mendelik.

"Sorry!" sahutnya cepat seraya mengulum senyum cengiran kuda.

Rafi ataupun Karin sudah tau masalahku dengan Pak Jefri. Karena aku tidak tau harus cerita ke siapa saat aku butuh tempat untuk menuangkan masalahku. Hanya mereka dan Tante Ratna, orang yang selalu ada saat aku butuh menuangkan masalahku. Tapi untuk sekedar bercerita ke Tante Ratna, rasanya aku sudah terlalu banyak merepotkan.

Thalassophobia [Re - Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang