BAGIAN 47 - THALASSOPHOBIA (1)

28.5K 2.2K 137
                                    

AYANA POV

"Pak Jefri kemana sih? Tadi nyuruh siap-siap. Sekarang malah dia yang ngilang," gerutuku seraya masih menulusuri koridor hotel mencari keberadaan Pak Jefri.

Habis sarapan main ngilang aja! Nggak bilang-bilang dulu.

Derap langkah kakiku berjalan menuju taman hotel, kali aja dia ada disana. Bisa-bisanya main pergi aja setelah sarapan. Kalau mau jalan-jalan keliling hotel ajakin dong! Jangan main pergi sendirian aja.

Mataku mulai menelisik beberapa sudut taman. Taman yang dipenuhi tanaman Bunga Asoka Merah dan tanaman Kamboja Kuning yang memberi kesan elok desain taman hotel ini. Tapi nihil, Pak Jefri tidak ada disini.

Beberapa menit aku menyusuri taman samping kolam ikan, tapi mataku masih belum menemukan keberadaan Pak Jefri. Mau menghubunginya juga percuma. Ponselnya ditinggal di kamar.

Kemana sih Pak Jefri? Pagi-pagi udah ninggalin aja.

Mulutku berkali-kali menggerutu sembari mataku masih menelisik sudut taman. Kakiku melangkah kecil, menapaki beberapa bebatuan kecil yang ada di taman sembari mengabsen sudut taman untuk mencari Pak Jefri, "Itu dia, dicari kemana-mana nggak taunya disana," gumamku saat mataku menangkap sosok laki-laki berbadan tegap berdiri di samping Pohon Kamboja Kuning sembari menggendong bayi--Tunggu sebentar, itu bayi siapa yang digendong?

Aku sedikit berlari kecil dan mempercepat langkahku menyusul Pak Jefri yang sedang menggendong bayi laki-laki yang kira-kira berusia enam bulan, sepertinya. Karena aku tidak tau pasti usia perkembangan bayi. Jadi aku asal menebaknya saja. Dan seperti yang tertangkap di dalam pandanganku saat ini, Pak Jefri kalau gendong bayi seperti itu, aura kebapakannya keluar.

Damage-nya bukan main. Ah, tidak-tidak, Otakku mikir apa sih?

"Pak Jefri!" panggilku kencang ke arahnya yang tengah berdiri tegap membelakangiku. Ia spontan menoleh ke belakang. Dahinya sedikit berkerut saat menatapku. Dan beberapa detik kemudian, bibirnya mengulum senyum simpul.

"Itu anak siapa? Pak Jefri pagi-pagi udah nyulik anak orang aja," ujarku.

Ia terkekeh pelan, tangan kirinya sedikit mengusap-usap pucuk kepalaku, dan kemudian meninggalkan kecupan singkat di keningku. Bius Pak Jefri seolah-olah membungkamku. Aku yang tadinya ingin memaki, nyatanya tidak jadi karena perlakuan manis dari Pak Jefri.

Aku membiarkan perlakuan manis yang akhir-akhir ini kerap ditunjukkan Pak Jefri. Mencoba untuk mencintai sosok yang sudah menjadi suamiku sembilan bulan yang lalu, usai KKN. Meskipun belum genap satu tahun, belajar mencintainya nggak ada yang salah kan? Barangkali, mungkin dia juga sudah bisa membuka hati untukku, dan perlahan menutup masa lalunya. Aku ingin belajar mencintainya, layaknya seorang istri pada umumnya yang mencintai suaminya. Meskipun terkadang, sisi menyebalkannya tetap ada setiap hari.

"Anak saya," jawabnya enteng sembari menghujani ciuman kecil di pipi bayi laki-laki itu.

Anak saya? Dahiku berkerut saat mendengar ucapan dari Pak Jefri barusan. Anak saya? Maksudnya? Pak Jefri udah pernah nikah sebelumnya? Atau-aku mikir apa lagi sih? Spontan aku menepis pikiran-pikiran buruk yang tanpa izin melintas di otakku.

Ia tampak terkekeh geli melihat raut wajahku yang sempat berubah beberapa saat, "Bukan. Ini cucunya Tante Arini. Wajah kamu percaya aja, padahal kamu saya bohongi," serunya.

Titisan Badak emang kebiasaan, bikin jantungan.

Aku sedikit bernapas lega. Pak Jefri tidak melakukan hal-hal aneh yang sempat terlintas di kepalaku, "Ganteng kan mirip saya?" serunya lagi dengan tingkat kepercayaan diri yang sudah melebihi batas.

Thalassophobia [Re - Publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang