15* Fifteen

74 18 8
                                    

Aku berjalan dengan tatapan kosong menelusuri jalan sepi yang hanya berjarak limabelas meter dari rumahku. Di otakku sedang terputar ingatan tiga menit yang lalu secara berulang.

"Kamu mau berkunjung ke rumahku?" pertanyaan Eunwoo waktu itu.

"H-hah!?"

"Ini rumahku," katanya sambil menunjuk satu rumah yang pagarnya tinggi dan tertutup rapat. Aku hanya bisa melihat lampu di ruang lantai dua sedang menyala.

Rumahnya sederhana tapi mewah. Akan tetapi, bukan itu yang penting. Apakah Eunwoo mengajakku masuk ke sana sekarang?

"Kamu ngajak aku masuk?" tanyaku. Sekali lagi aku bertanya secara spontan.

Tolonglah mulut, jangan mendahului otak yang masih merangkai kata. Kalian harus sinkron.

"Kamu tadi bertanya soal ibuku. Mungkin rasa penasaranmu bisa terjawab setelah menemuinya." Eunwoo menatapku dengan tatapan teduh.

Aku masih tidak mengerti kenapa Eunwoo berpikir bahwa rasa penasaranku bisa terjawab setelah menemui ibunya. Sepertinya sepatah kata penjelasan dari Eunwoo sudah terasa cukup untuk menjawab pertanyaanku. Apakah ia tidak mampu mendeskripsikan keadaan ibunya?

Ku harap ibunya baik-baik saja. Tapi sejujurnya, dibandingkan sang ibu, aku justru lebih mengkhawatirkan Eunwoo. Sebab, konon perceraian orangtua dapat mempengaruhi kehidupan anaknya.

Aku pernah punya teman yang juga mengalami broken home. Sebelumnya ia anak yang ceria dan sopan. Tapi setelah perceraian orangtuanya, ia berubah menjadi pemberontak dan merasa tidak perlu perhatian apapun dari orang lain. Aku khawatir Eunwoo akan mengalami fase seperti itu. Walau kelihatannya dari luar ia tampak kuat. Tapi tetap saja, isi hati dan pikirannya tidak bisa ditebak.

"Sudah malam. Mungkin ibumu sedang istirahat. Sampaikan saja salamku padanya. Mungkin di kesempatan lain aku bisa menemuinya." Aku menebar senyum lebarku pada Eunwoo dengan niat bisa menghargai tawarannya yang tidak bisa ku terima.

"Rumahmu masih jauh?" tanya Eunwoo langsung mengalihkan pembicaraan.

"Sekitar tujuh rumah lagi. Sudah dekat, kok." Aku menunjuk jalanan ke arah rumahku.

"Mau aku antar?"

"Hm? Ah. Tidak usah. Aku bisa jalan sendiri."

Hari ini Eunwoo menawariku banyak hal. Ini membuatku jadi tidak enak karena harus menolak setiap tawarannya. Tapi di sisi lain aku merasa lega setelah sadar bahwa pembahasan kami semakin akrab. Aku harap Eunwoo tidak selalu bungkam padaku.

Aku suka suaranya. Walau kadang terdengar dingin.

Dan juga .... Aku suka senyumannya. Seperti saat ini.

Kedua sudut bibirku otomatis terangkat ketika wajah datar yang selalu aku lihat itu tampak mengukir senyum indah di wajahnya yang menurut orang-orang mempesona ─ menurutku juga.

Bahkan senyuman itu masih terbayang dengan jelas di kepalaku hingga kakiku berhasil menginjak halaman rumahku.

"Chaeyeon!" teriak seseorang.

Aku mengenal suara ini. Itu adalah tante Boah, ibu Sehun.

"Sehun dimana?" teriaknya lagi.

Ia sedang berdiri di depan pintu rumahnya. Sebenarnya tidak begitu jauh dari posisiku. Tapi mungkin tante Boah ragu aku bisa mendengarnya, karena itulah ia sedikit berteriak.

"Main ke rumah temannya." Aku juga jadi ikut bersuara keras.

"Main terus kerjaannya." Tante Boah menggerutu kesal. Aku setuju dengan perkataannya.

Flowerbomb [Jaehyun~Sehun~Eunwoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang